O n e

77 5 0
                                    

One : Masalah Terjadi

20.03.15

Mitha masih saja diam. Dia sangat sedih gedung lama sekolahnya akan dibongkar karena sudah usang. Padahal disitulah dia menyimpan semua masalahnya. Disitu adalah kenangannya. Dan dia tidak rela gedung lamanya dibongkar.

Mitha mengobrak abrik lemari baju -mengamuk- dan akhirnya baju bajunya sudah berantakan. Ia menjambak rambutnya sendiri, tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia memukul matanya sendiri dan bahkan hampir saja membakar boneka bonekanya. Dia seperti gila.

Mama Mitha memasuki kamar Mitha dengan kaget melihat anaknya yang sedang memukul mukul dirinya sendiri sampai lebam lebam. Rambut Mitha pun sudah mengeluarkan darah.

"Mitha, kamu... ngapain?"

"Aku sedih banget gedung sekolah bakal dibongkar terus bakal diganti baru! Aku sedih!" Mitha memukul dirinya sendiri dan bahkan dia menendang nendang Mama Mitha yang ada didepannya.

"Demi Tuhan, Mitha, sadar!" Seru Mama Mitha merangkul Mitha pelan.

"TIDAK AKAN ADA YANG PERNAH MENGERTI!" Mitha memukul Mamanya tepat di mulut. Mama Mitha benar benar sedih dan Mitha mulai merasa bersalah.

"Maaf Ma," Mitha merangkul balik Mamanya.

"Mitha Mama tahu kamu sedang terpuruk, tapi tolong jangan seperti ini! Kamu jangan self-harm!" Mama Mitha berusaha menenangkan anak satu satunya itu.

"Lalu Mitha musti ngapain?" Mitha yang sedih melihat Mamanya mengeluarkan air matanya, mulai bersuara seperti anak kecil. Mungkin bermaksud menenangkan Mama.

"Makin lama kamu makin lucu... bagaimana jika sekarang kamu pergi ke gedung tua itu?" Mamanya berusaha memberi advice.

"Advice macam apa itu Maa... palingan juga diusir sama pekerjanya..."

"Iya juga... bagaimana kalau Ma--"

"Mana mungkin berhasil. Palingan pekerjanya bakal bilang 'kau tidak diizinkan masuk'," Mitha buru buru menolak.

"Terus? Bagaimana kalau kita malam malam -maksud Mama saat para pekerja itu tidak sedang bekerja- pergi kesana?" Menurut Mitha advice itu lumayan.

"Boleh juga... aku, Mama dan Ayah ya!" Mitha lumayan senang dengan advice Mama. Its pretty cool, pikirnya.

Malam harinya

"Kita sudah sampai," Ayah Mitha memberikan komando untuk turun dari mobil. Mitha dan Mama Mitha turun setelah dibukakan pintu oleh Ayahnya.

"Yah... sudah hancur bagian atas..." Mitha menunjuk bagian atas gedung yang sudah hancur. Mereka sudah masuk ke dalam aula. Kali ini Mitha bisa melihat bintang bintang berserakan di langit dengan pemandangan aula yang lumayan indah.

"Kamu mau masuk atau kita diam di sini?" Ayah Mitha mulai agak bosan diam di aula.

"Kita masuk," Mitha menarik tangan Ayah dan Mamanya secara bersamaan, mereka pun lumayan kewalahan menghadapi anak mereka satu satunya.

"Sekarang gedung ini tidak indah seperti dulu," Mitha terlihat sedih. Ya, banyak sekali semen -atau apalah itu- berserakan. Mitha bahkan sempat jatuh di tangga. Kasihan sekali.

Mitha melihat sebuah bayangan melintas di dekat loker. Seperti transparan, terlihat seorang wanita sedang menggendong anaknya -tapi keadaan mereka lumayan tragis, bola mata bayi itu seperti hilang dan yang hanya ada putih bersih tanpa noda dan ada pisau tertancap di punggung si wanita- dan menyanyikan lagu nina bobo. Begitu Mitha berkedip, bayangan itu menghilang dan dia langsung memberi tahu Ayah Mamanya.

"Ayah, Mama, lihat bayangan tadi tidak?"

"Jangan berhalusinasi," Ayah langsung menarik tangan Mitha, "kita pulang. Ini sudah jam sembilan dan kamu belum belajar sama sekali," tangan Mama pun jadi korban Ayah. Hahaha, lucu.

"Besok kan libur. Masa aku belajar juga?"

"Kalau gak belajar kapan cita citamu terkabul?"

Mereka hanya diam dan langsung menaiki mobil begitu sampai di tempat parkiran yang berserakan semen atau apalah itu. Kapan dibersihkan?

Pagi harinya

"Oaaah~" Mitha menguap. Dia kemarin bermimpi tentang bayi kemarin. Bayi itu ada di pangkuan Mitha dan adegan setelahnya tidak Mitha ingat. Dia bangun dengan keringat dingin.

"Bayi itu ngeri," Mitha hanya melesat ke kamar mandi, mencuci muka, kumur kumur, lalu sisiran. Ia pun langsung berlari kecil ke ruang makan. Dasar Mitha.

"Ada spageti dan minumannya jus jeruk," Mama Mitha menata makanan di meja makan.

Mitha tidak menghiraukan dan justru memperhatikan jendela. Dia melihat wanita dengan bayi kemarin. Dia merasa itu bukanlah hal yang baik. Menurutnya dia sudah jadi indigo.

"Ma, lihat itu di jendela," Mitha menunjuk jendela. Dia berkedip saat itu dan hilang lagi bayangan itu.

"Tidak ada apapun," Mama Mitha menggeleng pelan, "jangan berhalusinasi atau kamu akan masuk RSJ. Oke, Mitha?"

"Ugh... tapi tadi memang ada sesuatu disana!"

"Ayah pergi kerja," Ayah Mitha berlari kecil ke pintu. Sepertinya mengejar keterlambatan.

"Hei makan du--"

"Sorry aku udah mau telat"

Dan saat Ayah Mitha melewati pintu keluar, Mitha melihat bayi sedang memegangi kaki Ayahnya. Bedanya seluruh tubuhnya penuh dengan darah dan pisau. Kulitnya hitam seperti terbakar api. Mitha ngeri lalu mengalihkan perhatian ke makanannya. Tapi begitu melihat makanannya, dia justru melihat usus duabelas jari. Mitha jijik. Tapi sekali berkedip berubah jadi spageti.

"Apa yang terjadi denganku?" Pikir Mitha.

Bersambung

Author Message

Sorry ya bagi yang ngefans sama Kuudetta, Kuudettanya dihapus...

Yang nanya kenapa adakah?

Soalnya waktu mau ngelanjutin Kuudetta, aku nyari nyari filenya di dokumen... ternyata kemarin gak sengaja aku hapus.

Maap yaa fansnya Kuudetta :w maunya sih aku diemin tuh Kuudetta, tapi aku gak punya ide untuk part selanjutnya...

Hai gimana firstchapnya? Aneh? Ngeri? Jelek? Bikin penasaran? Ah sudahlah authornya terlalu kepo.

Ya udah, seperti biasa rvcnya ditunggu...

Sayonara. Part kedua mungkin lebih sadis lagi...

A Terrible NightWhere stories live. Discover now