05. Lapangan Sorak Sorai

87 25 6
                                    

Pagi ini Arsya disibukkan dengan pemikiran nya sendiri tentang hal aneh yang sudah tiga hari ini dihadapinya.

"Tumben mikir, mikir apaan?" Celetuk Jaka yang datang dari arah belakang nya.

Arsya hanya memandang nya sekilas lalu kembali lagi menatap lapangan basket yang menjadi tempat merenung nya.

"Kenapa sih?" Jaka menancapkan sedotan ke minuman berperisa pisang di tangan nya, lalu menyesap nya perlahan. "Lo diajak tanding lagi sama Mahen?"

Arsya mendelik terkejut menatap Jaka yang berbicara tanpa menatapnya. Pandangan pemuda itu terpaku pada ponsel nya hanya untuk mendapatkan berita hangat pagi ini-rutinitas nya sehari-hari.

"Gue?" Arsya menunjuk dirinya sendiri. "Gue tanding sama Mahen? Gila Lo?"

Jaka mematikan ponselnya lalu menatap Arsya. "Lah? Kenapa? Biasanya Lo juga terima aja tuh tawaran dari Mahen."

"Tawaran apa?"

"Aduh sya! Tawaran tanding basket sama Mahen! Lo kenapa sih?!" Jaka naik darah, padahal masih pagi. Tapi sahabat karib nya ini memancing emosi nya agar meluap.

"Gue? Basket? Yakali Ja-"

Srett

Takk

Jaka terlonjak dari duduk nya hingga terjatuh ke tanah. Sedangkan Arsya memandang heran kearah tangan nya yang seolah-olah secara otomatis menangkap lemparan bola basket dari seseorang yang berjalan santai kearahnya.

"Sorry. Gak kena kan?" Tanya pemuda dengan senyum manis yang menghiasi wajah cerah nya.

"Ya enggak lah, mas Arsya gitu loh." Imbuh lainnya yang juga berdiri dihadapan Arsya.

Jaka tau, hal ini mungkin bisa memicu konflik nantinya. Segera Jaka merebut bola yang masih dipegang Arsya, mengembalikan ke pemuda yang berdiri di depan dengan kedua tangan yang ia masukan ke saku celananya.

"I-ini bola Lo. Hati-hati ya." Bola itu tak di pegang kembali oleh pemilik nya, bahkan melirik saja tidak. Tatapan mata pemuda bersurai hitam kecoklatan itu hanya tertuju kepada Arsya yang masih terpaku dengan kedua tangannya.

"Kita balik dulu ya. Ayok sya."

Jaka menarik tangan Arsya, mengundurkan diri dari atmosfer yang mungkin bisa memanas kapan saja.

Namun baru dua langkah pergi, Arsya menghentikan langkah nya, berbalik kemudian.

"Lo.. Mahen?" Tanya Arsya ragu-ragu.

Mahen menoleh kearahnya, tersenyum tipis lalu mengangguk. "Iya, yakali Lo lupa sya."

"Gue gak lupa, gue cuma.. gak inget." Arsya menjatuhkan pandangan nya ke sepatu nya yang berbeda warna.

Astagaa, bahkan Arsya tidak menyadari sepatu nya berbeda warna. Yang kanan berwarna hitam, sedangkan yang kiri berwarna putih. Sungguh memalukan bagi Arsya.

Melihat Arsya yang memandang kebawah lantas membuat ketiga pemuda yang berdiri disana pun mengikuti sorot mata Arsya yang terlihat kebingungan.

Mahen mendengus kecil. Suara lantang nya berteriak kepada lalu lalang siswa siswi yang melewati lapangan basket.

"Hei guys! Lihat nih sepatu nya Arsya beda sebelah!"

Semua murid melirik kearah Arsya. Bahkan yang di dalam kelas pun berbondong-bondong keluar hanya ingin melihat keadaan diluar.

"WOI ARSYA WOI!"

"YAHAHAHAHA NGAPAIN SIH DIA!"

"KALO GUE SIH MALU NYA SAMPE TUJUH TURUNAN!"

Arsya ; second lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang