03. Kejanggalan Mulai Terjadi

106 26 13
                                    

Pelajaran pertama dimulai. Arsya sama sekali tidak dapat fokus pada guru nya yang sedang menerangkan mata pelajaran yang sering tidak disukai murid, apalagi kalo bukan matematika.

"Arsya!"

Sontak seluruh fokus siswa dalam kelas tertuju pada Arsya yang tengah bertopang dagu dan menghadap keluar jendela.

"Kamu tidak dengar apa yang bapak terangkan hah?!" Tanya pak wasi dengan rotan andalannya.

Arsya langsung duduk dengan tegak, mencari alasan agar terbebas dari amukan salah satu guru killer nya di sekolah.

"Maaf pak, saya tadi melamun."

Seluruh isi kelas terkejut yang kedua kalinya, bahkan Jaka yang sahabat nya pun menutup mulut nya dengan telapak tangannya, menatap Arsya dengan ekspresi yang tidak bisa di jabarkan dalam kata-kata.

"O-oh yasudah kalau begitu fokus ke papan tulis." Pak wasi juga kelihatan nya mulai bingung dengan tingkah Arsya.

Arsya menggaruk tengkuknya, menunjuk Jaka dengan dagu nya untuk bertanya apa yang terjadi pada seluruh manusia di kelas ini. Jaka yang duduk di seberang hanya menggeleng kecil lalu fokus lagi menghadap kedepan.

Bel berbunyi, hampir seluruh siswa meninggalkan kelas yang sesak karena pelajaran pertama yang sangat menjengkelkan.

Srakk

"Akh!" Arsya mengusap punggung telapak tangan nya yang terkena tajamnya gantungan kunci salah satu teman nya. "Eh gapapa kan?" Tanya teman perempuan yang satu kelas dengan Arsya.

"Gapapa."

"Oke duluan, maaf ya."

Arsya meniup luka goresan yang tak terlalu panjang, mungkin hanya tiga sentimeter. Mata Arsya melotot kala melihat luka di tangannya perlahan memudar, kulitnya yang tadi merah pun kembali seperti semula. Tidak ada bekas merah, maupun vertikal yang menghiasi tangannya. Rasa perihnya pun juga sudah hilang.

"Arsya!" Jaka datang dengan tergesa, menghampiri Arsya yang masih mematung di depan kelas. "Ngapain? Ayok, nanti keburu rame."

Tak mengindahkan ucapan sahabat nya, Arsya malah memilih untuk berbicara kepada seseorang yang menarik perhatiannya.

"Nayla!" Teriak Arsya kepada bendahara kelasnya.

Jaka hampir mengumpat, bukannya menyaguhi ajakannya, Arsya malah memilih berbicara dengan orang lain. Dasar Arsya!

"Dahlah gue duluan aja sya!" Teriaknya namun masih tak digubris oleh Arsya.

Siswi itu menoleh. "Kenapa sya? Uang kas Lo udah lunas kok."

"Enggak, bukan itu."

"Terus?"

"Lo beneran udah punya pacar?" Tanya Arsya to the point.

Nayla mendelik terkejut.

—"Lah, masa Arsya kagak tau cowo gue sih?"—nayla.

"Kemana aja Lo? Masa gatau kalo gue udah punya pacar?" Nayla mengambil karet rambut yang ada di saku nya dan melilitkan benda itu di rambutnya yang tengah terurai.

"Pacar Lo bukan Jaka?"

"Hah?!" Pekik Nayla saking terkejutnya. "Lo gila?! Gue sama Jaka si lamtur itu? Si kang nunggak kas? Ya enggak lah sya, aneh aneh aja sih Lo!"

Arsya bingung, terlihat dari kening nya yang membentuk tautan panjang hingga hampir menyatu.

Arsya tidak salah, seingatnya Nayla adalah pacar Jaka. Kenapa hal di dunia nyata dan di mimpi nya berbeda? Dan pertanyaan lainnya, kapan mimpi ini berakhir? Memang sih Arsya suka mimpi ini, ia dapat kembali lagi ke masa mudanya, bertemu Jaka dan mama yang sangat ia rindukan. Tapi lama-lama mimpi ini jadi semakin tak terarah dan terasa sangat... Nyata.

"Kenapa nanya itu ke cewe gue?"

Arsya menoleh ke belakang, terdapat satu pemuda yang memiliki senyum manis dan tingginya hampir sama dengannya.

Arsya membaca name tag yang tertera di seragam pemuda yang tak terkancing itu.

—"Mahen? Gue gak pernah denger deh perasaan."—

Mahendra, atau yang kerap di panggil Mahen berjalan mendekat kearah keduanya. Lirikan matanya masih tertuju pada Arsya yang menatapnya kosong.

"Dia tanya apa aja?" Tanya nya kepada Nayla dengan menunjuk Arsya.

"Cuma tanya pacar gue doang, gapapa kok, mungkin Arsya lupa."

Mahen manggut-manggut, lalu menggenggam tangan Nayla.

"Dia cewe nya Mahendra, alias gue sendiri. Kalo lupa tanya gue aja lagi, jangan sama dia."

Setelah itu Mahen dan Nayla pergi meninggalkan Arsya yang semakin bingung dengan mimpi nya hari ini.









Arsya berdiri di pinggir gedung sekolahnya, memandang seluruh arsitektur sekolahnya yang sudah lama tak ia jumpai.

"Ini beneran mimpi?" Gumamnya. "Katanya kalo mimpi terus dicubit bakal bangun kan?"

Arsya mencubit sendiri kedua pipinya yang tirus namun empuk.

"Akh! Sshh sakit."

"Coba lagi kali ya?"

Kini ganti ia mencubit kedua lengannya cukup keras. Tapi sama saja, ia masih tak dapat bangun dari mimpi nya entah ini buruk atau tidak.

"Anjing! Kenapa gak bisa sih?!" Umpatnya sendiri.

"ASTAGFIRULLAH KAGET!"

Arsya berbalik, di depan pintu terdapat satu siswa yang menatap nya aneh.

Seketika Arsya mendapatkan sengatan kecil di tubuhnya. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya, bibirnya kelu, tubuhnya membeku. Perlahan ia melangkah mundur saat siswa itu semakin mendekat kearahnya.

Dan..

Kaki Arsya tergelincir hingga jatuh kebawah gedung dengan ketinggian hampir lima puluh meter. Tubuhnya melayang di udara selama beberapa detik membuat matanya terpejam secara otomatis.

"Arsya!"

Sontak seluruh fokus siswa dalam kelas tertuju pada Arsya yang tengah bertopang dagu dan menghadap keluar jendela.

"Kamu tidak dengar apa yang bapak terangkan hah?!" Tanya pak wasi dengan rotan andalannya.

Arsya mengerjapkan matanya, berpikir sejenak. Kemudian ia meraba seluruh tubuhnya yang terlihat utuh dan tidak terdapat luka apapun.

"Kamu kenapa lagi?!"

.
.
.

"Hah? Kok gini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hah? Kok gini?"

Arsya ; second lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang