14. Jawaban Atas Segalanya

53 8 0
                                    

"Lah? Kok?"

Arsya menyapu pandangan, mencari sosok Jaka yang tadi baru saja ditemui nya.

"Jaka! Jaka!"

Arsya terhenyak sejenak. Apa mungkin tadi hanya lamunan nya belaka? Atau jangan-jangan hanya mimpi nya karena dia sedang berdiri di halte bus? Apakah Arsya tertidur saat menunggu kedatangan bus untuk menghantarkan raga nya ke rumah? Karena sahabat karib nya itu sampai sekarang masih belum kembali.

Terdapat kerumunan yang menarik perhatian Arsya. Lantas kaki nya bergegas kesana hanya untuk mencari tahu.

Sangat jarang seorang Arsya terlalu kepo terhadap sesuatu.

Arsya membelah bendungan manusia yang menghalangi penglihatan nya. Terlihat seorang pemuda yang sudah bersimbah darah dengan wajah tampan nya yang juga penuh garis garis luka karena mencium aspal kasar.

Tubuh Arsya ambruk, menatap nanar sosok Janaka yang baru saja mengunjungi imajinasi nya.

"Jaka.. Jaka.. ka.. Lo ngapain?"

Sekuat apapun Arsya menepis keberadaan Jaka yang sudah hancur dibagian bawah tubuh nya, namun kenyataan lebih kejam.

Itu memang Jaka. Janaka Pilar Adiyanto yang selalu berada di sampingnya, tahan terhadap segala kelakukan Arsya, umpatan dan makian yang Arsya layangkan karena pemuda pemalas itu tipe-tipe manusia sumbu pendek.

Sekali disulut langsung terbakar. Dan disini lah letak kehadiran Jaka, memadamkan api kecil Arsya agar tidak merembet dan mulai membesar.

Meski keberhasilan Jaka dalam meredam amarah Arsya 4/10.

Arsya menggoyangkan tubuh Jaka berulang kali. Ia hanya ingin Jaka membuka matanya sekali lagi. Wajah nya sudah basah karena air mata yang mengucur deras dari kelopak mata nya. Hati nya pedih, hancur, seperti di cincang dengan pisau daging yang tajam.

Kaki Jaka terhimpit ban truk. Tangan sebelah kanan nya terbalik dan tertimpa bobot tubuh nya sendiri. Sangat miris melihat keadaan Jaka sekarang. Dan parahnya lagi tidak ada satupun kerumunan orang tadi yang tergerak hatinya untuk setidaknya membantu menelepon petugas medis maupun polisi.

"KENAPA GAK ADA YANG BANTU?! AMBULANCE MANA AMBULANCE?! KENAPA DIEM SEMUANYA ANJING!"

Tidak ada yang menjawab ataupun menyahut. Gerombolan orang-orang itu masih terlihat dari ekor mata Arsya yang memanas dan memerah.

"ANJING KALIAN SE-"

Kalimat Arsya berhenti. Kerumunan orang yang sedari tadi ia lontarkan umpatan hanya diam dengan ekspresi yang berbeda-beda. Ada yang terdiam dengan mulut menganga, ada yang sambil memotret, ada seorang bapak ojek pangkalan yang terlihat menelepon dan lain sebagainya.

"A-apaan?" Lirih Arsya begitu sadar bahwa waktu berhenti. Tidak ada yang bisa bergerak sesuka hati kecuali dirinya.

Seolah tau perasaan Arsya langit pun tiba-tiba mendung, menyembunyikan matahari yang dapat membakar kulit seputih susu yang Arsya miliki. Hanya mendung dan desir angin yang menemani Arsya dengan kesendirian diantara ramai nya penduduk dan hiruk pikuk kota yang terhenti.

"Arsya."

Suara yang Arsya benci, suara yang terus Arsya ingat sesudah ia sampai disini. Dan benar saja lelaki berpakaian seperti sedang berkabung itu kembali menghampiri nya, kembali membuat emosi Arsya meledak-ledak dan tak tersisa.

"LO APAIN TEMEN GUE HAH?? KENAPA?! KENAPA JAKA?! KENAPA HARUS TEMEN GUE?! MAU LO APA SIH?!"

Arsya mengusak wajah nya. Frustasi terus berkerubung di tubuh lemah yang mulai kehilangan asa.

Arsya ; second lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang