BAGIAN 4

95 8 0
                                    

Hari terus bergulir menyeret sang waktu. Di tepi Telaga Warna yang penuh oleh para tokoh persilatan tampak beberapa buah perahu diturunkan ke dalam air. Tapi baru saja perahu-perahu kecil itu menyentuh permukaan air.
"Berhenti...! Jangan lakukan itu...! Air telaga itu masih berbahaya bagi kalian! Kalau mau besok saja kalian menurunkan perahu, karena besok air itu tidak menghisap darah lagi!"
Terdengar sebuah teriakan yang disusul berlarinya seorang pemuda tampan berbaju rompi putih. Ternyata dia adalah Pendekar Rajawali
"Hei...? Bagaimana dia bisa tahu rahasia tempat ini...?! Jangan-jangan dia orang dalam Pesanggrahan Telaga Warna.... Awas jangan sampai tertipu...! Lebih baik kita ringkus, dan tanyai dia.... Kalau tidak mau mengaku, bunuh saja!" kata salah seorang tokoh persilatan yang hendak naik perahu, memandang curiga pada Rangga.
"Kalian jangan salah mengerti.... Aku berbuat ini karena tidak mau melihat korban berjatuhan. Dan ini juga karena kecerobohan kalian sendiri...." Tapi jawaban yang diterima Rangga malah sebaliknya....
"Jelas dia menghalangi kita.... Mari singkirkan saja...," ajak tokoh persilatan lain. Maka....
"Sheaat...?!"
"Yeaaat...!"
Puluhan senjata tajam langsung meluruk kearah Pendekar Rajawali Sakti. Tetapi Rangga segera mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Tubuhnya melenggak-lenggok kian kemari bagai orang mabuk. Namun tak satu serangan pun yang bisa menyentuh tubuhnya. Bahkan ketika tangan Pendekar Rajawali Sakti bergerak, banyak senjata yang berhasil dirampas dan dilemparkan ke tengah telaga.
Walaupun merasa kesal karena maksud baiknya malah diterima salah, Rangga berusaha membatasi diri untuk tidak membunuh. Dia yakin mereka salah sangka dan tidak mengerti terhadap keadaan telaga yang mengandung hawa maut itu. Pendekar Rajawali Sakti hanya memukul dan menendang untuk menjatuhkan mereka yang terlalu dekat, dan dapat membahayakan keselamatan dirinya.
"Hiaaat...!" Tubuh Pendekar Rajawali Sakti terus berkelebatan seraya mengibaskan tangan, mencerai-beraikan gerombolan manusia yang mengurung dirinya.
Des...! Desss...!
"Aaakh...!"
Akibatnya para tokoh persilatan itu berpelantingan kesana kemari bagaikan daun kering dihempas badai. Beberapa tokoh kelas tinggi yang menyaksikan sampai berdecak kagum.
Menggunakan kesempatan baik itu Rangga segera melesat kabur dari tempat itu. Bukannya takut, tetapi untuk menghindari salah sangka.
"Bedebah...! Dia berhasil melarikan diri! Ayo kita terus menuju ke Pesanggrahan Telaga Warna...! Jangan pedulikan segala ocehan pendekar kampungan itu," ajak salah seorang tokoh persilatan membakar semangat yang hampir padam.
Beberapa orang segera berloncatan ke dalam perahu. Segera mereka mendayung ke tengah telaga menuju Pesanggrahan Telaga Warna. Ternyata apa yang dikatakan Pendekar Rajawali Sakti terbukti. Baru saja mereka mencapai pertengahan, gelombang telaga kembali muncul. Suatu keajaiban alam yang tidak dapat dilawan oleh kekuasan manusia.
Air telaga yang berwarna merah dan tampak kental telah mengelilingi perahu dan mulai bercipratan, seolah-olah ada makhluk hidup di dalamnya dan berusaha naik ke perahu (Untuk lebih jelas tentang kejadian alam di Telaga Warna, baca serial Pendekar Rajawali Sakti dalam kisah Geger Di Telaga Warna).
"Hei...?! Apa pula ini...?"
"Entahlah.... Mungkin inilah yang dikatakan pemuda tadi...."
"Putar haluan dan kembali ke tepi.... Cepat!"
Mereka mulai ragu dan memikirkan kata-kata Pendekar Rajawali Sakti tadi. Tapi terlambat sudah. Air telaga mulai memasuki perahu dan mengenai kaki para tokoh persilatan. Karena membaui darah, air itu jadi beringas kembali. Perahu-perahu yang lain juga mengalami nasib sama. Mereka akhirnya saling berteriak penuh kengerian.
Satu demi satu mereka terseret ke dalam air telaga dan mati mengenaskan. Bagaimanapun Rangga sudah berusaha memperingatkan. Kalau mereka akhirnya binasa, itu adalah kesalahan mereka sendiri. Memang banyak juga yang menurut kata-kata Rangga. Ada juga yang karena takut pada peristiwa beberapa hari yang lalu. Namun lain halnya para tokoh ternama yang bertindak tanpa tergesa-gesa. Mereka justru menanti saat yang tepat.
Bagaimana Pendekar Rajawali Sakti dapat mengetahui kalau hari ini air telaga masih minta korban lagi...?
Sedangkan dia sendiri bukan orang dari Pesanggrahan Telaga Warna. Semua itu karena usaha Rangga yang melakukan tapa untuk menyatukan alam pikirannya dengan kehendak Yang Maha Kuasa. Dalam tapanya, Rangga mendapat petunjuk kalau air telaga itu akan minta korban selama tiga minggu. Dan hari ini, adalah hari terakhir. Besok air telaga sudah tidak menunjukkan keberingasannya lagi. Itu pun hanya berlangsung selama tiga minggu pula.

***

Waktu terus merambat dan berputar sesuai kodrat dan kehendak Yang Maha Kuasa. Tidak terasa hari telah berganti malam, dan malam pun berganti pagi. Pada saat itu, tampak beberapa perahu memasuki telaga. Para tokoh persilatan yang menunggu berloncatan ke dalam perahu masing-masing.
"Ayo kita dayung perahu itu kuat-kuat. Awas jangan sampai didahului yang lain...," ujar seorang tokoh dari dalam perahu.
"Cepat...! Kita harus sampai lebih dahulu...," seru yang lain.
Bagaikan sedang berlomba, beberapa perahu melesat cepat laksana anak panah lepas dari busur. Sedangkan para tokoh ternama dalam satu perahu hanya diisi satu atau dua orang saja.
Sebentar saja, Telaga Warna telah ramai dan gaduh oleh teriakan para tokoh persilatan dan murid-murid dari berbagai perguruan. Sampai di tengah telaga, ternyata memang tidak terjadi sesuatu. Namun yang terjadi malah sebuah persaingan.
Dalam pikiran mereka timbul niat untuk menyingkirkan satu sama lain dengan suatu rencana jahat dan licik. Bahkan diam-diam ada yang mengambil sebuah benda bulat dari dalam kantung, langsung melemparkannya ke perahu yang agak jauh.
Ser! Ser! Ser!
Blammm...!
"Aaa...!"
Dua buah perahu kontan terpecah belah oleh hantaman benda bulat kecil yang ternyata bahan peledak yang cukup dahsyat. Penumpangnya langsung terlempar tanpa bernyawa lagi dalam keadaan sangat menyedihkan. Tubuh mereka hancur berkeping-keping. Air telaga seketika berubah merah.
Wajah para tokoh persilatan kontan berubah bengis dan menyeramkan. Tak ada rasa kasihan lagi di hati orang-orang itu. Tanpa dapat dicegah lagi, pertempuran terjadi di tengah telaga yang telah banyak meminta korban nyawa.
Sementara itu Ki Demong dan Wisnupati menyeberang menggunakan batang pohon. Begitu juga Ki Sabda Gendeng dan Jaka Tawang yang juga sudah berada di situ. Jarang ada yang dapat melakukan, seperti yang dilakukan mereka.
Sedangkan Rangga sendiri menggunakan dua bilah papan kecil pada telapak kakinya. Tubuhnya meluncur di atas air dengan cepat menggunakan ilmu meringankan tubuh yang telah sangat tinggi.

***

186. Pendekar Rajawali Sakti : Pesanggrahan Telaga WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang