Di sekolah Alana masih saja memikirkan perkataan Adrian. Ketiga sahabatnya merasa aneh saat melihatnya menyendiri.
"Lo sakit?"
Edgar menghampiri Alana, ia menempelkan sebotol minuman isotonik di pipi Alana, membuat gadis itu terkejut karena ada benda dingin yang menempel di pipinya.
"Enggak, cuma lagi kepikiran aja." Alana membuka minuman itu dan meminumnya seteguk.
"Sejak lo pacaran sama Adrian, perasaan lo lebih sering mikir. Udahlah, lo putusin aja dia, daripada lo keseringan mikir." Alexis memberikan siraman rohani pada Alana.
"Ngomong apa sih, lo? Kalau nggak bisa ngasih saran yang bermanfaat mending diem deh!" Edgar menatap Alexis dengan tajam.
"Kalau gini caranya, gue jadi malas pacaran. Enakan jomblo, yang penting gue bahagia." Darrel menimpali.
"Halah, giliran valentine pada ngenes lo!" cibir Alana.
"Ada masalah apa, sih?" Edgar bertanya dengan penuh perhatian. Membuat Alexis dan Darrel mencebik kesal.
"Gue mau kawin."
"Apa!" Ketiga cowok itu serempak berteriak histeris. Alana mengorek telinganya yang berdenging setelah mendengar teriakkan mereka.
"Ya-yang bener lo?" Alexis bertanya sambil memelankan suaranya, ia juga celingukan melihat ke kanan dan ke kiri.
"Iya."
"Gue nggak nyangka gaya pacaran lo sama Adrian kayak gitu."
"Jangan salah paham lo! Gue sama dia belum pernah investasi." Alana segera memukul kepala Alexis dengan gulungan buku.
"Terus kenapa lo buru-buru kawin?" Edgar menatap Alana tajam.
"Dia mau kerja di Sidney."
"Terus lo mau dibawa ke sana?"
"Iya."
"Wah, gaya lo. Keren tau bisa tinggal di Aussie." Darrel menepuk pundak Alana. Merasa sangat girang sekali, padahal bukan dia yang akan berangkat ke luar negeri.
"Kalian nggak takut kehilangan gue?" Alana bertanya dengan sedih, kenapa tak ada orang yang merasa bersedih akan kepergiannya.
"Gue belum cerita, ya? Gue mau kuliah di Inggris, bokap gue yang nyuruh." Alexis mulai bercerita.
"Widih, gaya! Bisa ketemu mister Bean lo." Lagi-lagi Darrel berteriak kegirangan.
"Doain gue pulang bawa pacar bule, ya?"
"Iya, gue doain. Tapi ntar lo ngomongnya gimana? Lo aja bahasa Inggris bisanya I love you, Wellcome, sama no smooking doang."
"Gampang lah, ada google translate."
"Lo sendiri kuliah di mana, Gar?" Alexis bertanya pada Edgar.
"Mama gue pinginnya gue tinggal sama dia, terus gue kuliah di sana. Tapi ...." Edgar melirik ke arah Alana, tapi sayangnya gadis itu tak peka. Ia malah sibuk mengaca di ponselnya, membenahi letak poni pagar kecamatannya.
"Gila, semua pada sekolah ke luar negeri, gue doang di Depok." Darrel merasa iri dengan nasib teman-temannya.
"Dahlah, masih untung lo dikuliahin sama bokap lo, daripada disuruh nerusin usaha empang dia." Alexis menghibur Darrel. Mereka berpelukan najis.
"Iya juga, sih. Tapi janji kita ngumpul lagi kalau kalian lagi pulang ke Indo." Darrel mengangkat kelingkingnya.
"Kayaknya gue nggak bakal ikut dia, deh." Alana tiba-tiba bicara, membuatnya menjadi pusat perhatian.
"Lo mau LDRan, gitu?" tanya Edgar khawatir.
"Nggak tau, mumet banget gue. Dianya nggak mau LDRan. Katanya terserah gue, mau nunggu dia apa nggak."
"Sama aja hubungan kalian nggak jelas, dong?"
"Hua, Edgar! Bantuin gue mikir." Alana memukuli pundak Edgar.
"Ngikut aja sono."
"Kok lo kayak bang Paul, sih? Lo nggak takut kehilangan gue apa?"
"Mau gimana lagi? Lo 'kan nggak bisa jauh sama dia. Kalau di sana dia ketemu cewek lain, gimana?"
"Hua ... Kok lo malah ngomporin gue, sih?"
"Cuma ngingetin, sebelum lo menyesal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Mupeng (Complete)
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.