4. Taaruf

8 1 0
                                        


"Memantaskan diri untuk menemui wali dari seorang gadis itu tidak mudah, bahkan harus rela meluangkan banyak hal demi sebuah kesan pertama agar tidak merusak citra. Karena sekali kamu salah langkah, keluarga wanita cidera, maka jangan harap anak gadis yang kamu harap akan kamu terima. Cobalah untuk salat istikharah dulu―bermunajat―minta yang terbaik menurut kehendakNya, agar kamu bisa ikhlas atas apapun yang ditakdirkan untukmu." Tutur ustad Firman bijaksana. "Edo sudah konsultasi sama orang tua?"

Edo menggeleng―kepala tertunduk―sesekali mata berkedip berusaha tersenyum, "Orang tua sudah menghadap Yang Maha Kuasa, Ustad. Keluarga saya hanya ada tante yang single parent―suaminya meninggal karena sakit."

"Enggak apa-apa. Kuatkan hati, bulatkan tekad, insyaallah ada jalan, semangat!" ustad Firman mengepalkan tangan dengan tertarik simetris. "Mas Edo sudah ada pandangan? Mau taaruf dengan siapa?"

"Belum, Ustad," Edo kembali tertunduk,

"Apa ada kriteria standarnya, Mas?"

"Yang penting shalihah, Ustad. Saya ingin membangun semua dari awal. Jadi, harapan saya dia yang siap untuk menemani,"

"Ya sudah, coba kamu buat Curriculum Vitae, formatnya yang lengkap. Kriteria yang diharap, yang tidak disuka, termasuk visi misi dalam membangun rumah tangga. Buat sejujur mungkin, jangan ada sesuatu yang memang dilebih atau kurangkan. shalat istikharahnya diperkuat, insyaallah, kami bantu," Ustad Firman menepuk paha Edo beberapa kali―memberi semangat―untuk terus maju menjemput rida Allah, menyempurnakan separuh agama tanpa ada keraguan atau kekhawatiran.

"Baik, Ustad. Insyaallah seminggu lagi, bersamaan dengan kajian minggu depan saya bawa CV lengkap," Ustad Firman mengangguk setuju.

Bismillah,

Aku, Edo Saputra bermaksud meminangmu,

Menjadikamu bagian dalam hidupku,

Menjadi alasan bagiku untuk terus berjuang,

Menjemput rida Allah bersama denganmu.

Maukah kau menemaniku menyempurnakan separuh agama?

Merajut masa depan untuk menjemput surgaNya.

****

"Allah berfirman, 'Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti,'" Ustazah Rara mengedar senyum pada seluruh akhwat yang duduk melingkar―punggung tegak, tangan sibuk mencatat di ponsel, ada juga yang di buku saku―bersimpuh penuh penghayatan akan penjelasan sang guru, "adakah di antara kalian yang paham maksud dari ayat tiga belas, surah Al Hujurat yang artinya baru saya bacakan?"

"Taaruf!" jawab Lina tanpa basa-basi, kemudian menutup mulutnya cepat-cepat dengan telapak tangan, 'astagfirullah!' batinnya merutuki mulutnya yang cerewet dengan menunduk,

Ustazah tersenyum, "Bisa diulang jawabannya, Mbak ...," Ustazah tampak berpikir―mengingat anak buahnya yang seperti baru dilihat malam ini,

Melihat kebingungan Ustazah Rara, Elly membuka suara, "Lina, Ustazah. Adik di asrama, kebetulan tadi saya enggak ada temannya, jadi ajak dia," jelasnya dengan sopan. Elly menyenggol lengan Lina, "ditanya Ustazah!" bisik Elly ke telinga Lina―duduk di samping kanannya tepat. Setiap netra akhwat yang hadir fokus tertuju pada anggota baru―termuda.

"Mbak Lina? Ahlan wa sahlan di kajian kami, semoga istiqomah," sambut Ustazah Rara ramah, bibir tertarik simetris, "masih kuliah, Mbak?" ucapnya berusaha mengakrabkan.

Kalam Cinta untuk EllyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang