Anaya

0 0 0
                                    

Part 03

Hari sudah menjelang malam, Samaira tengah asyik bercengkrama dengan iparnya. Semua hal mereka bahas, rindu yang lama tidak bertemu telah berhasil ditumpahkan. Rina dan Samaira tidak hanya terlihat seperti adik dan ipar saja, mereka terkesan sebagai sahabat sejati.

"Mbak tuh penasaran sama kamu. Apa sekarang belum punya pacar gitu?"

"Belum, Mbak. Ahh ... nanti aja nyari pacarnya. Untuk sekarang sih maunya fokus kerja dulu, nyari uang yang banyak," balas Samaira terkekeh.

"Mau Mbak carikan cowok yang pas?" tanya Rina. Berniat memancing iparnya agar terbuka perihal perasaan.

"Nggak usah, Mbak. Malu lah, masa dicarikan segala seperti yang tidak laku," balas Samaira, tersipu malu.

Gelak tawa akhirnya terdengar dari obrolan mereka. Rina, memang suka sekali jika sudah menggoda adik iparnya. Menurutnya, Samaira itu terkesan malu-malu jika sudah membahas masalah cinta. Oleh karena itu Rina suka sekali menggoda, dan Samaira tidak pernah menganggap serius akan hal itu.

***

Hakim terlibat dalam obrolan serius antara kedua orang tuanya. Ia dicecar kapan akan membawa menantu untuk keluarga mereka. Sementara Hakim adalah satu-satunya anak lelaki dari keluarga itu, karena ia pun memiliki adik perempuan, tetapi ia sudah menjadi janda karena ditinggal meninggal oleh suaminya.

"Kapan kamu membawa menantu untuk mama dan papa?" tanya Hani. Ibunya Hakim.

"Mama harus sabar, kemarin aku udah mencoba melamar Anaya. Namun, ia belum memberi jawaban pasti, katanya belum siap!"  Jawab Hakim serius.

"Sampai kapan mama harus sabar, Hakim?" Terdengar helaan napas Hani yang terkesan berat. "Kalian udah pacaran hampir dua tahun, apa masih kurang untuk saling mengenal," tambahnya lagi.

"Secepatnya akan Hakim bawa menantu untuk mama."

"Jika Anaya tidak siap atau belum siap, cari calon istri yang lain saja!" seru Hani serius.

"Mama."

Wanita yang kian renta, tetapi tetap terlihat cantik itu pergi berlalu meninggalkan anaknya. Sementara Hakim, hanya bisa menarik napas gusar, ia selalu bingung setiap kali mamanya menanyakan soal menantu dan membahas masalah pernikahan.

"Hai, Om."

"Hai, Sayang. Ada apa ke sini?" tanya Hakim, pada keponakan yang cantik.

"Mau bobo sama Om boleh?"

"Heum, boleh."

"Terima kasih Om Hakim. Sila sayang sama Om," ujar gadis lucu itu.

"Om juga. Tadi nenek marah sama Om ya?" tanyanya polos.

"Bukan marah, hanya mengingatkan. Ya udah, ayo kita tidur. Besok, Sila harus sekolah 'kan?" tanyanya.

Sila mengangguk, lantas masuk ke dalam kamar sang Om. Yang menurutnya sudah seperti ayah, karena ayahnya Sila menginggal saat usia dia dua tahun.
_____

Cinta.

Bagi sebagian orang mungkin cinta itu adalah suatu hal yang membahagiaan, pun bisa pula memabukkan. Ya ... begitu juga yang dirasakan Hakim, tetapi semenjak lamanya hubungan rasa cinta itu mulai pudar. Alasannya sederhana, Anaya yang diajak menikah tetapi belum siap, membuat Hakim sedikit memudarkan rasa cintanya itu. Usia Hakim yang sudah tiga puluh dua tahun, seharusnya sudah menyandang status seorang suami juga ayah. Namun, nyatanya tidak untuk saat ini. 

Selepas menceritakan sebuah dongeng pada Sila, Hakim memilih terjaga meski malam sudah larut. Ia membuka lemari, mengambil sebuah album foto dan membuka laptop. Melihat semua kenangan tentang dirinya bersama Anaya, foto mesra. Bahkan sudah seperti foto yang mempersiapkan untuk pernikahan. Ada foto tersenyum, tertawa, bahkan foto gemas Anaya yang pura-pura merajuk, semua itu diambil lantas diabadikan  dalam sebuah album.

Terjebak Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang