#9 Bertemu Kembali

13 2 0
                                    

Hai. Apa kabar semua? Kebetulan aku baru aja selesai wisuda. Bisa nulis lagi. Kalian masih nungguin cerita ini gak?

Happy reading, ya. Semoga suka sama ceritanya.
Seperti Lia yang merindukan Alif, aku juga merindukan kalian.
.
.
.
.
.

Lima tahun sudah berlalu. Sekarang Lia bekerja di sebuah perusahaan yang lumayan besar di kotanya.

Jam menunjukkan pukul 08:13. Lia berlari menuju sebuah gedung bertingkat 10. Sebentar lagi akan di adakan meeting. Dia harus segera berada di ruang meeting sebelum acara dimulai. Segera dia menuju lift yang pintunya hampir tertutup.

"Tunggu!" Teriaknya pada seseorang yang berada di dalam lift. Beruntung orang itu mau menunggu. Lia segera berlari memasuki lift.
"Huft... Huft... Huft... Terima... Ksih..." ujar Lia sambil memegangi lututnya dengan nafas terengah.
"Iya, sama-sama. Kamu sekarang kerja disini?" Tanya orang itu. Lia mengerutkan dahi.
'Apaan, sih ni orang sok kenal banget' batin Lia. Dia mendongakkan kepala untuk melihat siapa yang ada disampingnya.

Mata Lia membulat. Terkejut ketika mendapati diapa orang disampingnya. Sadar diperhatikan, orang itu menoleh kearah Lia sambil tersenyum.
"Hai! Apa kabar?" Sapa orang itu.
"Pak... Alif?" Lia masih terkejut dengan pemandangan dihadapannya. Alif hanya tersenyum. Jantung Lia berdetak kencang.

"Hei. Kamu belum jawab pertanyaan saya. Apa kabar?" Ujar Alif mengulangi pertanyaannya.
"Umm... ba... baik, pak" jawab Lia. Suaranya terdengar gugup.
"Kenapa? Kok kayaknnya gugup gitu?" Ujar Alif sambil terkekeh.
"Siapa yang gugup!" Balas Lia.

Lift berhenti dilantai tujuh. Keduanya melangkah keluar dari lift. Lia berjalan dibelakang Alif. Mereka menuju ruangan yang sama.
'Pak Alif ngapain, ya ke ruang meeting?' Batin Lia penuh tanya. Seketika mereka masuk, seisi ruangan berdiri. Menyambut kedatangan Alif. Lia segera menuju kursinya.

"Selamat pagi, Pak" sapa Pak Rafli--Direktur Utama. Alif tersenyum sambil mengangguk.
"Maaf saya terlambat" ujar Alif. Seharusnya dia datang pukul 08:15. Namun, dia terlambat 2 menit.
"Ah, gak masalah pak. Cuma dua menit. Saya juga meminta maaf atas keterlambatan manager kami" jawab Rafli sambil melirik Lia yang datang terlambat. Yang dilirik hanya menunduk malu.
"Haha... Iya, gapapa pak. Bisa dimulai sekarang?" Tanya Alif.
"Eh, iya, Iya" jawab Rafli. Kemudian meeting segera dimulai.

***

Lia duduk termenung diruangannya. Mengingat kejadian tadi ketika dia bertemu dengan Alif. Sungguh pertemuan yang tak terduga. Nada dering telepon membuatnya tersadar dari lamunan. Dia melirik layar ponsel sekilas. Nomor tak dikenal.

Lia menyeret tombol berwarna hijau kemudian menempelkan ponselnya ke telinga.
📞Lia: Halo?
📞??: Halo. Benar ini dengan Bu Natalia?
📞Lia: Iya, ada yang bisa dibantu?
📞 ??: Apa ada waktu sore ini?
📞Lia: Iya. Tapi bisa Saya tahu ini dengan siapa?
📞??: Calon imam kamu
📞Lia: Hah?! Siapa sih? Saya gak kenal kamu!
📞??: Yakin? Gak kenal Muhammad Alif? Dulu kamu pernah bilang kalau suka sama saya, lho.
📞Lia: Pak Alif? Dapat nomor saya dari mana?
📞Alif: Rahasia...
📞Alif: Nanti ada waktu, kan? Saya jemput, ya? Kamu masih tinggal di apartemen yang waktu itu?*
📞Lia: Iya.
📞Alif: Yaudah nanti lagi, ya. Saya masih ada urusan.

*apartemen tempat Lia tinggal ketika masih kuliah

Piip. Telepon dimatikan. Lia tersenyum sambil memandangi ponselnya. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangannya.
"Bu? Boleh saya masuk?" Tanya si pengetuk pintu. Lia membenarkan posisinya.
"Ya, masuk!" Jawab Lia. Orang tadi masuk dengan membawa setumpuk dokumen.
"Ini dokumen yang ibu minta" orang itu menyerahkan tumpukan dokumen tadi. "Makasih, ya, Lidya" jawab Lia menerima tumpukan dokumen itu. Orang yang dipanggil Lidya itu mengangguk sambil tersenyum.
"Saya permisi dulu, ya, bu" pamit Lidya.
Lia mengangkat kepalanya.
"Bentar!"
"Iya, kenapa, bu?" Lidya memberhentikan langkahnya dan menoleh ke arah Lia.
"Umm... gak jadi, deh" jawab Lia setelah sekian detik diam. Lidya kemudian berlalu pergi tanpa berucap apapun.

***

Sore hari tiba. Lia sedang merapikan pashmina yang dipakainya. Sesekali dia melirik cermin. Memastikan pakaiannya benar-benar rapi.

Ponsel Lia berdering. Diliriknya layar ponsel. Nama 'Pak Alif' terpampang dilayar datar itu. Segera dia raih ponselnya. Kemudian menyeret tombol berwarna hijau lalu menempelkan ponsel ke telinga.
📞Alif: Saya udah dibawah
📞Lia: Wa alaikum salam...
📞Alif: hehe... Assalamyalaikum
📞Lia: Iya, saya turun sekarang.

Piip. Lia memasukkan ponselnya. Kemudian segera pergi menuju lift guna turun ke lobby dan menemui Alif.

***

Sebuah mobil berwarna silver terparkir rapi diparkiran restoran. Seorang lelaki dan perempuan keluar dari sana. Mereka berjalan beriringan memasuki restoran.

Setelah duduk dan memesan makanan, lelaki berkacamata yang tak lain adalah Alif itu memulai pembicaraan.
"Kamu udah ada calon?"
"Hah?! Apa, nih, kok tiba-tiba nanyain ini?" Balas si gadis yang tak lain adalah Lia. Mengelak pertanyaan Alif.
"Ya, gapapa. Pengen tau aja" jawab Alif.
"Belum, sih, pak" ujar Lia menjawab pertanyaan Alif tadi.
"Kalo, gitu saya aja yang jadi calonnya, ya?" Ujar Alif santai. Tak terdengar nada ragu dari kata-katanya. Lia yerkejut setengah mati.
"Ma... maksudnya?" Tanya Lia pura-pura tidak faham.

Alif terkekeh. Dia merogoh saku dan mengambil sebuah kotak kecil berwarna merah. Dibukanya kotak itu. Kemudian dia mengambil cincin didalamnya.
"Maukah kamu menjadi istri saya? Menjadi penyempurna agama saya. Jadi bidadari surga buat saya" ujar Alif. Saking terkejutnya Lia menutup mulutnya.
"Lia?"
"Sa... Saya... Saya..."

TBC

Cinta Dalam Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang