BAGIAN 8

95 9 1
                                    

"Kau tak apa-apa, Nisanak...?" tanya Pendekar Rajawali Sakti begitu menghampiri gadis yang hendak diperkosa.
"Tidak. Terima kasih," ucap gadis itu.
"Sekarang, kau bisa melanjutkan perjalanan kembali."
"Ya."
"Sebenarnya ke mana tujuanmu?" tanya Ratmi.
"Aku ingin menjumpai kawanku di desa Jembring," sahut gadis itu.
Mendengar nama tempat itu disebutkan, Ratmi teringat sesuatu.
"Desa Jembring? Kebetulan sekali! Aku punya kawan di sana. Siapa nama kawanmu di sana?" tanya Ratmi.
"Ambar."
"Astaga! Kalau begitu kita mempunyai kawan yang sama. Nama kawanku Ambar!" seru Ratmi dengan wajah ceria.
"Kau dari Padepokan Karang Gelam?" tanya Rangga.
"Ya. Dari mana Kisanak mengetahuinya?"
"Aku Ratmi dan ini Rangga. Siapa namamu?" tanya Ratmi menyela.
"Anjani...," sebut gadis itu.
"Anjani?!" Rangga dan Ratmi saling pandang.
Wajah Ratmi yang tadi tersenyum-senyum, kini menunjukkan perubahan. Kelihatan kalau dia merasa kaget. Atau barangkali nama itu punya arti.
"Kenapa kalian kelihatan terkejut?" tanya gadis yang ternyata Anjani, bingung.
"Ini amat kebetulan! Karena kami memang hendak ke Padepokan Karang Gelam untuk mencarimu," kata Rangga.
"Mencariku? Ada keperluan apa?"
"Eh! Ng...."
"Biar kujelaskan," sambar Ratmi ketika Rangga sedikit bingung mengutarakan maksud mereka.
"Belakangan ini sering terjadi pembunuhan dengan cara mengerikan. Para korbannya terkoyak-koyak seperti diterkam binatang buas...."
"Ya. Guruku dan putranya serta beberapa saudara seperguruanku menjadi korbannya pula. Lalu, apa hubungannya denganku?" tukas Anjani.
"Tahukah kau kejadian beberapa tahun silam?" tanya Ratmi. Tapi ketika Ratmi melihat Anjani masih memandangnya dengan dahi berkerut, maka dia memutuskan untuk meneruskan keterangannya.
"Belasan tahu lalu, ada seorang tokoh yang memiliki ilmu sesat. Ya..., kira-kira sejenis ilmu 'Cindaku' dari tanah Swarnadwipa atau tanah Andalas bagian barat. Ilmu itu adalah ilmu memuja harimau. Dan ilmu itu tidak dicarinya melainkan datang sendiri melalui warisan dari orangtuanya yang memuja harimau. Karena ilmu itu warisan, maka dia tidak bisa mengelak. Ilmu itu mengajarkan seseorang menjadi buas seperti harimau. Mempengaruhi watak, juga wujudnya seperti harimau. Maka tokoh itu merajalela ke mana-mana, menimbulkan korban cukup banyak. Tak lama kemudian dia mati dikeroyok beberapa tokoh persilatan. Namun agaknya, tokoh itu memiliki keturunan. Sehingga ilmu itu menurun pada anaknya," jelas Ratmi.
"Oh! Menyeramkan sekali! Siapa tokoh itu? Dan siapa pula keturunannya?" tanya Anjani dengan tatapan curiga.
"Aku tahu, dari mana tokoh itu berasal. Karena ayahku mengenalnya. Beliau salah seorang yang ikut membunuh tokoh itu. Bersama Kakang Rangga, kami ke sana. Ternyata keturunan sang tokoh tidak ada di sana. Istrinya telah tiada. Demikian pula sanak saudaranya. Namun dari seorang tetangganya, kami tahu kalau keturunan tokoh itu dibawa ibunya ke Padepokan Karang Gelam, sebelum wanita itu wafat...."
"Katakanlah terus terang, Ratmi! Siapa orang yang kau maksudkan itu?!" desak Anjani.
"Tokoh itu bernama Ki Bagus Perkasa. Sedangkan keturunannya bernama Kuntadewa dan Anjani!"
"Ohhh...!" Anjani terkejut, tak kuasa menahan kepedihan di hatinya. Dengan kepala tertunduk gadis itu menangis sesenggukan.
"Jadi..., jadi selama ini yang melakukan perbuatan keji itu adalah...."
"Kalian berdua!" sambar Ratmi, langsung berubah garang.
"Tidak! Bukan aku!" bantah Anjani, garang. Gadis itu memandang Ratmi dengan sorot mata tajam.
"Kau pembunuh ayahku! Kau keturunan pembunuh! Kalaupun aku memiliki ilmu itu, akan kubunuh kau dan ayahmu!" desis Anjani. Anjani bersiap menyerang. Namun Ratmi pun tidak kalah sigap. Dia pun bersiap pula meladeni serangan. Tapi sebelum hal itu dilakukan.
"Graungrr...!"
"Ratmi, awaaas...!" Sebuah raungan keras yang disertai berkelebatnya sosok bayangan kuning, membuat Rangga menoleh ke arah sumbernya. Dan Pendekar Rajawali Sakti cepat memperingatkan Ratmi.
Teriakan Rangga agaknya tak cukup ketika sosok bayangan itu menerkam Ratmi dengan gerakan gesit.
"Hup...!"
Bruk!
Terpaksa Rangga melompat, menubruk Ratmi. Sehingga gadis itu luput dari terkaman. Dengan sigap Rangga bangkit.
"Gila! Makhluk apa ini?!" desis Pendekar Rajawali Sakti, begitu melihat sosok yang menyerang Ratmi.
Sosok itu berwujud bagai manusia. Namun kepalanya berbentuk seperti harimau. Baris-baris giginya runcing dengan taring-taring tajam di sudut bibirnya. Matanya mencorong tajam bagai mata harimau. Bibirnya tipis, dengan kumis-kumis putih yang kaku tumbuh di sekitar bawah hidungnya. Sementara sekujur tubuhnya ditumbuhi bulu berwarna dasar kuning dengan coreng-moreng hitam.
"Kakang Rangga, hati-hati! Kurasa inilah harimau jadi-jadian itu. Dia Kuntadewa, kakak gadis celaka ini! Kau mesti membunuhnya!" teriak Ratmi, memperingatkan.
"Kau yang mesti hati-hati!" dengus Anjani seraya menyerang Ratmi.
"Dasar manusia tak tahu berterima kasih. Mestinya tidak kami tolong kau!" rutuk Ratmi.
"Huh! Itu salahmu sendiri!"
Maka tak pelak lagi, kedua gadis itu terlibat pertarungan dengan kebencian masing-masing di dada. Sementara itu pertarungan antara Rangga dan harimau jadi-jadian yang tidak lain Kuntadewa, semakin seru saja.
"Graungrr...!"
Wut! Bet!
Kuntadewa yang saat itu berwujud setengah harimau dan setengah manusia menyerang Pendekar Rajawali Sakti dengan ganas. Entah apa yang menyebabkannya demikian. Mungkin juga karena merasa adiknya terancam bahaya. Sebab sesekali dia pun menyerang Ratmi yang saat itu tengah bertarung dengan Anjani. Sehingga terkadang Rangga jadi repot sendiri untuk melindungi Ratmi.
"Hmm! Orang ini benar-benar kerasukan iblis! Tubuhnya tak mempan pukulan dan tendanganku!" dengus Rangga, geram.
"Grrr...!"
"Hiih!" Ketika Kuntadewa kembali menerkam, Rangga bersiap memapaki dengan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat tertinggi. Tangannya yang berubah merah membara langsung dikebutkan.
Wuttt!
Namun gesit sekali Kuntadewa mengelak. Bahkan begitu berbalik, dia menerkam kembali. Rangga cepat menyilangkan kedua tangan. Kemudian dihantamnya kedua pergelangan tangan harimau jejadian itu.
Plak! Plak!
Tak terduga, Kuntadewa berbalik. Seketika punggung telapak kaki kanannya menghantam pelipis Pendekar Rajawali Sakti.
Plakk!
"Aaakh...!" Pendekar Rajawali Sakti terpekik. Kepalanya terasa berdenyut keras, menerima hantaman berat. Meski begitu dia sempat menjatuhkan diri dan bergulingan untuk mengambil jarak.
"Gila! Makhluk ini mempunyai kecepatan sangat mengagumkan!" keluh Pendekar Rajawali Sakti membatin.
Apa yang dikatakan Rangga memang tidak salah. Kuntadewa kini telah berbalik. Dan tiba-tiba saja tubuhnya mencelat menerkam. Rangga yang merasa kalau makhluk itu tahan pukulan, tak mau ayal-ayalan lagi. Langsung tangan kanannya bergerak ke punggung. Lalu....
Sriing!
Sambil mencelat ke belakang menghindari terkaman, Pendekar Rajawali Sakti mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang bersinar biru berkilauan.
"Graungrr...!"
Tapi Kuntadewa yang raut wajahnya hampir mirip harimau, lengkap dengan kumis maupun taring serta bulu-bulu halus loreng-loreng, sama sekali tidak gentar melihat batang pedang Pendekar Rajawali Sakti. Malah dia terus melompat kembali, menyerang semakin ganas. Pendekar Rajawali Sakti yang telah bersiap, langsung mengebutkan pedangnya, hingga terdengar suara angin menderu tajam.
Wusss! Tak!
"Heh?!" Bukan main terkejut Rangga ketika pedangnya sama sekali tak mempan menebas pinggang harimau jadi-jadian itu. Pedangnya yang selama ini telah membinasakan ratusan musuh kini tak ada artinya di hadapan seekor harimau jadi-jadian? Dan keterkejutan Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus dibayar mahal, ketika cakar kiri harimau itu merobek dadanya.
Brettt!
"Aaakh...!" Pendekar Rajawali Sakti mengeluh kesakitan. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang sambil mendekap luka di dada. Darah mulai mengucur deras di dada. Namun sebelum pemuda itu bersiap kembali...
"Hahaha...! Ketemu batunya kau, Setan Rompi Putih! Kenapa dengan pedangmu? Apakah siluman yang ada di dalamnya telah minggat?!"
Mendadak terdengar suara menggoda, Rangga melirik. Tampak Ki Demong telah berada di tempat itu memperhatikan pertarungan, Di dekatnya, terlihat wanita setengah baya yang tak lain Dukun Gila Berambut Pirang yang telah tiba pula, setelah melakukan pengejaran terhadap Kuntadewa si manusia harimau jejadian saat meninggalkan pertarungan melawan Ki Demong dan Dukun Gila Berambut Pirang. Tapi Rangga tak sempat menyahut, karena Kuntadewa telah menyerang kembali.
"Graungrr...!"
Rangga melompat ke belakang sambil mengibaskan pedang. Kali ini dipergunakannya jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Dengan jurus itu, Rangga mampu menelusuri semua titik kelemahan lawan.
Tak! Tak!
Beberapa kali batang pedang Pendekar Rajawali Sakti menebas tubuh Kuntadewa, namun tidak satu pun yang membuahkan hasil. Pedangnya seperti senjata mainan yang tak mampu melukai!
"Hm! Matanya! Aku yakin sepasang matanya adalah kelemahan iblis ini!" dengus Rangga.
Berpikir begitu, maka Pendekar Rajawali Sakti bersiap untuk mengincar bagian mata harimau jejadian ini. Tapi rasa sakit yang amat sangat di dada, membuat gerakan Pendekar Rajawali Sakti seperti tertahan. Tubuhnya terasa panas dibakar.
"Keparat! Lukaku tampaknya cukup parah!" desis Pendekar Rajawali Sakti geram. Meski meringis menahan rasa sakit, tapi Rangga tidak mau mengalah begitu saja. Cepat pedangnya dipindahkan ke tangan kiri.
"Graungrrr...!" Dengan raungan laksana seekor harimau kelaparan, Kuntadewa menerkam Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup...!" Dengan sisa tenaga Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke atas sambil bergulung-gulung. Ujung pedangnya lurus mengancam sepasang mata Kuntadewa.
Kuntadewa terkesiap. Dia berusaha menghindar dengan mengegoskan kepala. Namun.
Tes!
"Aaargkh...!"
Dan..., justru hal yang tak terduga terjadi! Kuntadewa menjerit kesakitan seperti digebuki orang sekampung. Lolongannya terdengar panjang dan memilukan, membuat yang berada di sekitar tempat itu terkejut. Demikian pula Anjani dan Ratmi.
"Kakang Kuntadewa...!" teriak Anjani ketika melihat pemuda itu menggelepar-gelepar sambil menjerit-jerit kesakitan. Gadis itu berhenti, tidak jauh dari Kuntadewa. Hatinya gentar melihat pemandangan itu. Dari mulut dan hidung Kuntadewa mengucurkan darah. Begitu pula jubahnya. Terlihat luka-luka bekas sabetan senjata tajam.
Tapi Rangga tidak melihat sampai Kuntadewa diam tak berkutik. Pendekar Rajawali Sakti terduduk lesu. Pandangannya berkunang-kunang. Lalu...
"Aaakh...!" Rangga jatuh terduduk. Sambil meringis kesakitan, dia membuat sikap semadi.
"Kakang Rangga...!" teriak Ratmi cemas. Gadis itu buru-buru menghampiri. Namun seperti juga Anjani, dia agak gentar mendekati Rangga. Dalam keadaan begitu bisa saja Rangga menyerangnya.
Sementara itu Dukun Gila Berambut Pirang memandang sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Gila! Kawanmu itu betul-betul hebat. Dia telah memecahkan teka-teki ini dengan tepat!" seru wanita itu.
"Teka-teki apa? Yang jelas, Setan Rompi Putih itu tengah terluka dalam. Kau harus menolongnya!" ujar Ki Demong.
"Kenapa tidak dari dulu! Hihihi...! Kumisnya! Sederhana sekali!"
"Bicara apa kau?! Tolong dia dulu. Jangan biarkan pemuda itu tak berdaya!"
"Kenapa kau ini?! Tidakkah kau melihat? Bocah itu berusaha menusuk matanya. Tapi yang kena malah kumisnya. Tapi itu membuat keberuntungan baginya, karena pada kumisnya itulah terletak kelemahan si Kucing Kurap. Hm, aku lupa. Siapa dulu yang menebas kumis si Bagus Perkasa...?"
"Sayang, tolonglah aku. Jangan pikirkan soal itu. Harap kau tolong dulu bocah itu...," pinta Ki Demong sambil rangkapkan kedua tangan
"Hihihi...!" Dukun Gila Berambut Pirang masih terkikik kegirangan karena berhasil memecahkan teka-teki yang mungkin dipikirkannya saat ini.
"Huh! Kalau begitu percuma saja kehebatanmu sebagai dukun!" dengus Ki Demong, kesal.
"Apa katamu?!" semprot wanita itu dengan mata melotot lebar.
"Percuma kau bergelar dukun, kalau tak mampu mengobati orang!"
"Keparat! Aku bahkan bisa memindahkan kepalamu di kaki dan kakimu di kepala!"
"Tidak usah sehebat itu. Coba sembuhkan saja bocah itu!"
"Bocah siapa?"
"Ya, bocah berompi putih itu! Tunjukkan padaku, kalau kau benar-benar hebat. Sembuhkan dia!"
"Huh! Mudah!"
Dukun Gila Berambut Pirang menjentikkan tangan. Dan sekali melompat, dia tiba didekat Rangga yang masih bersemadi.
"Minggir!" ujar wanita aneh itu seraya menepis Ratmi yang berusaha menolong Pendekar Rajawali Sakti.
Gadis itu tidak marah karena dihalau oleh orang yang lebih ahli dalam bidang pengobatan ketimbang dirinya. Bersama dengan Ki Demong, gadis itu memperhatikan di belakang Dukun Gila Berambut Pirang.
Keringat tampak mengucur deras dari seluruh pori-pori Rangga. Dan darah pada lukanya tiada henti menetes. Dukun Gila Berambut Pirang mengurut-ngurut beberapa bagian di sekitar luka Rangga. Lalu ditotoknya beberapa urat, sehingga darah tidak menetes lagi pada luka di bagian dada.
"Bagaimana?"
Tanpa banyak bicara, Dukun Gila Berambut Pirang menggendong Rangga.
"Eh? Mau kau apakan dia?!" tanya Ki Demong kaget.
"Dia terluka dalam. Aku harus membawanya ke suatu tempat," jelas wanita aneh ini.
"Kalau begitu kami ikut!" kata Ki Demong.
"Tidak bisa!" bantah wanita itu.
"Tapi...."
"Sekali kukatakan tidak bisa, tetap tidak bisa!" hardik wanita itu.
"Ya, ya. Terserah kau saja! Yang penting dia sembuh," ujar Ki Demong mengalah.
"Aku bisa membantumu merawat lukanya...," kata Ratmi menawarkan diri. Tapi gadis itu mengkeret hatinya, melihat Dukun Gila Berambut Pirang melotot kearahnya.
"Siapa pun kau, dan apa pun hubungannya dengan bocah ini, tetap tidak bisa ikut!" bentak Dukun Gila Berambut Pirang. Dan tanpa mempedulikan tanggapan gadis itu, Dukun Gila Berambut Pirang secepatnya berkelebat dari tempat itu.
"Dasar dukun gila!" umpat Ratmi kesal.
Ki Demong terkekeh kecil dan melengos dari tempat itu.
"Hei, mau ke mana kau?!" tanya Ratmi.
"Mau ke mana pun aku pergi, bukan urusanmu, Bocah," sahut Ki Demong enteng. Dan sebentar saja Pemabuk Dari Gunung Kidul telah kabur meninggalkan gadis itu seorang diri.
Ratmi kesal bukan main melihat keadaan itu. Apalagi ketika Anjani sudah tak terlihat lagi ditempat itu. Juga Kuntadewa yang telah jadi mayat. Maka dengan langkah kesal, diikutinya arah yang dituju Dukun Gila Berambut Pirang. Di sepanjang jalan tak henti-hentinya mulutnya memaki-maki untuk melampiaskan perasaan jengkel.

***

TAMAT

188. Pendekar Rajawali Sakti : Warisan TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang