"enam"

757 80 0
                                    

Satu hari ini aku terus berlatih sendiri. Tidak ada kata istirahat lagi, kalau mau menang ya satu-satunya jalan harus berjuang. Namun aku benci untuk mengakui ini semua. Mengapa aku merasa kalau hidupku benar-benar tidak ada artinya setelah Becky pergi ? Seharusnya yang merasa bersalah kan dia ? Dia yang meninggalkan aku ! Dia yang menjalin sebuah hubungan baru dibalik mataku ! Aku heran, seandainya aku mau.. aku bisa saja sewa wanita-wanita jalang itu untuk menari telanjang dihadapanku sekarang tapi aku sadar, bukan itu. Aku tidak mencari hal yang seperti itu. Aku tidak tau apa yang Becky miliki hingga membuatku merasa kehilangannya adalah sebuah bencana besar buatku.

Lelah berlatih justru membuatku berakhir pada kotak tempat aku menyimpan foto-foto lama kami. Ada saat aku dan Becky merayakan valentine pertama kami, aku tersenyum saat memandangi wajahnya itu. Ujung bibirnya terkotori oleh coklat, hari itu dia dapat banyak sekali coklat dari banyak lelaki. Aku sudah telpon pesuruhku untuk menyiapkan coklat sebanyak yang toko-toko coklat itu jual namun Becky malah memarahiku. Ia tetap kekasihku dan sudah tak sepantasnya Ia makan coklat dari laki-laki lain untuk apapun alasannya. Ada pula ketika kami berdua dan teman yang lain menjadi kontingen untuk tingkat provinsi, kami menyumbangkan sebuah emas untuk kelas foil-beregu-wanita. Lalu tidak ketinggalan adalah saat kami berlibur di Singapura. Waktu itu kami disana sekitar satu minggu, mengunjungi berbagai tempat seperti Universal Studio Singapore, Esplanade Singapore dan banyak lagi. Ia nampak sangat cantik disana atau memang dia itu benar-benar cantik. Semua foto-foto ini benar-benar memilukan buatku. Tapi apalagi yang tersisa buatku kalau bukan sebuah gambar ? Kata orang; because even the person change, their photograph don't. Aku tak katakan kalau Becky berubah. Aku tak mau katakan kalau dia sudah jahat kepadaku. Aku sadar kalau hubungan kami ini berlandaskan pada lapisan pasir yang siap menjatuhkan kami kapan saja. Sekarang ini kami sering sekali bertemu kembali digelanggang milik klub namun sekadar saling menatap saja terasa mustahil. Bukankah dia orang yang sama yang aku miliki selama ini ?

¤¤¤

Flashback..

Aku terjatuh ketanah saat itu. Ambruk ke tanah seperti tanpa halangan lagi. Riuh penonton hanya aku dengar samar-samar, apakah ini cidera pertamaku ? Sudah ronde ketiga dan apabila aku tidak bisa bangkit, perjalanan panjangku bersama Tiffany dan Chelsea hanya akan dihargai medali perunggu. Aku sudah salah mengambil langkah menghindar, kaki kananku aku paksa menopang seluruh berat tubuhku.

"FREEN !!!"

Becky berlari menerobos segalanya. Ia teriakan namaku begitu keras, kekhawatiran kekasih yang begitu luar biasa. Ia masuk ke area piste tanpa memperdulikan larangan dari tim penjurian. Ia buka masker milikku dan menyeka wajahku yang penuh dengan peluh. Ia seakan tidak peduli kepada apapun yang bisa 'menyerang' kami saat itu juga.

"stay with me" katanya lalu menatapku.

"I'm fine" timpalku pelan.

Nyeri dikakiku semakin menjadi. Aku dikerumuni beberapa orang, mungkin tim kesehatan. Pelindung kakiku dicopot perlahan dan salah satu dari mereka menyemprotkan obat penghilang nyeri yang cukup banyak pada pergelangan kakiku itu.

"Bagaimana bung Rizal ? nampaknya hubungan asmara antara Becky dan Freen ini begitu terbukti, bukan begitu bung ?" suara komentator itu sedikit menghiburku yang tengah kesakitan. Aku tertawa pada pelukan Becky saat itu.

"kau bahkan bisa tertawa dengan keadaanmu yang seperti ini ?" bisiknya.

***

My Last Decision (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang