05

154 30 2
                                    


Pagi-pagi sekali Azel dibangunkan oleh suara nyaring dari benda jatuh yang beradu dengan lantai, gadis itu mengecek jam yang menunjukkan pukul 05.30 pagi kemudian keluar dari kamarnya.

Di dapur, Azel menemukan sosok Abel yang tengah meremat dadanya kuat dan pecahan gelas juga air yang berserakan di lantai.
Azel memekik kecil, rasa panik sekaligus khawatir menyelimutinya, buru-buru gadis itu menghampiri kembarannya yang tampak kesakitan.

"Abel, lo nggak papa?"

Abel mendesis "Dada aku sakit Zel, a-aku nggak bisa nafas" ujar Abel susah payah.

Tanpa pikir panjang Azel berteriak memanggil kedua orangtuanya, tak butuh waktu lama pasangan paruh baya datang dengan raut khawatir yang begitu kentara di wajah mereka.

"Abel, sayang apanya yang sakit?" Tanya mama seraya mendorong Azel menjauh, gadis itu terjatuh dengan telapak tangan menimpa pecahan gelas.

"Ayo ke rumah sakit mas, Abel harus cepat diperiksa" ujar mama khawatir. Tanpa pikir panjang papa menggendong tubuh lemah Abel kemudian berjalan keluar rumah diikuti oleh mama di belakangnya.

Fokus mereka hanya tertuju pada Abel sampai tidak menyadari kalau lantai yang awalnya bersih kini dihiasi oleh darah yang terus menetes dari telapak tangan Azel yang terluka akibat beberapa pecahan gelas tertancap disana.

Azel memperhatikan kedua orangtuanya yang menghilang dibalik pintu, sepasang matanya menyorot kesedihan yang begitu mendalam. Sedetik kemudian Azel tertawa pelan, memang apa yang bisa ia harapkan dari orangtuanya? Perhatian? Itu adalah hal yang mustahil, bahkan Azel pernah mengalami hal yang lebih parah daripada sebuah luka di telapak tangan tapi apa yang ia dapat? Tidak ada!

Azel menghela nafas lelah, tangan kirinya bergerak menghapus setetes air mata yang berhasil lolos, daripada menangis tidak jelas Azel memilih untuk segera mengobati tangannya dan bersiap ke sekolah.

.
.
.

Azel berjalan melewati koridor yang akan membawanya ke kelas, beberapa siswi yang menyapa Azel balas dengan sebuah senyum singkat karena terlalu malas untuk mengeluarkan kata.

Sesampainya di kelas dan duduk di bangku, kedua alis Azel menyatu karena bingung, di mejanya terdapat dua kotak susu strawberry dan setangkai bunga mawar.

Tatapan Azel beralih kepada teman kelasnya yang sudah datang lebih awal "Ini punya siapa?" Tanya Azel.

"Punya lo lah, kan ada di bangku lo" jawab teman kelas Azel.

Azel menggeleng "Enggak, maksud gue siapa yang ngasih, lo datang lebih awal kan?"

Teman kelas Azel mengedikan bahu "Nggak tau, waktu gue datang susu sama bunganya udah ada disana"

Azel menggaruk tengkuknya, tangan kanannya yang dibalut perban meraih bunga mawar yang masih segar itu kemudian menciumnya, wangi dan Azel suka dengan aroma itu. Tapi, tetap saja Azel ragu untuk menerimanya karena tidak ada tanda-tanda siapa orang yang mengirimnya juga tidak ada keterangan kalau bunga dan susu itu untuk dirinya, siapa tahu si pengirim salah orang.

"Lho, bunga dari siapa Zel?"

Azel menoleh ke samping, ke arah teman sebangkunya yang baru saja datang.

"Nggak tau Fel, orang iseng kali" jawab Azel.

Fel, lebih tepatnya Felicia teman perempuan Azel satu-satunya melayangkan tatapan menggoda "Orang iseng mana yang ngasih dua kotak susu sama bunga, mungkin dari orang yang diam-diam suka sama lo?"

ENIGMA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang