Chapter 2

575 88 0
                                    

[Chapter 2 : Start]

"Ti, apa yang membawamu kemari?" Tanya Marquis dengan intonasi suara yang berbeda ketika berbicara denganku.

Setelah memasuki aula, Clattie berkacak pinggang dan menaikan alisnya. "Ayah, kau seharusnya tidak menginjak anak kecil seperti itu."

Pria itu tertawa, dan mengangkat kakinya dari bahuku.

"Kau terlalu baik padanya. Kau peduli segalanya tentang anak ini."

"Tsh!"

Clattie mengusap bibirnya. Rona merah muda malu tercipta di wajahnya.

"Sebentar lagi ulang tahunku."

"Ya, itulah mengapa aku membersihkan aula."

"Kita tidak perlu mengadakan pesta di aula sebesar ini."

Meskipun berkata begitu, mata Clattie tidak menyetujui perkataannya. Matanya berkilau gembira karena membayangkan pesta ulang tahun yang besar.

"Itu ulang tahun putriku, aku tidak bisa melakukannya dengan setengah hati, iya 'kan?"

"Ayah, kau terlalu baik."

Sepatu merah mudanya berhenti di depanku.

"Kau baik-baik saja?"

Suara manis mengalir ke tubuhku seperti kelopak bunga yang lembut. Mendengar suaranya, aku mengangkat tubuh bagian atasku dan mengangguk.

"Kalau begitu, bersemangatlah."

Clattie memeluk lengan Marquis, tersenyum. Yang tua mengelus kepala yang muda dengan penuh cinta. Ayah dan anak yang penuh kasih sayang itu mulai berjalan menuju pintu.

"Ah, Ayah—sepatuku basah terkena air kotor."

"Jangan khawatir, ayahmu ini akan membelikanmu yang baru."

"Wah, Ayah yang terbaik!"

Aku tinggal di tempat itu sendirian dan menatap mereka. Seluruh tubuhku basah kuyup terkena air kotor.

Bam. Pintu aula ditutup.

Aku menatap kearah pintu yang tertutup rapat dan menundukan kepalaku.

'...Ayo kita bersihkan sekarang.'

Jika aku tidak menyelesaikannya, aku tidak tahu hukuman apa yang harus ku hadapi.

* * *

Grrr!

Itu bersuara seperti petir di perutku. Aku menahan diriku sebisa mungkin, tapi itu tidak berguna. Perutku menggeram kelaparan, meminta untuk diberi makan. Aku sedang dihukum Marquis karena tidak membersihkan aula. Meskipun dia mencambukku dengan cambuk tipis, dia mencambukku sebanyak tiga puluh kali dan karenanya betisku menderita.

Kemudian dia berkata kepadaku, yang sudah tidak bisa berdiri dengan benar akibat kesakitan. "Mulai saat ini selama seminggu tidak akan ada makan malam."

Itu artinya, dia mengatakan padaku untuk menguatkan diri hanya dengan satu kali makan dalam sehari. Biasanya, aku mendapat makan dua kali sehari di pagi dan malam hari. Itu bahkan tidak bisa disebut makanan yang layak karena itu hanyalah roti yang keras dan sup tanpa setetes air.

Ketika Marquis pergi, Clattie masuk ke dalam.

"Oh, kasihannya kamu."

Clattie menendang lidahnya seolah merasa bersalah atas betisku dan lukaku yang robek.

"Jangan terlalu kecewa. Itu karena ayahku orang yang adil dan berpikiran terbuka. Bagi sebagian orang itu tidak adil untuk memberimu makan hanya karena kau sepupuku. Iya 'kan?"

LBRARFWCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang