Langkahku gontai menyusuri gelanggang olahraga pribadi milikku. Aku masih belum bisa menerima kenyataan kalau kisahku ini harus benar-benar berakhir. Aku memang tidak bisa katakan kalau cerita cintaku ini indah apalagi sempurna, hanya saja tentang kami itu tidak mungkin bisa ditandingi oleh siapapun. Hari sudah dengan cepat menjadi sore. Aku tidak mungkin lagi memanggilnya dengan sapaan sayang. Lalu kepada siapa aku akan curahkan; segala kasih sayang dengan penantian ? Empat tahun penuh tawa dan tak luput luka itu jadi oleh-oleh sebuah perjalan kami berdua yang kini bisa aku sebut resmi dengan kenangan. Seperti baru saja kemarin aku menyatakan perasaanku, seperti baru saja kemarin kami berciuman tanpa ragu, seperti baru kemarin saja Ia berikan aku kesempatan untuk menjadi wakil dalam olimpiade itu namun kini ? Kenapa kecelakaan itu tak merenggut nyawaku sekalian ?
Aku sedang duduk dikursi panjang, kuluruskan kakiku dan kembali memejamkan mata. Aku punya luka baru yang menggores alisku, sekarang wajahku nampak lucu karena alis kananku nampak seperti terbelah. Ayah kira aku sengaja menabrakkan mobil itu karena minta diperhatikan, kalau saja ayah tau aku sudah tidak peduli lagi pada keadaan keluarga ini. Awan-awan diatas sana terbang karena angin, angin yang sama yang meniup rambutku dibawah sini. Tapi mataku tidak mau terpejam, aku memang selalu suka memandangi kebun dibelakang rumahku. Bunga-bunga yang biasa aku berikan kepadanya semua berasal dari situ. Seorang pesuruh menghampiriku sambil membawa ponsel.
"telepon dari tuan besar, nona" katanya.
"halo ayah" sapaku.
"maafkan ayah karena pertemuan kita tidak pernah bisa menyenangkan" kata ayah.
"aku mulai terbiasa dengan itu ayah" kuraih buah anggur dari cawan lantas memakannya.
"bagaimana lukamu ? ayah sampai lupa tanyakan keadaanmu" katanya.
"aku baik-baik saja, kita hanya butuh jaguar yang lebih santai" timpalku.
"ayah berpikir untuk tidak memberikanmu mainan lagi" ucapnya.
"kenapa ayah ? sehingga aku harus lebih menderita pada kerajaan punya ayah ini ?" tanyaku.
"kau ingin apa ? ayah sudah berikan semuanya. Ayah tidak pernah membuatkanmu satu peraturan saja" katanya.
"whatever.." timpalku malas.
"sudahlah. Ayah dengar kau akan dikirim ke Thailand nanti ?" tanyanya.
"Iya Ayah, aku juga sudah mulai berlatih lagi dengan Pak Rudolf" jawabku.
"itu bagus. Good evening, I love you" ucap ayah pendek.
"I love you too Dad" tutupku.
¤¤¤
Cincin ini berputar tiap kali aku tekan sisi-sisinya. Melingkar, tiada berhenti seperti cintaku untuknya. Tidak ada sudut untuk orang lain dan tidak ada sisi tajam untuk sebuah pengkhianatan. Aku menghela nafas dengan berat. Benarkah ini semua menimpa kami ? semua yang telah terjadi, yang telah kami lewati dan apa yang akan kami hadapi terasa hilang dari jiwaku. Setidaknya aku harus dengar apa pernyataan dari Becky, setidaknya harus ada alasan yang tepat, setidaknya aku harus dengar sendiri dari telingaku kalau memang benar Ia sudah tak mencintaiku
Apa yang sudah aku lakukan ? Becky sudah pasti menderita selama ini. Aku terlalu egois. Aku memenjarakannya begitu saja didalam hatiku. Aku tak pernah memberi kesempatan kepadanya untuk mencari seseorang yang benar-benar tepat untuknya. Ini benar-benar salahku, kesalahan terbesar didalam hidupku karena aku.. secara tidak langsung, sudah menghancurkan hidup orang lain tanpa aku sadari. Mungkin itu kali kedua dalam hidupku, dimana aku berharap untuk tak dilahirkan.
Setiap kali aku memandangi fotonya, maka seperti itulah tergambar sakit hatiku. Setiap kali aku mencoba mengingat setiap kebersamaan kami, maka seperti itulah terkenang lara hatiku. Setiap kali aku coba untuk melupakannya, maka seperti itulah cintaku; tak pernah lekang selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Decision (End)
RomanceNo.. it's not your fault. Maybe, it used to be like this. Let me take away, I'll bring it to death; the love for you. *** 📌Disclaimer : Jadi cerita ini sebelumnya sudah pernah author upload di facebook, dan kali ini dengan sedikit me-remake serta m...