BAGIAN 2

116 10 0
                                    

Belum lama Ki Demong dan Wisnupati tertidur, seorang pemuda berpakaian indah dari sutera berwarna ungu tampak mendatangi dengan langkah lebar. Dengan seenaknya, pemuda itu menendang lambung Ki Demong.
Wuttt...!
Entah sengaja atau tidak, kaki Pemabuk Dari Gunung Kidul naik ke atas menahan tendangan. Kemudian Ki Demong membalikkan tubuhnya dengan mendadak. Bahkan kemudian kaki yang satu lagi menghantam kaki pemuda yang berwajah garang itu.
Dugkh!
"Aaakh...!" Tubuh pemuda yang juga mengenakan bebat kain sarung kotak-kotak seperti catur itu jatuh mencium tanah. Namun dengan cepat dia bangkit kembali disertai wajah berang.
Sementara Pemabuk Dari Gunung Kidul sudah membuka matanya. Sambil mengucek-ngucek, diawasinya pemuda yang tengah melotot dengan mata merah.
"Eh...?! Ada apa ini...? Siapa pula kau ini? Mengapa menatapku seperti itu...?" tanya Ki Demong dengan wajah bodoh.
Mendengar ribut-ribut, Wisnupati terbangun pula dan bangkit seraya hendak mengirimkan sebuah pukulan. Tetapi tanpa disangka ternyata Ki Demong telah mencegah dengan menotok lambungnya.
"Aaakh...!" Tanpa dapat ditahan lagi, pemuda putra Kepala Desa karang Sekalor itu jatuh kembali tanpa dapat berbuat sesuatu apa pun. Hanya matanya saja mendelik tak suka pada Ki Demong yang tersenyum-senyum mengawasi dengan sikap lucu.
"Kalau tidak salah lihat, kau adalah Ki Demong yang berjuluk Pemabuk Dari Gunung Kidul...?" tegur pemuda yang agaknya berasal dari Pulau Bali itu.
"Hehehe...! Kalau benar, ada apa dengan nama itu...?" Ki Demong malah balik bertanya.
"Kau harus membayar hutang nyawa saudara angkatku yang telah kau binasakan beberapa waktu yang lalu...! Namaku I Wayan Gulem, dari tanah Bali! Bersiaplah kau...!" desis pemuda yang mengaku bernama I Wayan Gulem.
"Tunggu dulu...! Ada banyak sekali yang binasa di tanganku. Siapa nama saudara angkatmu itu...?" cegah Ki Demong.
"Namanya, Salya Pati. Dia berjuluk Iblis Pemetik Bunga...," jawab I Wayan Gulem dengan suara berat.
"Oh...! Kalau dia memang patut mati. Banyak sudah wanita yang jadi korban nafsu bejadnya...!" tukas Ki Demong, tandas.
"Huh...! Boleh jadi orang lain gentar mendengar nama besarmu. Tetapi bagiku, kau sama dengan jago kelas kambing.... Lagi pula, jangan samakan aku dengan Iblis Pemetik Bunga.... Maka bersiaplah kalau tidak ingin mati penasaran...!" bentak I Wayan Gulem sambil mencabut keris dipunggungnya, dan langsung menusuknya ke leher Ki Demong.
"Sheaaat...!"
Trang...!
Ujung keris yang mengancam tenggorokan dapat ditahan Ki Demong dengan ayunan guci tuak yang keras, sehingga menimbulkan suara nyaring. Namun serangan I Wayan Gulem tidak berhenti sampai di situ saja. Kerisnya berputar cepat mengarah dada. Sedangkan tangannya yang membentuk cakar, mengancam kepala Pemabuk Dari Gunung Kidul.
Menghadapi serangan berbahaya itu, Ki Demong terkekeh sambil menenggak tuak merah dari guci. Kemudian, secepat itu pula orang tua pemabukan itu memiringkan tubuhnya. Dan begitu serangan keris lewat di dada, disemburkannya tuak dalam mulut kearah lengan yang mencengkeram kepala.
"Fruhhh...!"
"Aaakh...!" Karena tidak menyangka, I Wayan Gulem kena semburan tuak. Sambil berjingkrakan dia melompat mundur. Tangannya kontan terasa sakit, bagaikan ditusuki ratusan jarum.
"Bangsat...! Kubunuh kau setan tua...!" bentak I Wayan Gulem.
Saat itu juga, pemuda dari tanah Bali ini melancarkan tendangan beruntun. Namun dengan lincah Ki Demong berkelit-kelit. Melihat serangannya gagal, keris di tangan I Wayan Gulem segera meliuk-liuk bagaikan ular, mencari lubang kelemahan pada pertahanan Pemabuk Dari Gunung Kidul.
Ki Demong langsung melenting ke belakang. Begitu mendarat, kedua tangannya langsung menghentak. Pukulan jarak jauh Pemabuk Dari Gunung Kidul membuat pasir dan dedaunan terangkat naik. Namun I Wayan Gulem segera menyambuti dengan pukulan jarak jauh pula.
Blarrr...!
Keduanya kontan bergetar mundur dengan tangan terasa sakit begitu terjadi benturan tenaga dalam. Belum juga Ki Demong bersiap, pemuda Bali itu telah meluruk cepat dengan kaki terjulur ke arah perut. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Desss...!
"Hugkh...! Fhruuuh...!"
"Aduuhh...!" Entah sengaja atau kebetulan, tuak dalam mulut Pemabuk Dari Gunung Kidul kontan tersembur keluar dan mengenai muka I Wayan Gulem.
Tentu saja pemuda Bali itu jadi kelabakan, karena ada beberapa tetes tuak yang berhasil masuk mata kanannya. Tanpa malu-malu lagi, I Wayan Gulem mengaduh-aduh kesakitan. Ki Demong hanya tertawa saja melihat tingkah lawan seperti itu. Namun tiba-tiba....
"Leak Murka...!" Secara tak terduga I Wayan Gulem berteriak keras sekali dengan lidah terjulur panjang-panjang.
Bersamaan dengan berakhirnya teriakan, kepala I Wayan Gulem terlepas dari tubuhnya dengan membawa seluruh isi perutnya! Jelas, inilah ilmu 'Leak' yang biasa dimiliki tokoh hitam dari tanah Bali. Saat itu juga, kepala I Wayan Gulem yang masih meneteskan darah dengan membawa seluruh isi perut itu melayang menerjang Ki Demong dengan ganas.
Sementara Pemabuk Dari Gunung Kidul masih terpaku tak percaya melihat keanehan itu. Akibatnya, dia jadi lengah. Maka kepala tanpa tubuh yang telah memiliki taring pada mulutnya itu mendadak menempel pada lehernya.
"Wuaaa...!" Tentu saja hal itu membuat Pemabuk Dari Gunung Kidul kelabakan. Bagai kilat tangan kirinya menarik rambut di kepala tanpa tubuh yang menempel di lehernya. Kemudian kepala itu dibanting ke atas tanah.
Wuuttt...!
Tetapi sebelum menyentuh bumi, kepala itu melayang kembali ke udara. Dengan lidah yang terjulur menjijikkan, kembali kepala itu meluruk ke arah Ki Demong. Untuk menghindari serangan berbahaya ini, Pemabuk Dari Gunung Kidul kembali menyemburkan tuak merah ke kepala yang menjijikkan dengan tetesan darah dan lidah yang menjulur-julur.
"Fruhhh...!" Wussst...!
Semburan tuak yang disertai nyala api menyambut datangnya kepala mengerikan itu. Tetapi dengan cepat kepala itu menghindarinya. Bahkan dengan tak terduga, mulut kepala I Wayan Gulem terbuka semakin lebar. Dan dari mulut itu menyemburkan nyala api yang lebih besar.
Si Pemabuk Dari Gunung Kidul jadi semakin kalang kabut. Terpaksa dia melenting ke belakang menjauhi lawan. Namun walau ke mana pun dia berlari, kepala yang telah bembah menjadi Leak itu terus mengejar. Kembali terjadi tontonan menarik. Ki Demong dengan terhuyung-huyung terus dikejar kepala Leak yang membuntuti ke mana saja dia pergi.
Para tokoh persilatan yang menyaksikan juga sampai bergidik. Baru sekali ini mereka menyaksikan ilmu luar biasa yang menakutkan itu. Mereka juga pernah mendengar kehebatan Pemabuk Dari Gunung Kidul. Tetapi kini mereka melihat laki-laki pemabukan itu tidak berdaya menghadapi ilmu 'Leak Murka' milik I Wayan Gulem.
Sedangkan Wisnupati yang sedang tertotok tidak dapat membantu. Hanya matanya saja yang mengawasi dengan hati berdebar-debar keras. Sementara itu Ki Demong secara tiba-tiba menghentikan larinya seraya mengebutkan gucinya. Dan....
"Chiaaat...!"
Bletakkk!
Guci di tangan Ki Demong bergerak cepat berhasil menghantam kepala hingga tertahan dan terpental balik menghantam pohon. Dengan menimbulkan suara keras, pohon itu roboh.
Tetapi kepala itu sendiri tidak hancur. Bahkan kembali menerjang lebih dahsyat lagi. Dan Ki Demong pun terpaksa main kejar-kejaran lagi.
"Hust...! Hust..,! Pergi sana.... Ayo pergi...! Jangan mengikuti aku terus! Pergi..., pergi...!" teriak Ki Demong.
Walau Pemabuk Dari Gunung Kidul telah berteriak-teriak, tetap saja Leak itu menerjangnya. Dalam suatu kesempatan, laki-laki tua pemabuk itu berjumpalitan di udara, menghindari serangan ke arah kakinya. Namun tiba-tiba kepala tanpa tubuh itu meluncur ke atas menghantam kepala dengan keras.
"Aaakh...!" Akibat benturan keras, Ki Demong merasa pening luar biasa. Dan tak ampun lagi tubuhnya jatuh telentang ke tanah disertai keluhan tertahan. Dan baru saja dia bangkit kembali, kepala itu menggigitnya dengan kuat.
Dengan kalang kabut, Ki Demong memukuli kepala itu dengan guci dan tangannya. Tetapi kepala itu tidak pernah lepas dan terus menggigit perut Ki Demong. Darah mulai menetes dari perut. Bahkan kepala itu mulai menghisap darah melalui perut Pemabuk Dari Gunung Kidul.
"Setan keparat...! Lepaskan perutku.... Lepaskan...!" teriak Pemabuk Dari Gunung Kidul sambil berjingkrakan bagai cacing kepanasan.
Saat itu hilanglah kekonyolan Ki Demong. Keadaannya sangat berbahaya. Bila dibiarkan terus, tentu darahnya akan terhisap habis. Di saat yang gawat, mendadak berkelebat sesosok bayangan putih yang langsung mendekati tubuh I Wayang Gulem yang tidak berkepala lagi.
Tetapi begitu mendekat, tubuh itu langsung menerjang bayangan putih. Sosok putih yang ternyata Pendekar Rajawali Sakti, cepat mengelak ke samping. Tangannya langsung mengibas, melepaskan pukulan ke arah tubuh tanpa kepala.
Suatu keanehan terjadi. Tangan I Wayan Gulem yang tanpa kepala itu mampu bergerak menangkis. Bahkan mampu mengirimkan serangan balasan berupa tendangan berantai yang mematikan. Dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', Rangga berhasil mengelakkan serangan manusia siluman berwujud Leak itu.
Tubuhnya meliuk-liuk bagai orang mabuk, sehingga tak satu serangan pun yang bisa mengenainya. Bahkan mendadak saja Pendekar Rajawali Sakti mengibaskan tangannya ke dada, disertai tenaga dalam cukup tinggi.
Desss...!
Telak sekali pukulan Pendekar Rajawali Sakti mendarat di dada I Wayan Gulem hingga terlempar keras. Tetapi itu ternyata tidak berpengaruh sama sekali bagi tubuh I Wayan Gulem. Bahkan mampu bangkit kembali, seolah-olah tidak terjadi sesuatu apa pun.
"Sheaaa...!"
Tetapi kesempatan itu tidak disia-siakan Rangga. Cepat diraupnya tanah berpasir. Lalu, tubuhnya meluruk dengan kecepatan kilat, mendekati tubuh tanpa kepala itu.
Werrrt...!
Begitu dekat, Rangga membuat lentingan ke atas. Tangannya langsung melemparkan pasir yang tepat masuk ke lubang leher. Begitu mendarat di tanah, Rangga kebetulan berada tak jauh dari sebuah pohon kering yang bercabang banyak. Segera dipatahkannya cabang pohon yang sebesar tongkat.
Saat itu juga, Pendekar Rajawali Sakti berbalik dan kembali melenting ke atas. Setelah berputaran beberapa kali, tubuhnya meluruk seraya menancapkan batang kayu itu ke rongga leher I Wayan Gulem.
Ujung kayu itu dibiarkan tersembul pada ujungnya. Akibatnya, tubuh itu bergetar keras dan bergoyang-goyang bagaikan hendak roboh. Beberapa pohon yang tertabrak kontan roboh bagaikan diterjang gajah-gajah liar yang sedang mengamuk.
"Greeengh...!"
Sementara itu kepala yang berada di perut Ki Demong kontan melepaskan gigitannya disertai teriakan keras sampai merontokkan daun-daun kuning di atas pohon. Saat itu juga kepala itu berusaha menempel kembali ke tubuhnya.
"Aaaghrrrh!"
Namun ketika kepala Leak itu menyentuh leher, kembali berteriak dan melepaskan diri kembali. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal di leher. Bahkan merasa ada benda kasar yang menghalangi.
"Ilmu setan...," desis Ki Demong sambil memperhatikan semua kejadian dengan seksama.
"Kau baik-baik saja, Ki...?" tanya Rangga, begitu dekat kembali dengan Ki Demong.
"Kalau tidak baik, mana mungkin aku berjumpa lagi denganmu, Pendekar Rajawali Sakti...?" sahut Ki Demong sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.
Sementara itu, I Wayan Gulem yang menggunakan ilmu 'Leak Murka' terus berusaha menempelkan kepalanya kembali pada tubuhnya. Tetapi semua usaha yang dilakukan sia-sia belaka. Kejadian yang aneh dan cukup menyeramkan berlangsung sampai sepenanakan nasi lamanya. Semakin lama, usaha I Wayan Gulem jadi semakin melemah. Dan beberapa saat kemudian, kepalanya jatuh ke tanah setelah mengeluarkan teriakan mendirikan bulu roma.
"Huh...! Rupanya disitu letak kelemahan ilmu 'Leak Murka'! Untung kau datang tepat pada waktunya, Pendekar Rajawali Sakti! Kalau tidak, aku sudah kehabisan darah...!" dengus si Pemabuk Dari Gunung Kidul.
"Sudahlah.... Cepat tolong Wisnupati. Kasihan dia dari tadi hanya telentang saja bagai bayi...," ujar Rangga, memotong pembicaraan Ki Demong.
"Baiklah....."
"Uh...? Ke mana lagi pendekar itu...?" tanya Ki Demong, setelah melepaskan totokan pada tubuh Wisnupati.
"Tadi kulihat dia di situ...," sahut Wisnupati sambil menunjuk ke suatu tempat.
"Dia dapat datang dan pergi sesuka hati. Kita memang bukan apa-apa bila dibandingkan dengannya...," desah Ki Demong perlahan. Baru saja Pemabuk Dari Gunung Kidul berkata demikian...
"Aaakh...!" "Aaa...!"
Tiba-tiba terdengar teriakan saling susul. Ki Demong dan Wisnupati tersentak kaget. Mereka langsung menoleh ke arah sumber suara. Tampak sesosok tubuh berpakaian serba hijau dengan wajah ditutup topeng berbentuk tengkorak, tengah dikeroyok beberapa orang. Namun gerakan sosok berwajah tengkorak itu sangat cepat dan kejam. Tangannya tampak melemparkan sesuatu yang ternyata kelabang dan kalajengking beracun!
Cras! Cras!
"Aaakh...!
Beberapa orang yang semuanya mengenakan pakaian bebat warna merah itu berhasil menebas putus tubuh binatang beracun itu. Tetapi banyak juga yang kena sengat. Mereka langsung ambruk dan berkelojotan. Sebentar saja, mereka mati dengan tubuh membiru dan keracunan. Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya racun binatang itu. Ketika beberapa orang menyerbu, sosok yang tak lain si Manusia Tengkorak mengebutkan lengan bajunya. Maka mengepullah serbuk putih yang memabukan.
Wusss...!
"Aaakh...!"
Mudah sekali bagi si Manusia Tengkorak melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang dikenali berasal dari Perguruan Walet Merah itu. Karena sebagian besar telah terpengaruh oleh serbuk beracun. Yang tampak bertahan hanyalah seorang laki-laki setengah baya berpakaian jubah merah.
Laki-laki yang tak lain Ketua Perguruan Walet Merah itu memutar pedangnya. Si Manusia Tengkorak tidak kehilangan akal untuk menjatuhkan laki-laki setengah baya itu. Segera dilemparkannya beberapa binatang beracun ke arah Ketua Perguruan Walet merah
Set! Set!
Dengan memutar pedang bagaikan baling-baling, laki-laki setengah baya itu berusaha membabati binatang beracun. Bahkan tiba-tiba tubuhnya melenting ke atas. Setelah membuat putaran beberapa kali, tubuhnya meluruk dengan pedang menderu-deru mengancam ke seluruh tubuh si Manusia Tengkorak. Walau mendapat serangan berbahaya, si Manusia Tengkorak yang sebenarnya bernama Rara Wulan itu masih dapat menangkis dengan melecutkan selendang hijau yang sebelumnya melilit pinggang.
Ctar! Ctar!
Kedua tokoh yang sama-sama tangguh itu segera saling libat kembali. Hingga pertarungan genap memasuki jurus ke tujuh puluh empat, mendadak berkelebat sesosok tubuh disertai bau tuak menyebar ke sekeliling. Dengan guci tuak di tangan sosok yang tak lain Pemabuk Dari Gunung Kidul segera menghalangi selendang hijau yang digunakan untuk cambuk. Tanpa terasa, si Manusia Tengkorak telah dikeroyok dua. Karuan saja hal ini membuatnya terkejut dan terdesak.
"Chiaaat...!"
Sambil berteriak keras, Rara Wulan menyebarkan binatang beracun dan asap beracun yang berbahaya kepada pengeroyoknya.
"Fruhhh...!"
Disinilah letak keistimewaan Ki Demong. Dengan cepat disemburkannya tuak yang berada di mulut ke arah binatang berbisa hingga terbakar hangus.
Sedangkan Ketua Perguruan Walet Merah menghentakkan tangannya dengan tenaga dalam tinggi. Sehingga, asap itu jadi buyar dan musnah tertiup angin. Ki Demong yang sangat membenci si Manusia Tengkorak terus mendesak dengan serangan gencar dan mematikan. Akibatnya jadi terdesak hebat.
"Yeaaat!"
"Mampuslah kau, Manusia Licik!" bentak Ki Demong sambil memukulkan guci tuaknya. Pada saat yang sama, Ketua Perguruan Walet Merah menusukkan pedang kearah punggung.
"Perkenalkan, Orang Tua. Aku Sangaji, Ketua Perguruan Walet Merah...."
"Kau siapa, Orang Tua...? Mengapa ikut campur dan membantu menempur si Manusia Tengkorak yang keji ini...?" tanya Ketua Perguruan Walet Merah yang ternyata bernama Sangaji, sambil melancarkan serangan kearah Manusia Tengkorak.
"Siapa yang membantu... ? Aku punya dendam yang besar pada si Manusia Tengkorak ini...! Kalau keberatan, kau boleh menepi saja!" sahut si Pemabuk Dari Gunung Kidul.
"Apakah tidak malu? Kita kaum lurus kenapa main keroyok terhadap manusia bermuka tengkorak itu...?" tukas Ki Sengaji penasaran.
"Kenapa harus malu...? Mereka tidak pernah merasa malu walau harus membokong dan membunuh secara licik...!" potong Ki Demong.
Sadarlah Ki Sangaji kalau orang tua pemabukan itu memang susah diurus dan berwatak angin-anginan. Maka didiamkannya saja tindakan Pemabuk Dari Gunung Kidul. Bahkan Ki Sangaji sendiri terus mendesak dengan pedangnya.
Wisnupati yang berangasan tidak dapat tinggal diam. Dengan segera diterjangnya si Manusia Tengkorak dengan clurit peraknya yang berkilatan. Dikeroyok tiga, tentu saja si Manusia Tengkorak jadi semakin terdesak. Dia hanya dapat bermain mundur dan menahan serangan tanpa dapat mengadakan serangan balasan.
"Hiaaa...!" Tiba-tiba sambil berteriak keras, si Manusia Tengkorak menyebarkan binatang berbisa dan asap beracun secara habis-habisan.
Tetapi ketiga lawannya segera menutup pernapasan dan loncat menjauhi. Menggunakan kesempatan baik itu, si Manusia Tengkorak segera berkelebat pergi dari tempat ini. Dalam waktu sekejap saja, tubuhnya hilang, dari pandangan mata.

***

186. Pendekar Rajawali Sakti : Pesanggrahan Telaga WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang