#20: Gloomy Night

5.1K 720 44
                                    

Jevais benar-benar menepati janji nya untuk pulang dengan Jovan. Karena sebenarnya mau bagaimanapun ia lari, Jovan tidak akan benar-benar melepasnya hingga masalah mereka selesai. Jovan selalu seperti itu.

"Lo nggak nginep?" tanya Jevais saat mereka berdua berjalan menuju tempat parkir. Kebetulan Jovan menggunakan mobil hari ini. Entah, mungkin dari awal ia memang sudah merencanakan hal ini.

"Nggak?" jawab Jovan ragu.

"Tumben. Biasanya ada yang disuruh jagain tempat semaleman. Gue kira lo."

"Thank God, it's not me," Jovan membukakan pintu untuk Jevais. Cukup terasa asing hingga Jevais ragu untuk masuk namun ia mencoba untuk terbiasa dan masuk ke dalam mobil. "Seatbelt. Safety come first." Jovan memperingatkan.

Laki-laki dominan itu memutar lagu Falling Like The Stars milik James Arthur. Membuat langit yang gelap terasa semakin sendu.

"It's gloomy."

Jovan yang sedang menyetir otomatis menoleh ke arah Jevais, "What's gloomy?"

"The sky."

Jovan melihat ke arah langit lalu tersenyum simpul, "Ah, yes it is."

Like a river
I flow to the ocean I know
You pull me close
Guiding me home

5 menit berlalu namun tidak dari keduanya mencoba untuk membuka suara. Hanya diisi oleh keheningan dan juga Jevais yang melihat ke arah luar jendela. Hujan turun. Rintik nya terdengar sangat deras dan jalanan berubah drastis menjadi macet.

"Kayaknya ada kecelakaan di depan. Since its raining." asumsi Jovan.

"Yeah."

"I'm sorry."

"I've told you-"

"I knew what's my fault. That's why I'm saying sorry to you just know," Jovan menatap netra Jevais. "My bad to realize it too late, but, I hope it's not that late. Gua ngerti kenapa lu jauhin gua belakangan ini dan gua dengan tolol nya malah jauhin lu balik padahal dari awal semuanya salah gua. Harusnya hari itu lu ngga masuk rumah sakit if I told you to not wait for me in the first place but I didn't."

"Don't say sorry. Mungkin itu juga karna fisik gue yang lagi ngga sehat makanya sampe masuk rumah sakit."

"That's why don't be hard to yourself. Jalanin semua nya pelan-pelan. No need to be rush. Waktu tahu kapan dia harus bekerja."

"It's always been hard for me especially when everyone started to left," suara Jevais berubah menjadi lebih redup. "I've been wondering why life treat me this way. Kenapa semua yang datang cuma ditakdirin buat pergi. Oh, fate is scary."

"It is not. If you believe that everything happened to you was on purpose. We don't know what we going to face after this, maybe tomorrow, or maybe 1 hour later."

"Then it is scary."

"I told you it was not," Jovan menggenggam tangan Jevais hingga hangat menjalaran diantara ruas jari keduanya. "When we're holding our hands, those fears will not be scary as what its look. We're just afraid to fall and learn again because somehow, we're too tired yet life never stop teach us."

"Who can guarantee that holding hands can make you face your fears?" tanya Jevais.

"No one, me neither. But, one thing for sure, ini bisa bikin lu tenang. Kayak api unggun yang dibakar di malam dingin. Ngga bisa hangatin satu langit malam itu, but at least, bisa hangatin orang yang ada di sekitar nya. Ngga bisa jamin kalo hangat nya akan bertahan selamanya, but at least, for one night, it will last."

Nostalgia. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang