Waktu berlalu, saking cepatnya hingga aku harus berhati-hati memilah setiap apa yang sudah terjadi. Tahun ke-empat hubungan kami berjalan. Aku seperti tidak mau menyerah kepada keadaan. Semua orang memang belum mengetahui hubungan kami dan selamanya mungkin mereka tidak akan pernah tau. Belakangan aku ketahui kalau orang tua Becky akan menjodokan putrinya dengan pilihan mereka. Mungkin aku tidak seharusnya terkejut atau malah sampai terpukul, karena aku sudah tau ini dari awal. Adanya aku dikehidupan Becky bukanlah sebuah jawaban, tidak bermaksud untuk melukai hatiku sendiri tapi aku sadar kalau aku hanyalah persimpangan baginya. Apakah selama ini aku mengetahui bagaimana Becky berjuang ? Aku rasa tidak. Ia bilang bahagia bersamaku, pernahkah aku dengar keluhnya atas sikapku yang tak kunjung dewasa ? Ia bilang tidak ingin aku pergi, tapi apakah itu masih jadi isi hatinya saat kata-kata kasarku melukainya ?
Sebenarnya. kami tidak seharusnya menghitung sebuah hari yang kami sebut dengan anniversary itu setiap tahunnya. Kami ini lucu, disetiap hari jadian kami atau aku sebut saat akhirnya dia mengirimkan suratnya itu kepadaku-aku selalu melupakannya. Aku hanya mengikuti keinginan Becky, kalau dia hitung maka aku juga akan lakukan hal yang sama. Kalau dia ingin ini lebih lama, tentu aku akan memperjuangkannya.
"apa kau selalu lupa pada tanggal jadian kita ?!" pekiknya.
"aku bahkan kau gantungkan sampai pada akhirnya surat itu aku terima" timpalku.
"itu hanya jawaban yang kau hafal !" bentaknya.
"bisa kita berbicara baik-baik ? kau tidak perlu berteriak" ucapku perlahan.
Ia membanting gelas yang berisi air itu ke lantai. Pagi itu terlalu indah untuk jadi hari yang kejam. Dari semalam kami bertengkar, seharusnya pukul dua belas malam lalu aku mengucapkan "happy anniversary, sweetheart" atau apapun itu yang menyatakan bertambahnya umur hubungan kami. Tapi selama empat tahun ini aku selalu melewatkannya. Pasti Becky dan hanya dia saja yang 'nampaknya' memperhitungkan hubungan kami.
Aku tidak mau ? kau pasti bercanda ! Akan aku bawakan kepadanya salah satu dari tujuh ke-ajaiban dunia itu kalau seandainya dia mau. Semua ini aku lakukan agar tidak ada yang terluka diantara kami berdua. Sejak kata kami bermula, aku sudah yakinkan kepada diriku untuk tidak menganggap ini sebagai sebuah hubungan yang bisa dihitung tiap tahunnya. Tidak ada alasan yang dapat menguatkan. Aku berpikir kalau cinta itu bukan soal angka tapi bagaimana kami memaknainya sebagai sebuah perasaan tanpa cela.
Aku terdiam dan menunduk. Becky sudah melipat tangannya dan menangis. Tentu bukan inginku untuk melihatnya terluka karena sikapku. Mungkin separuh diriku sudah ingin meninggalkan dia, entah mengapa Becky jadi cengeng seperti ini. Aku telah temukan lelahku, ini bukanlah hal yang penting untuk diperkarakan. Mungkin Becky hanya wanita biasa, terluka karena hal-hal kecil seperti ini. Tidak, aku tidak mungkin menghindar lagi. Aku harus selesaikan ini. Aku mencintainya lebih dari apapun.
Aku melompat, menghindari pecahan beling itu dilantai. Meski masih ragu tapi dengan satu jangkauan, aku meraih tubuhnya itu kedalam pelukanku. Sejenak aku merasa begitu bersalah, apa sulitnya ucapkan kalimat-kalimat itu ? Ia tidak melawan laju tubuhku, malahan sepertinya nyaman. Aku menyibakkan rambutnya itu kebelakang, mengusap pipinya yang basah karena airmata itu kemudian menatapnya.
"Maafkan aku sayang, kita bisa perbaiki ini" ucapku.
"apakah kau akan selalu bersamaku ?" tanyanya terisak. Aku mengangguk
"aku berjanji" jawabku.
***
Becky berlari menghindariku yang sudah bersiap dengan pistol air. "no.. please ! I've dreesed for your birthday !" katanya yang sudah terpojok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Decision (End)
RomanceNo.. it's not your fault. Maybe, it used to be like this. Let me take away, I'll bring it to death; the love for you. *** 📌Disclaimer : Jadi cerita ini sebelumnya sudah pernah author upload di facebook, dan kali ini dengan sedikit me-remake serta m...