Peringatan:
Semua kejadian di cerita ini, nama tokoh, tempat, dan suasana di sini hanyalah rekayasa. Apabila ada kesamaan dari nama tokoh, tempat, dan suasana tersebut, itu hanyalah ketidaksengajaan. Mohon dimaklumi.Banyak perkataan Verbal yang sedikit menyinggung, jadi saya mohon maaf sebelumnya
Pernah ada sesuatu yang membuatku merasa berkuasa. Maaf, bukan sesuatu. Seseorang.
Apa aku bisa menebusnya? Jika jawabnya 'tidak', ku menyesal.
Minggu siang, Adrian, seorang bocah lelaki berbadan kurus yang dibalut dengan baju hitam dengan logo centang putih di dadanya sedabg bermain sepeda bersama teman-temannya.
Rambutnya berantakan. Sepertinya ia tidak peduli dengan rambutnya. Dengan sepatu sekolah, ia kayuh sepeda coklatnya yang memiliki tipe Hybrid. Hybrid adalah perpaduan sepeda balap dengan sepeda gunung.
Entah apa yang terbesit di pemikiran mereka, mereka malah pergi ke sekolah mereka. Sesuatu yang justru berat untuk mereka lakukan saat hari sekolah.
BRAK!!!!
Adrian terjatuh dari sepedanya
"Anj–" Adrian berkata kasar dengan berbisik sebab takut terdengar oleh orang-orang yang mungkin ada di dekatnya, terutama guru. "Sakit, cukkk!"
"WOI!! TOLONGIN GUE!" Adrian berteriak pada kedua temannya; Rafi dan Chandra. Mereka berputar, menghampiri Adrian.
"Gapapa lu?" Chandra dengan polos dan wajah tak berdosa bertanya.
"Gapapa kok, gapapa. Gapapa kan lu gue tenggelemin ke sono noh?!" ucap Adrian sambil mengarahkan dagunya ke arah kolam ikan yang nampak tak terawat. Lumut di kolam itu membuatnya nampak persis seperti ketumpahan cat hijau tua..
"HAHAHA mampus lu Can," ucap Rafi.
"Udah mending lu pada beli plester kek atau apa, buat nutupin luka gw nih!!" ucap Adrian, sembari melihat ke lutut yang terluka: maaf, hanya luka gores.
"Beli di mana gila?! Kantin tutup kali," ucap Rafi yang beerdiri sambil melipatkan kedua tangannya.
"Ya lu pada cari lahh!! Sempit amat tuh otak keknya!" ucap Adrian, sedikit membentak.
"Duitnya?" tanya Rafi, sambil menyodorkan telapak tangannya.
"Hah? Duit? Dari lu bedua dulu bisa ga sih?? Itungan amat sama temen! Ya ga,Fi??" ucap Adrian. Tidak punya malu.
Rafi hanya sanggup meng-iyakan. "Iya deh ..." tidak Ikhlas.
Rafi dan Chandra berbalik. Mengambil sepeda, lalu pergi mencari warung untuk membeli plester untuk 'luka yang diderita' Adrian.
Di saat Adrian sedang duduk di atas bangku taman di dekat kolam ikan, di dalam keheningan, terdengar alunan sebuah alat musik yang masih terasa asing di telinganya.
Ia hampiri sumber suara itu. Dersik angin seolah membawa suara alunan itu ke arahnya.
Sampai lah ia di sumber suara tersebut. Tampak seorang gadis dengan rambut lurus, berdiri dengan anggun, sembari memegang sebuah biola kayu berwarna coklat, dan digeseknya dengan indah. Gadis itu adalah Lavender.
Adrian tak pernah mengetahui bakat yang dimiliki oleh Lavender. Atau, Mungkin sebaiknya ia tak perlu tahu.
Lavender memainkan sebuah instrumen klasik khas abad 19, berjudul Ode To Joy, yang diaransemen oleh Ludwig Van Beethoven.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavender
Любовные романыAku merasa bahagia saat bertemu dengamu. Tapi, mengapa segala sesuatu terada amat pilu? Kenangan yang menoreh luka, membawaku menjadi manusia yang tak layak diampuni Jika terus begini, lebih baik aku menjadi sebuah debu yang berterbangan saja Maka...