***
[Ruang Guru]
Brak!
"Apa-apaan ini?! Kenapa, ada peristiwa seperti ini, kalian tidak berbicara pada saya?!" murka seorang pria paruh bayu.
Bu Yola selaku Kepala Sekola, SMA Garuda Jaya, hanya bisa menunduk takut, begitupun dengan semua guru. Sedang 'kan Setia? Lelaki itu, hanya melamun memandang kosong kedepan. Disampingnya terduduk Erlan, yang sama-sama melamun. Mereka seperti memiliki raga ... tanpa jiwa!
Bu Yola menarik nafas perlahan, berusaha untuk bisa setenang mungkin. "Ma— maaf, Pak. Saya, selaku Kepala Sekola disini, meminta maaf yang sebesar-besarnya pada Bapak. Saya, juga, tidak mengerti tentang mengapa disekolah kita, mendadak ada siswi yang melaku 'kan bunuh diri. Dan ... Nara yang tiba-tiba menghilang."
Pria paruh baya itu, hanya bisa menghembus 'kan nafas kasar. Dengan tatapan tajamnya, dia melirik semua guru yang tertunduk takut. Terakhir menatap Erlan dan Setia, yang tengah menatap kosong ke depan.
Pria itu, melangkah mendekat kearah Setia. "Berdiri!"
Setia yang masih setengah sadar, hanya melirik sekilas pria yang ada dihadapannya. Semua guru, yang melihat sikap Setia, pada Papanya sendiri hanya bisa menelan ludah mereka masing-masing.
Ya, orang itu, adalah Pratomo — Papa dari Setia, sekaligus pemilik SMA Garuda Jaya.
Rahang Pratomo mengeras, melihat tingkah sang anak. Pria paruh baya itu, tidak menyangka jika anaknya bisa memukul, muridnya sendiri! Hanya demi seorang siswi! Apa-apaan ini, dimana pemikiran lelaki itu? Hanya karena satu siswi, Setia rela menuduh bahkan berkelahi dengan siswa yang lain! Apakah Nara seberharga itu, apakah Nara sepenting itu? Sudahlah!
Plak!
Semua guru termasuk Erlan, menoleh, saat mendengar tamparan yang mendarat dipipi Setia. Wajah Pratomo sudah merah padam, menahan emosi.
Sedang 'kan Setia? Lelaki itu, hanya bisa memegangi pipinya. Kemudian menatap Pratomo tanpa ekspresi.
"Ada apa dengan kamu, Setia? Hanya karena murid baru itu! Kamu rela berkelahi dengan murid lain, hah! Ingat Setia, kamu itu, adalah pewaris sekaligus guru terpandang, disekolah ini! Ingat itu!" murka Pratomo.
Apa dia bilang? 'Hanya'? Mungkin ... dia tidak tahu, jika 'Murid Baru' yang dia sebut. Adalah orang yang sangat berharga dan penting, dalam hidup anaknya itu. Bahkan! Dia tidak menyadari jika anaknya jatuh cinta lagi. Ya ... lagi!
Setia berdiri, diikuti oleh semua guru juga Erlan. "Hanya? Papa bilang 'Hanya'?! Asal Papa tahu, Nara adalah orang, yang sudah nyelametin aku Pa!"
Pratomo mengerut 'kan keningnya tidak mengerti. Begitupun dengan semua guru, merekapun tidak mengerti dengan ucapan Setia. Tidak dengan Erlan, lelaki itu, sudah mengetahui semuanya.
"Maksud mu?" tanya Pratomo bingung.
"Maksud Pak Setia?" tanya Bu Yola kompak dengan guru lain.
Setia tersenyum miris. "Nara pernah selametin saya, dari orang yang berniat membunuh saya!"
Deg!
Kaget?!
Tentu saja Pratomo dan guru lain kaget, mendengar ucapan Setia. Mereka semua tidak tahu, jika Setia pernah dalam bahaya. Dan ... bagaimana Nara bisa menyelamat 'kan Setia? Mungkin itu, yang ada dipikiran mereka semua.
Pratomo memegang bahu Setia. "Kenapa kamu gak bilang, Nak? Kenapa?" tanyanya cemas.
Setia menepis tangan Pratomo. "Papa gak perlu tahu! Dan jangan pernah ikut campur, dihidup saya!" tekan Setia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Listen to Me
Dla nastolatkówMemiliki sebuah anugerah dari yang maha kuasa, mampu membuat sebagian orang senang dan bahagia. Kenapa? Karena mereka diberikan kelebihan yang tidak dimiliki oleh semua orang. Namun ... bagaimana jika anugerah itu, malah membawa petaka? Membuat kali...