So Close
Memandang keluar jendela ketika melakukan perjalanan. Itu akan selalu membawa kembali ingatan tentang kisah-kisah lama, memberi lagi warna pada orang-orang di masa lalu. Selanjutnya, sukses membawa perasaan getir terkesan melankolis.
***
Wang Yibo bukan dengan tak sengaja mengingat sebuah nama. Perjalanan ini memang bertujuan untuk mengenang dia yang telah menempati sebagian ingatan dan memiliki seutuh cintanya.
"Hamparan hijau padang rumput dan langit biru jernih, diantaranya kau akan menemukan putih salju abadi."
Yibo selalu membayangkan lelaki manis itu muncul di hadapannya. Duduk memandang langit sembari bercerita tentang keindahan lukisan hidup di Switzerland seperti dulu.
"Sayang …." Suara lembut terkesan manja menyadarkan Yibo dari menyelami ingatan masa lalu. "Sangat melelahkan." Bibir merah ranum mengerucut tanda merajuk.
Zhao Yiling sudah memikirkan yang indah-indah tentang perjalanan jauh dengan kekasihnya, tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Dia jadi menyesal telah memaksa ikut dalam rencana solo travelling Yibo.
Lelaki calon dokter hewan di masa depan itu tersenyum maklum. Perjalanan udara dari Tiongkok menuju Zurich memakan waktu empat belas jam. Kemudian masih harus dilanjut menggunakan kereta selama dua jam menuju Bern. Jelas sangat melelahkan, terlebih bagi seorang perempuan rumahan seperti Yiling.
"Maafkan aku." Ibu jari Yibo mengelus lembut pipi putih yang terasa dingin, perasaan bersalah menggelayutinya. "Cobalah lihat keluar."
Pemandangan tidak jauh berbeda. Pegunungan Alpen masih menjadi latar dari pondok-pondok kayu yang dibangun di kaki gunung.
"Membentang dari utara ke selatan. Ada Glarner Alpen, Bifertenstock …."
Kembali Yibo membayangkan kakak angkatnya. Dia ingat mata bulat Zhan Ge selalu penuh binar kala menceritakan tentang negeri impian.
"Pegunungan yang paling dekat itu adalah Piratus, dan di sampingnya, yang daratannya paling hijau adalah Scharattenfluh," jari telunjuk mengarah pada jendela, bergerak sesuai dengan penjelasannya. "Mayoritas pegunungan di sini tertutup salju."
Wanita bermarga Zhao itu hanya bergumam tanpa minat. "Mirip Gunung Xiling, ya."
Yibo mengelus puncak kepala perempuan yang beberapa bulan lagi akan resmi menjadi tunangan. Cukup geli mendengar pemikiran gadis tersebut. "Kita akan turun di stasiun berikutnya. Bersiap-siaplah."
***
"Apakah penginapannya masih jauh?" Raut wajah Zhao Yiling begitu kusut. Mood-nya semakin buruk kala tahu eskalator stasiun mati dan mereka harus menaiki tangga untuk mencapai sisi luar stasiun.
"Sebentar lagi." Wang Yibo mencoba memberi kekuatan dengan menepuk pelan tangan yang masih terus bergelayut manja di lengannya.
"Kau akan menghadiri pameran lukisan akhir pekan ini?"
"Kurasa, ya. Aku sudah membatalkan janjiku dengan Nyonya Julian."
Percakapan dua orang berbahasa mandarin yang menuruni tangga langsung menarik perhatian Wang Yibo. Garis wajah penduduk Asia tercetak jelas pada mereka.
Ketika kedua iris milik Yibo beradu pandang dengan salah satu di antara mereka, ketika itu pula detik jam terasa telah berhenti berdetak.
***
Xiao Zhan tidak pernah menyangka akan bertemu sosok masa lalu di negara asing tempatnya mengadu ilmu dan meniti karir. Seketika ingatan menguar, seolah mengingatkan lelaki jangkung itu tentang ucapannya sendiri.
"Aku mencintainya. Namun, hidup tidak sekedar tentang saling memiliki. Dia masih kecil, dan aku masih harus berjuang untuk cita-citaku. Lagipula, jika kita sungguh berjodoh, Dewa akan punya 1000 cara untuk mempertemukan kita kembali."
Pria dengan julukan Gigi Kelinci itu mulai mempertanyakan arti dari pertemuan ini.
lorddevil__ CandleMits YooFreiZhuhRaindeAltheraPhoenixWriter_ebutkan pengguna
KAMU SEDANG MEMBACA
Phoenix writers
De Todokumpulan drabble geje tentang hitam dan putih. Lapaknya para leluhur dan tetua ngasih komentar pedas :D Yang lain juga boleh komentar, asal yang membangun, ya :) Menerima semua kritik dan saran dengan lapang dada dan hati ikhlas.