Semenjak kejadian kemarin, setiap kali Sakura dan Gaara melakukan pertemuan hanya untuk sekadar memberitahu tentang perkembangan rumah sakit, rasanya menjadi sangat canggung. Bahkan Gaara terdengar beberapa kali berdeham. Saat ini pun, Sakura ada di kantor Kazekage.
"Besok hari terakhirmu. Apa ada yang kau inginkan?" tanya Gaara yang memecah keheningan.
"Kurasa tidak."
Mata Sakura tiba-tiba tertuju pada dua pot tanaman kaktus yang dibeli Gaara kemarin. Gaara meletakkannya di bingkai jendela. Menambah kesan indah di dalam ruangan itu.
Namun, sesuatu yang mencolok menyoroti indra penglihatannya. Ada bunga sakura kecil yang menancap di tanaman itu. Sakura dengan refleks mendekat, membuat Gaara salah paham dan berpikir jika Sakura akan mendekatinya.
"Kau menambah bunga sakura di pohon kaktus?" tanya Sakura yang masih terpaku pada kaktus-kaktus itu.
"Ya," jawab Gaara, "untuk mengingatmu."
Sakura langsung berbalik. Jarak mereka yang begitu dekat, membuat mereka saling menatap dengan gugup, "o- oh, kurasa bukan ide yang buruk."
"Apa kau pernah berpikir akan ada musim semi dan bunga merah muda yang bermekaran di gurun pasir ini?"
Pertanyaan Gaara itu membuat Sakura sejenak bungkam seribu bahasa. Ia tidak bisa menjawab, ia takut menyinggung perasaan sang pemimpin dari desa yang penuh dengan pasir ini.
"Kurasa aku baru memikirkannya setelah kau mengatakan itu."
Gaara menatap Sakura dengan sorot mata yang dingin namun terkesan biasa, "aku sudah pernah merasakannya."
"Benarkah? Apa itu menyenangkan?" tanya Sakura dengan sumringah.
"Awalnya memang menyenangkan. Namun ketika tiba-tiba cuaca berangin menerpa, membuat bunga-bunga itu beterbangan."
Sakura tidak mengerti makna tersirat dari apa yang Gaara ucapkan. Jelas sekali Gaara tidak ingin mengatakan secara gamblang bahwa ia tidak suka dengan kedatangan Sasuke ke desanya jika hanya untuk menemui Sakura.
"Aku jadi ingin merasakannya," ucap Sakura sambil menghadap ke jendela. Ia tersenyum, menatap warga desa yang ke sana ke mari.
"Aku juga," tutur Gaara, "dengan syarat jangan ada angin yang datang hanya untuk mengacau."
Sakura terkekeh, "kau ini lucu sekali, Gaara-san. Bukankah kau seorang Kazekage dan Temari-san pengguna angin yang hebat, tapi sepertinya kau membenci angin?"
"Aku benci angin berwarna merah."
Sakura menaikkan kedua alisnya. Ia hanya berpikir apakah angin memang memiliki warna, "a- ah, begitu ya."
Sakura langsung berjalan menjauh dari tempat Gaara duduk. Ia menjadi semakin gugup ketika melihat ekspresi dingin pria itu, "maaf, Gaara-san. Tapi aku harus ke rumah sakit sekarang."
Ketika Sakura hendak pergi, Gaara langsung menghampirinya, "aku akan mengantarmu."
"Eh?"
Tanpa berucap apapun, Gaara langsung menarik Sakura keluar dari gedung Kazekage. Dan lagi-lagi hal yang saat pertama kali Sakura datang terjadi. Ia membungkukkan badannya kepada para ninja yang berbaris di koridor.
Sesampainya di rumah sakit, Sakura menjadi sorotan karena ia diantar oleh Kazekage yang bertampang dingin dan dipuji tampan itu.
"Kurasa kau bisa kembali ke kantormu, Gaara-san."
"Aku akan mengunjungimu setelah kau selesai dengan pekerjaanmu," tutur Gaara, lalu melengos pergi meninggalkan Sakura yang bingung.
Sakura pun berjalan ke kantor sementaranya. Ia terkejut ketika mendapati Yuura berada di pintu dengan tatapan jahilnya.
"Sakura-san, kurasa anda sangat cocok dengan Kazekage-sama," ucap Yuura berakhir dengan cekikikannya.
Sakura memutar bola matanya malas. Gadis itu sama saja seperti Ino, senang menggodanya. Tanpa memedulikan Yuura, Sakura masuk ke dalam kantor. Disusul oleh Yuura yang berteriak-teriak memanggil namanya.
"Sakura-san, kudengar besok adalah hari terakhirmu bertugas di sini ya?" tanya Yuura dengan wajahnya yang dibuat sedih. Sakura hanya menanggapi dengan anggukan.
"Sayang sekali... padahal aku ingin melihatmu bersama Kazekage-sama lagi," Yuura menunduk lesu, "aku akan mendukung kapalku supaya bisa berlayar!"
"Berhentilah, Yuura."
Yuura hanya cengengesan. Tangannya refleks menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "tapi aku benar-benar akan merasa ada yang kurang jika tidak ada anda, Sakura-san."
Sakura menepuk pundak Yuura dengan lembut, "aku masih bisa mengunjungi desa ini, Yuura. Aku belum mati."
Tiba-tiba panggilan darurat dari ruangan IGD membuat Sakura dan Yuura langsung berlari menuju ke sana. Mereka kembali disibukkan dengan kegiatannya.
Pasien-pasien sekarat yang nyawanya hampir tercabut dari raga membuat Sakura harus mengerahkan segala kemampuannya.
Hingga akhirnya, pekerjaan mereka pun selesai. Sakura yang sedang merenggangkan otot-ototnya yang terasa pegal sambil berjalan menuju kantornya dikejutkan dengan kehadiran Gaara. Berdiri sambil bersidekap dada memang ciri khasnya.
"Bagaimana bisa kau ada di sini?"
"ANBU yang memberitahuku."
Sakura pun mempersilakan Gaara untuk masuk ke kantornya lebih dahulu, lalu disusul olehnya. Tanpa basa-basi, Gaara langsung duduk dengan kaki menyilang di sofa.
"Apa kau lelah?" tanya Gaara, ketika Sakura sudah duduk di sofa yang lain di sebelahnya.
"Lelah itu wajar," jawab Sakura sambil tersenyum, "aku tidak ingin menjadikan pekerjaan yang kusukai sebagai beban."
"Kau hebat."
Sakura menundukkan kepalanya. Ia merasa malu karena mendapat pujian dari Gaara. Padahal pujian seperti itu bukan baru sekali ia dapatkan. Entahlah mengapa rasanya berbeda.
"Besok aku ingin mengantarmu pulang. Apa kau tidak keberatan?"
Sakura menggeleng, "tidak. Tapi apakah tidak apa-apa jika kau meninggalkan desa?"
"Aku meninggalkan desaku untuk mengantarkan calon ibu pemimpin Sunagakure kembali ke desanya."
"Eh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Days with Gaara
Fanfiction━━━━━━ 𝐀𝐍𝐈𝐅𝐀𝐍𝐅𝐈𝐂 © 31/05/2021 haarunorin !¡ disclaimers ¡! Naruto © Masashi Kishimoto Inspired by anime: Naruto Shippuden and other writers