04 :: Choking On Flowers

509 118 42
                                    

BINTANG-GEMINTANG bertaburan di atas kanvas yang telah disapukan warna kelam. Suara hewan malam saling bersahut-sahutan layaknya simfoni, menemaniku dalam menyelesaikan tugas, yang apesnya terakhir dikumpulkan esok hari.

Kuregangkan otot lenganku tepat ketika jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Iris obsidianku memerhatikan beberapa lembar kertas yang telah disesaki oleh tulisanku. Tulisanku lama kelamaan berubah menjadi ceker ayam. Mungkin, lebih buruk dari itu. Ah, bodo amat. Yang penting tugas sudah selesai.

Aku mematikan lampu dapur setelah mencuci cangkir dan mengembalikan toples kue. Sepertinya aku tak akan cepat tertidur, mengingat baru menghabiskan secangkir kopi. Mungkin, ide begadang untuk malam ini saja tidak terlalu buruk.

Tap, tap.

Di keheningan malam seperti ini, suara sekecil apa pun bisa terdengar dengan jelas. Aku memandang ke arah pintu rumah. Suara langkah kaki tadi begitu terdengar dengan jelas walau hanya beberapa detik.

Siapa gerangan yang akan bertamu pada larut malam seperti ini? Tentu saja, jawaban yang paling memungkinkan cuma pencuri.

Kini, tanganku telah menggenggam sebuah pemukul bola kasti. Sebenarnya aku ingin mengambil raketku, namun raket tidak begitu efektif untuk dijadikan sebagai alat pemukul.

Tepat setelah pintu kubuka, kulayangkan pemukul kastiku dengan sekuat tenaga. Pada detik itu pula, aku terkejut.

"Aduh, [Name]!" Chifuyu mengaduh seraya memegang pipi kanannya yang mulai bewarna keunguan gara-gara terkena pukulan pemukul bola kastiku.

Dengan segera, aku suruh dia masuk ke dalam. Sementara Chifuyu tengah beristirahat di sofa, aku mengambil kain kering dan beberapa es batu dari kulkas. Tak ketinggalan pula kotak P3K dan segelas air putih.

Chifuyu masih berkeluh kesah ketika aku menghampirinya. Dengan tatapan datar, aku cuma berujar, "Ya maaf."

Kutempelkan seperlahan mungkin es batu yang sudah kubaluti dengan kain kering ke luka memar Chifuyu, lantas aku berdeham. "Memangnya, siapa juga yang menyuruh untuk bertamu pada larut malam seperti ini?" Aku sengaja menekankan nada bicaraku.

Cowok di hadapanku cuma terkikik pelan. "Ya maaf. Kebetulan tadi ada rapat dan kebetulan juga, seharian ini aku tidak berjumpa denganmu."

Kunaikkan alis kananku. Tanganku masih sibuk dengan luka memar Chifuyu, jadi aku tak begitu menaruh perhatian pada perkataannya.

"Aku merindukanmu."

"Begitu." Kuanggukkan kepalaku, seraya mengatupkan bibir. Nyatanya, hatiku kini tengah jumpalitan bak di diskotik.

"Cuma itu balasannya?"

Perban elastis mulai menutupi luka memar Chifuyu. "Terus aku harus ngapain?"

Cowok itu kini mempoutkan bibirnya, memperlihatkan ekspresi merajuknya. "Ya kau jawab 'aku juga merindukanmu, Chifuyu-kun' . Begitu."

"Kau mengharapkan aku berkata seperti itu?" Jarang-jarang aku menggoda Chifuyu seperti ini. Biasanya, dia yang paling gemar dalam urusan menggodaku.

Karena sadar sekaligus kesal, Chifuyu mengalihkan pandangannya dan aku bisa mendengar keluhannya. Aku tertawa.

Kusodorkan segelas air putih. Karena tidak digubris, akhirnya pundaknya aku colek beberapa kali.

"Minum. Aku mau menghangatkan gyoza dulu." Aku beranjak berdiri, namun lengan kananku ditahan.

"Jangan pergi."

hard feelings [chifuyu m.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang