Hay, maaf ya, jarang up. Authot mohon, jan jadi pembaca gelap. Tolong vote ya, hargai karya, Author! Gratis kok! Ou iya, jangan lupa mampir juga di cerita GUPAN. Makasih.
***
"Ya, Allah, Non. Non Nara, gak papa?" tanya Bi Inah, setelah menyambut kepulangan Nara.
Nara berjalan gontai memasuki rumah, di sampingnya masih ada Erlan. Mereka semua langsung duduk di sofa. "Bi, tolong bawain handuk, dong! Kasihan Nara, tadi kehujanan," titah Erlan, yang langsung di balas angguk 'kan oleh Bi Inah.
Dengan tergesa-gesa, Bi Inah pergi ke dapur. Sedangkan Nara, masih di ruang tamu bersama Erlan. Gadis itu, menatap kosong ke depan. Rasa sakit di dada, masih menggerogoti hatinya, dadanya masih terasa sesak.
Nara menatap ke arah kamar orang tua nya, gadis itu, kembali menetes 'kan air mata. Sebegitu bencinya 'kah, orang tua Nara padanya? Sehingga ia hilang saja, tidak ada satu orang pun yang mencari. Bukan hanya mencari, khawatir saja tidak! Dalam hidup Nara, ia selalu berpikir, apakah ia, adalah anak kandung mereka atau bukan sih? Kenapa mereka sangat kejam?!
"Ini, Non! Biar Bibi, pakein," ujar Bi Inah, kemudian mulai memakai 'kan handuk ke tubuh Nara.
Nara, menatap Bi Inah, dengan mata sendu. "Bi, apa mereka gak cari Nara?" tanya Nara, lirih.
Bi Inah, menggeleng, kemudian mengusap wajah Nara dengan sayang. "Gak papa, Non Nara, masih punya Bibi. Saat mereka tahu, Non Nara menghilang, Tuan dan Nyonya, malah pergi liburan ke luar Negeri," jelas Bi Inah, sambil menahan isak tangis.
Nara yang mendengar itu, langsung memeluk Bi Inah dengan erat. Gadis cantik itu, menumpah 'kan semua air matanya di peluk 'kan Bi Inah. "Hiks ... hiks ... hiks ... kenapa mereka, gak sayang sama Nara, Bi? Kenapa?! Hiks ... apa Nara bukan anak mereka?" tanya Nara dengan seseguk 'kan.
Bi Inah mengusap kepala Nara, air mata wanita itu pun, mulai menetes. "Sudahlah, Enon gak usah sedih. Masih ada, Bibi sama Den Erlan. Iya kan, Den?" ujar Bi Inah.
Erlan mengangguk cepat. "Iya, Bi. Benar," jawab lelaki itu.
Erlan merasa sangat sedih, melihat keluarga Nara, yang sama sekali tidak perduli padanya. Dia tidak bisa membayangkan, jika dirinya yang ada di posisi Nara. Mungkin saja, dia sudah melakukan hal-hal aneh.
***
Bel pulang sekola berbunyi. Nara, Erlan dan Angga langsung bergegas ke parkiran. Mereka bertiga, berencana untuk pergi ke rumah Rina. Kebetulan, hari itu, Rina tidak masuk sekolah.
Nara menaiki motor Erlan, sedangkan Angga menaiki motor nya sendiri. Saat mereka ingin, pergi, tiba-tiba Setia muncul. Lelaki itu, berjalan mendekat ke arah Nara.
"Nara, saya ingin, bicara sama kamu," ucapnya.
Nara hanya menatap sekilas Setia, kemudian ia berusaha tersenyum. "Maaf Pak, saya gak ada waktu!" Nara memeluk perut Erlan, secara tiba-tiba. "Ayok! Kita, masih ada kerjaan!" titah Nara.
Erlan mengangguk, lelaki itu, mulai menjalan 'kan motornya, meninggal 'kan sekola. Terlihat, Setia menghembus 'kan nafas kasar. Sebenarnya, Setia ingin menjelas 'kan masalah kemarin. Namun ... dia harus mengundur kan niatnya, saat ini!
***
Setelah menempuh waktu yang cukup lama, akhirnya mereka tiba, di rumah Rina. Terlihat rumahnya, sangat sepi. Rumah Rina, nampak megah namun sedikit seram. Karena cat rumah, yang mulai mengelupas dan halaman rumah yang berantakan. Seperti jarang di bersihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Listen to Me
Teen FictionMemiliki sebuah anugerah dari yang maha kuasa, mampu membuat sebagian orang senang dan bahagia. Kenapa? Karena mereka diberikan kelebihan yang tidak dimiliki oleh semua orang. Namun ... bagaimana jika anugerah itu, malah membawa petaka? Membuat kali...