🌌0.2 Ada Yang Bersembunyi Di Balik Awan🌌

48 12 1
                                    

"Matahari terlalu pandai menyembunyikan kebenaran itu. Andai saja ada bulan di sana, ia pasti jujur tak akan bohong."

_Mon Adella_

🌌🌌🌌

"Zikra gak bohong?" tanya Mon untuk ke tiga kalinya.

"Enggak! Memang aku yang dorong Vannesa dari sana." Zikra menunjuk ke tempat kejadian dari lapangan, rasa senangnya masih belum hilang.

Masih terekam baik peristiwa semalam, bagaimana Zikra menyaksikan Vannesa sempat menjerit karena kesakitan. Ia sama sekali tidak merasa bersalah, menurutnya bagus jika ada kekurangan dalam hidup saudari tirinya.

"Tapi ... Vannesa masih hidup." Kembali Mon merasa takut, padahal bukan ia pelakunya.

"Terus apa? Inget! Ini bukan masalah besar bagi seorang Zikra Venalita. Asal Mon gak bilang siapapun, orang gak akan tau. Please ... demi Zi sahabat baik Mon." Mata permohonan itu membuat Mon tidak kuasa untuk menyanggupinya.

Zikra menepuk pundak sahabatnya, lalu pergi mencari Nobi. Kepergian Vannesa menambah nilai tambahan untuk semakin mendekati cowok idaman banyak siswi.

Pintu gudang tertutup, menyisahkan Mon di dalam sana. Udara seketika berubah, ia merasa ada yang aneh dengan sekitarnya. Bulu kuduk ikut berdiri tiba-tiba berdiri, dedaunan dan debu beterbangan.

Bau busuk menusuk indra penciuman, Mon menutup matanya untuk mengetahui dari mana bau itu berasal. Ia menengadahkan kepalanya, bau busuk itu berasal dari lantai atas yang berarti dari kelas 10 F.

Kelas itu tidak pernah di tempati karena sudah bobrok, tidak bisa dibenahi lagi. Tidak ada yang mau menghabiskan waktu untuk ke sana. Ruang paling ujung di lantai dua itu juga terkenal angker.

Mon berusaha tidak mempedulikan itu, tetapi bau bangkai kian menyerbu dirinya dari segala arah. Bagaikan tali yang melilit, ia terasa sangat sesak dan kejang-kejang.

Matanya mulai buram, kesadaran Mon perlahan hilang. Ia pingsan dan seketika berpindah ke kelas 10 F.

***

Zikra masih saja mencari keberadaan Nobi, dari ujung ke ujung. Saat ingin memeriksa perpustakaan, tiga pemuda yang biasa menggodanya mencegat.

"Kenapa suka banget dengan kakek putih itu? Gantengan juga gua," ujarnya sambil menyisir rambut kebelakang. Diangguki dua temannya.

Tidak dapat dipungkiri, Marsel memang memenuhi standar rupa yang menawan di SMA 02 Harpa. Kulit sawo matang eksotis ia miliki, banyak dari siswa dan siswi yang ingin itu. Mereka selalu berusaha berjemur supaya memiliki warna kulit itu, tetapi banyak yang malah kulitnya menjadi merah.

Sementara Zikra sendiri memiliki warna putih pucat, tetapi tanpa alasan Marsel suka dia. Meski memenuhi standar rupawan sekolah ini, Marsel tidak memiliki banyak penyuka.

"Mau tahu banget kenapa banyak yang lebih suka Nobi daripada kamu? Simple! Dia menerima saat diberi hadiah, gak kayak kamu yang begitu dikasih hadiah langsung sok jual mahal. Dari situ kami para kaum perempuan menyadari, dia menghargai kerja keras kami dalam memberikan hadiah." Zikra melewati Marsel yang diam membatu dan dua pengawal yang tidak pernah berbicara, menemui sang idola sekolah.

Dari kalimat itu Marsel menyadari kesalahannya. Seandainya dulu ia tidak menghina kue yang diberikan Zikra depan umum, mungkin pandangan buruk tentang dia tidak pernah ada.

Niatnya yang ingin terus di kejar Zikra seperti dalam film romansa, malah mendapat cap sebagai cowok sok jual mahal.

Siswi di sekolah ini sangat aneh. Satu yang tersakiti, mereka tidak akan ingin mencobanya. Langsung memberi cap buruk pada pelaku. Sangat anti dengan cowok yang cuek, maka dari itu mereka sangat menyukai Nobi yang bahkan memiliki kelainan kulit.

Bagi mereka hanya ada satu alasan.

"Kami menyukai pria itu bukan karena rupa, tetapi bagaimana cara dia menghargai."

***

Nobi menatap Zikra yang menurunkan kecepatan saat ingin menghampiri, ia tersenyum sambil menaruh ponsel ke saku jaket hitamnya. Namun, gadis itu bagai di kendalikan. Memutar balik langkah, ekspresinya seperti robot.

"Ada apa ini? Mengapa aku tidak bisa mengendalikan diri sendiri." Zikra ngebatin seraya ingin memberontak.

Bahkan untuk tersenyum saja ia tidak bisa, tetap saja berjalan hingga ke ujung lantai dua. Pikirannya semakin berantakan, ia takut akan lompat dari sana karena dikendalikan.

Tidak tahu sebabnya apa. Begitu Mon menghampiri dan memeluknya, Zikra langsung terbebas. Ia mendorong tubuh sahabatnya sambil merenggangkan jari, senyumnya mekar.

"Zi, Mon takut." Air mata sudah menenggelamkan wajah ceria Mon, tangisan itu semakin menjadi-jadi. Ada yang aneh dari tangisan Mon ini.

Tangisan bertambah aneh ketika tawa ikut serta, Zikra mundur beberapa langkah. Mon menangis dan tertawa secara bersamaan, hingga bola matanya satu persatu jatuh. Wajah mungil itu juga seperti lilin yang meleleh, perlahan mencair dan membuat sepatu Zikra lengket.

Tersisa tubuh Mon yang utuh, tangannya melambai-lambai. Zikra menyadari bukan ke arahnya lambaian tangan itu. Ia berbalik badan, seketika menunduk dan memejamkan matanya.

"Akhhhhhh!"

Segerombolan manusia tanpa kepala mengumpul, derap langkahnya membuat jantung Zikra ingin melebur. Namun, sebelum itu terjadi, mereka berhenti dan menghilang.

Mendengar suara yang sepi, Zikra berusaha membuka matanya. Betapa terkejutnya ia saat melihat sudah berada dalam akuarium raksasa. Mencoba ke dasar, tetapi tidak bisa sekali pun tergapai.

Ini sunggu aneh, Zikra tidak menyadari kalau ia akan berpindah ke kejadian menyeramkan. Bagaimana bisa mengalami itu semua?





Bersambung ....

Dahlah, lieur aing😪

SO SWEETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang