Chapter 01 : Perintah Pertama

24.6K 255 3
                                    

Sudah biasa melihat kantor ini begitu padat dengan orang-orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka. Gedung yang memiliki tinggi 12 lantai lengkap dengan seluruh permukaannya berlapis kaca tebal berwarna biru. Adalah tempat dimana Hellen bekerja keras untuk menyambung kebutuhan hidupnya.

Nampak dari balik lantai 5 bangunan tinggi ini, terdapat begitu banyak bilik kantor yang menjadi tempat bagi setiap karyawan untuk bekerja. Dan mereka diberi kebebasan untuk memperindah ruang kecilnya tersebut.

Suara printer besar yang berdecit-decit mencetak data penjualan dan administrasi lain terdengar sangat bising. Apalagi dengan suara teriakan-teriakan dari rekan kerja ke temannya yang lainnya. Membuat suasana kantor ini terasa sangat ramai dan gempar.

Namun itu tidak berlaku untuk Hellen sekarang. Ia hanya termenung diam di dalam biliknya sambil meratapi surat hutang yang diberikan oleh Atasannya tadi. Akalnya tidak menyangka kalau orang berkelas seperti Robert nekat ingin melecehkannya sampai ingin menjadikannya sebagai budak seks untuk dirinya sendiri.

Ia sampai tidak bisa fokus memikirkan pekerjaannya karena kepalanya terngiang-ngiang dengan kata-kata budak seks terus-menerus.

Dan sebelum Hellen keluar dari ruang Robert waktu itu, ia diberitahu oleh Robert langsung kalau informasi tentang hutang suaminya hanya dirinya dan beberapa orang audit saja yang tahu. Jadi ia meminta kepada Hellen untuk tidak perlu takut dengan apa yang sudah diperbuat oleh mendiang suaminya dulu kepada rekan kerja lainnya.

Tentu saja Hellen bersyukur karena kabar itu belum tersebar luas ke seluruh lantai perusahaan ini. kalau sampai berita menghebohkan ini bocor ke karyawan-karyawan lain. Hellen tidak tahu lagi harus memasang muka seperti apa kepada mereka.

Perasaan Hellen sangat campur-aduk dimana ia masih merasakan kehilangan sosok Ayah untuk putrinya dan juga mendapat musibah hutang yang sangat besar dari atasannya sendiri.

Hellen tidak yakin bisa melunasi hutang-hutangnya seumur hidup bila dia hanya bekerja seperti ini saja. Tapi dengan cepat Hellen membuang pikiran jelek itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ia yakin bila nanti kedepannya pasti akan ada jalan untuk menyelesaikan masalah yang ia hadapi sekarang ini. Matanya kembali bersemangat dan mengepalkan kedua tangannya sambil menyemangati dirinya sendiri.

"Kamu pasti bisa ngejalaninya, Hellen. Semangat, Hellen. Semangat."

Tanpa sadar suara gumamannya itu sampai terdengar oleh rekan kerjanya yang lewat dari bilik meja kerjanya barusan.

"Kamu kenapa, Len? Sampe kumat-kamit begitu?"

Hellen pun menoleh kaget ke arah sumber suara itu.

"Ehh ... enggak kok, Mas Drian. Cuma ngehibur diri doang."

Dia Murdriantono Tunggak, Senior Hellen. Tapi orang-orang banyak memanggilnya dengan panggilan Drian. Pria tampan ini dulu pernah membimbing Hellen saat pertama kali ia bekerja di perusahaan ini.

Ia sangat baik dan sopan, Wajahnya juga sangat enak untuk dipandang dengan kemeja biru muda dan celana dasar hitamnya. Membuatnya terlihat begitu awet muda. Padahal umurnya sudah masuk ke usia 35 tahun.

Hellen pernah dengar kalau Drian ini adalah seorang duda beranak satu. Karena istrinya tidak dapat diselamatkan saat setelah ia melahirkan anak pertamanya. Dan membuat Hellen kagum dengan pria ini ialah saat ia harus membesarkan anak laki-lakinya seorang diri selama bertahun-tahun lamanya.

Tak sedikit dari para wanita di kantor ini mencoba untuk mendekatinya. Tapi semuanya berakhir dengan hubungan pertemanan saja. Tak ada satupun hawa yang berhasil menggoda pria itu untuk menjalin hubungan serius kembali.

PasrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang