4. SAMPAH

19 10 4
                                    

Treesy semakin nyaman menjadi laki-laki, tidak ada perempuan yang mencacinya dingin justru mengagumi ketampanan wajah Zay. Banyak perempuan yang menyukainya dalam diam, ia sebagai roh kaum hawa tidak akan pernah memberi harapan palsu pada mereka.

Waktu istirahat Treesy ke kantin sendirian, selama dirinya sekolah di SMA Bangsa, belum pernah sekalipun ia menginjakkan kaki ke kantin bahkan sebelum bertukarnya tubuh. Ia ke kantin hanya ingin minum air putih karena botol minumnya tertinggal di rumah. Ketika berjalan, ia selalu ditegur sapa oleh perempuan yang sama sekali tidak dibalas oleh dirinya. Mungkin terbilang 'jual mahal', tapi inilah sifat Treesy-dingin plus pura-pura bisu-tidak akan pernah berubah.

Treesy memilih duduk di bangku pojok dan kebetulan kosong. Ia menghembuskan nafas, lelah dan sedikit mengeluh. Sudah satu bulan penuh dirinya menjadi Zay dan ulangan semester ganjil akan tiba satu minggu lagi, sementara jasadnya masih saja membuat onar dan tidak bertanggung jawab, ambil perlakuan seperti; Zay pernah tidak sengaja menyenggol vas bunga kelas dan membiarkannya begitu saja. Ia sempat ingin memarahinya, tapi nyalinya tidak cukup untuk menyinggung Zay, orangnya sangat kejam. Ambil contoh; Zay pernah dicibir sok asik oleh cewek yang dulu pernah memaki dirinya dingin. Dan perlakuan lelaki itu adalah menampar pipi cewek itu sampai bengkak. Lebih pokoknya, Zay sudah menganggap jenis kelaminnya perempuan sejati. Dia tidak akan segan-segan menindas perempuan, namun sebaliknya, dia tidak berani menyentil laki-laki. Menurutnya itu pengecut!

Treesy dan Zay terbilang jarang dekat-dekat. Bangku mereka pun sudah pindah, dan dirinya lagi-lagi harus sebangku sendirian, tak apa, itu memang keinginannya. Tapi, sekarang ia merasa harus menegur lelaki itu, ia tidak boleh diam saja, jasadnya sedang bermasalah besar karena selalu dibawa ke BK melulu. Tapi anehnya, ibu aslinya hanya tersenyum dan tidak membentaknya anak nakal ketika Zay berbuat onar menggunakan jasadnya. Itu sangat ia pertanyaankan. Matanya tiba-tiba tertuju pada jasadnya. Di kantin ini memang banyak manusia, tapi jasadnya bisa ditemukan sebab teriak-teriak merusak acara makan para siswa. Pipinya lagi-lagi memerah menahan malu karena tingkah Zay.

"EH! EH! Punya duit lima ribuan, gak?" Zay berteriak lancang di pertengahan meja makan siswa. Namun nihilnya, tidak ada satupun orang yang menyahut. Ia berdecak kesal, "Ck! Buruaaan! Gak kasihan apa, aku dituduh punya hutang sama si Doni! Suruh bayar sekarang juga," Zay sedikit mengeluh, agar lebih mantap untuk berakting. Yang terjadi, ia lupa membawa uang jajan dan sekarang tiba-tiba tergiur dengan baso tahu. Sekali lagi dan seterusnya, tidak ada yang menyahut sampai akhirnya ada seseorang yang mengangkat tangan, jarinya menggenggam uang sepuluh ribu. Ia tersenyum ketika tahu dia adalah Treesy. Zay menghampiri dan menjadi sorotan iri para perempuan yang menyukai jasadnya.

Treesy kembali menyimpan uangnya di saku ketika Zay sudah duduk di hadapannya. Ia melakukan ini seperti memancing mangsa untuk mendekat, dan setelah itu ia menatap jasadnya, dingin.

"Mana sepuluh ribunya?" Zay melakukan gerak-gerik menatap saku jasadnya yang berisi uang. "Aku laper, nih. Dari pagi belum sarapan."

Treesy mengeraskan rahangnya, menahan emosi. "Anda tidak tahu diri, mau sampai kapan anda menjelek-jelekkan nama saya? Anda mau menurunkan drajat saya?" dumelnya gemas.

Kening Zay berkerut, pura-pura berfikir. "Ehm, aku pernah baca kalimat di diary orang, isinya 'kalau dia angkat bicara, berarti lagi mengurusi hal yang sudah dipendam lama', dia itu kamu, ya?" duganya mesem-mesem.

Treesy menggebrak meja sampai seluruh siswa menatap ke arahnya. "Hanya manusia rendahan yang tidak tahu malunya menurunkan drajat orang lain!" serunya dengan nada meninggi. Ia putuskan untuk pergi setelah menatap Zay yang bungkam. Dalam hati ia memohon agar lelaki itu bisa berubah sedikit-sedikit.

Akan tetapi semuanya sia-sia. Zay hanya termenung sebentar, setelah itu tersenyum bodoamat. Ia kembali teriak-teriak kepada seluruh siswa untuk memalak secarwa memelas. "Woey! Berbaik hati, dong ke perempuan!"

Bulan Es Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang