Hakim & Maira

0 0 0
                                    

Part 04

Hakim dan Anaya pergi untuk menikmati makan siang mereka di tempat favoritnya. Seperti biasa, meski sedikit kecewa Hakim tetap menjaga perasaan sang kekasih. Sudah menjadi kebiasan dari Anaya bercerita  banyak hal pada pria pujaannya. Sepanjang jalan pria itu hanya menjadi seorang pendengar yang setia. Hakim rela melakukan banyak hal untuk Anaya, gadis yang dipercayainya akan menjadi pendamping hidup. Meski akhir-akhir ini, rasa percaya seakan memudar dengan perlahan.

"Kamu kok tumben nggak pakai jas yang dari aku, memangnya jas itu ke mana?" tanya Anaya. Baru menyadari bahwa Hakim tidak memakai jas pemberiannya.

Mendangarnya, sontak Hakim terperanjat. Ia menggaruk tengkuk yang tak gatal, seketika dia tersenyum manis pada Anaya. Bersikap tenang, mencari sebuah jawaban agar kekasihnya tak curiga akan kecerobohan yang dilakukan.

"Jasnya ... masih basah!" Hakim, mengarang cerita.

"Basah?" tanya Anaya, penuh selidik.

"I-iyaa, soalnya kemarin aku yang cuci sendiri. Nggak menyuruh asister rumah tangga atau pergi ke laoundry," imbuh Hakim tersenyum. Menjelaskan alasan karangannya.

"Ouh gitu. Kirain kamu udah nggak mau pakai pemberian dari aku," balas Anaya tersenyum.

Tangannya, ia lingkarkan ke lengan Hakim yang tengah menyetir. Kepalanya dia sandarkan di pundak si pria, Anaya kerap kali seperti itu. Bermanja-manja meski sekali pun Hakim tengah menyetir, dan Hakim selalu memahami dirinya, meski sebaliknya Anaya yang jarang memahaminya.

Hakim tersenyum, terdengar sebuah helaan napas lega. Setidaknya dengan begitu, Anaya tidak terlalu banyak bertanya. Mau bagaimana lagi selain mencari jawaban lain, karena jas itu berada pada orang lain. Yang tidak mungkin bisa diambil oleh Hakim, bagaimana caranya? Ia pun enggan untuk bertemu dengannya lagi.

Indahnya cinta masih terasa meski semakin sedikit adanya. Anaya, bagi seorang Hakim adalah sesosok wanita yang sempurna, ia cantik, pintar, bahkan bisa dibilang diadaman para pria. Akan tetapi, ada satu kekurangan darinya, yaitu belum bisa memasak. Padahal memasak adalah bagian terpenting pagi seorang wanita, apalagi ketika nanti dirinya menikah. Konon, kata sebagian orang, suami akan betah berada di rumah jika istrinya pandai memasak dan menyenangkan hatinya. Karena itu kecantikan tidaklah cukup jika tidak dilengkapi oleh kepandaian memasak atau menghidangkan sesuatu bagi pasangannya.

***

Angin sore menyejukkan hati sesorang yang tengah dilanda kebingungan. Ya ... semenjak kejadian wakti itu dan pertemuan keduanya, Samaira merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Terutama ia harus melihat jas Hakim tergantung di kamar. Samaira bingung harus apa, ingin sekali dia mengembalikan pada pemilikinya, tetapi tidak tahu caranya. Tidak mungkin juga harus dikembalikan pada Anaya, bisa-bisa wanita itu bertanya kenapa jas kekasihnya ada pada orang lain. Bisa jadi akan ada sebuah masalah bagi pasangan itu, atau bahkan pada Samaira sendiri nanti.

Gelisah, rasa takut selalu dirasa oleh Samaira. Tidak ada yang tahu, pasca kejadian itu, Samaira sedikit berbeda. Ketakutan selalu dirasanya, ia trauma jika mengingat semuanya. Beruntung kala itu ada orang sebaik Hakim yang menolongnya, jika tidak entah akan seperti apa nasib Samaira.

Takdir, entah bagaimana takdir dari Samaira. Kebaikan Hakim yang dilihatnya, membuat dia merasakan sesuatu yang tak biasa, tetapi entah apa? Mungkin suatu kekaguman saja karena kebaikannya. 

Ketika tengah memikirkan hal tak biasa, Samaira tercekat kala melihat sebuah pesan masuk. Sudah seperti kilat saja ia melihat pesan itu, rupanya dari Anaya.

[ Maira, besok datang ke rumah ya. Aku mau minta tolong, ajari aku memasak ya, Please. Nanti aku kasih bonus deh, ini demi hubungan aku sama Mas Hakim. ]

Terjebak Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang