01

297 31 0
                                    

🧸

Awal kisah dimulai kala Arin keluar dari perusahaan dengan wajah lelahnya. Gadis cantik yang rambutnya sudah rusak tataannya itu melihat keadaan langit untuk sesaat, malam ini tak ada bintang maupun bulan yang menemani hanya terasa angin dan beberapa gemuruh kering yang menyapa, mungkin sebentar lagi akan hujan.

Karena tidak membawa payung dan enggan kehujanan, Arin percepat langkah nya menuju parkiran. Ia harus cepat sampai rumah sebelum hujan berjatuhan. Helm merah muda dipakai, segera menyalakan motor membelah jalan raya. Hari ini ia cukup lelah, banyak masalah yang menerpa dikantor tadi dan itu benar-benar membuat nya merindukan rumah, terutama kamar.

Tik..tik

Sepertinya hujan tak mengizinkan Arin untuk tetap kering, di lampu merah hujan berjatuhan secara bergerombol. Arin lantas kebasahan dalam sekejap "nyebelin banget" gumamnya tanpa ada niatan menepi ia lajukan lagi motor, toh sudah basah ngapain sibuk sibuk berteduh.

Hujan makin membesar, kilatan petir terdengar makin nyata silauan yang sesekali menerangi malam membuat Arin merinding. Takut sekali kala hujan sudah berulah seperti ini, ia usap kaca helm yang mengabur. Untuk sampai rumah ia memang harus melewati jalan sepi yang dikelilingi semak semak dulu. Sial, rasa takut makin menjalar. Semoga tidak terjadi ap-

"YAKKK AWASSS!!"

Bghhh~

Sebuah raga manusia terpental jauh, seiring jatuhnya Arin dari motor.








Perlahan dengan pelan kelopak mata itu terbuka lembut, cahaya lampu dan langit langit putih menjadi hal pertama yang netra coklat tua itu tangkap. Pertanyaan ia dimana berucap dalam benak segera dibawa raga duduk, kepalanya sedikit sakit.

"ahh" erangan pelan terdengar kala jemari menyentuh perban yang menempel di sisi kening. Tersadar ia ada dirumah sakit kilasan kejadian beberapa jam yang lalu diingat segera. "yatuhan!" pekiknya yang jelas ingat ia menabrak seseorang. Arin turun dari ranjang, mendekati satu suster yang lewat.

"ada seseorang yang dilarikan kesini bersamaku tadi, dia dimana?"

"Oh dia disana" jawab sang suster menunjuk ranjang yang letaknya ada di samping ranjang Arin. Arin segera membuka tirai dan tentu mendapatkan sosok seorang pria terbaring di ranjang masih belum sadarkan diri. Arin membuang nafas lega, bersyukur sekali pria yang di tabrak tak meninggal. Hanya terlihat luka di kepala dan tulang hidungnya.

"terimakasih tuhan ia tak meninggal" monolognya duduk di kursi samping. Ia menatap sang pria, pertanyaan bagaimana bisa ia tiba-tiba muncul disana? kenapa hujan-hujanan? terlitas dikepala. "semoga kamu baik baik saja, dan tidak minta ganti rugi padaku" monolognya kembali. Arin tempelkan kepalanya pada ranjang ia masih pusing. Tangan si pria yang jika diukur lebih besar dari mukanya ada tepat di depan mata.

Arin tersenyum ada cincin di jari manis dan tengah sipria, cukup menggemaskan. "ini sepertinya mahal" ucapan itu ditujukan pada sebuah jam yang juga melingkar di pergelangan tangan "aku pernah melihat Mark menggunakan jam seperti ini, apa kamu juga orang kaya? Semoga saja iya dengan begitu kamu nggak bakal minta ganti-wahhh" tangan besar pria bergerak Arin kaget dan segera menjauhkan tangannya dari jam si pria, ia berdiri cepat "kamu sudah bangun? Tunggu aku-"

"Mamaa...."

🧸

🧸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✓]One Day, The Boys🧸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang