1

376 17 0
                                    

Aku sedang menata roti yang baru keluar dari panggangan di etalase bakery yang merangkap café milik Bunda. Saat ini aku sedang liburan semester satu tapi sayangnya lusa sudah masuk sekolah.

Beberapa minggu yang lalu aku pergi ke Bandung, berlibur sekaligus mengunjungi Ayah yang telah lama berpisah dengan Bunda tapi hubungan kami masih baik-baik saja. Kalau bilang aku sedih iya, tapi sudahlah mungkin ini sudah menjadi jalan yang terbaik untuk kedua orang tuaku.

"Dek, anterin kue dong." Pinta Bunda padaku dengan sekotak kue di tangannya.

Aku menoleh, berhenti dari pekerjaanku."Ke mana, Bun?"

"Ke rumahnya Bagas." Hah? Bagas? Mereka udah kembali ke Surabaya? Seriusan?

"Mereka udah kembali ke sini, Bun?" tanyaku antusias. Iya dong, Bagas kan sahabatku. Tapi beberapa tahun lalu ia ikut pindah bersama keluarganya ke Yogyakarta.

"Bukan, maksud Bunda, rumah lama Bagas." Ya ampun, Bunda. PHP banget sih.

"Ya udah, ayo buruan, Dek."

"Iya iya. Santai kali,Bun." Jawabku sambil menerima kotak kue dari Bunda dan berjalan keluar.

Astaga!!! Aku menepuk jidatku. Kok bisa lupa nanya, ini kuenya udah dibayar belum sih? Aku berbalik, niatnya sih mau kembali, tapi ini udah lumayan jauh dari rumah dan udah nyampe pula ke rumah pemesan.

Tok tok tok

Aku mengetuk pintu rumah yang penuh ukiran itu, tapi gak ada jawaban. Ini orangnya ada di rumah gak sih? Aku kembali mengetuk pintu itu dan masih gak ada jawaban. Astaga, buku-buku jariku sampai merah gini gara ngetuk mulu.

Dengan tekat, sekali lagi aku ketuk dan masih gak ada yang keluar, oke fix aku balik ke rumah dan selamat tinggal buat kue ini.

Belum sempat tanganku mengetuk lagi, pintunya terbuka. Hhh, dari tadi kek bukainnya, hampir lumutan kali berdiri di sini. Seorang cowok yang sepertinya seumuran denganku keluar dengan tampang gak bersahaja. Seandainya ya dia gak mesan kue ini sudah aku omelin daritadi. Yang harusnya masang tampang begitukan aku, emang dia yang berdiri dari tadi?

"Apa?" tanya si cowok dengan jutek. Hhh, sabar sabar sabar. Aku berusaha tersenyum sebaik dan sesopan mungkin kemudian menyodorkan kotak kue ke hadapannya. Ekspresi cowok itu langsung berubah begitu menyadari apa yang kubawa. Dasar rakus.

Dia segera meraih kotak itu dan hendak menutup pintu. Eh, kampret. Aku buru-buru menahan pintu yang hampir tertutup itu dengan kaki kananku.

"Eh, kue nya belum dibayar!" seruku. Cowok itu menghela napas kemudian balik menatapku, gak jadi menutup pintu.

"Nyokap gue selalu bayar cash, jadi buruan singkirin kaki lo."katanya songong. Ya ampun, emosiku naik saat itu juga.

"Bodo amat ya, yang gue tau kalo pesanannya diantar ke rumah, bayarnya juga di rumah. Buruan mana duitnya." Ujarku kesal.

Cowok itu malah kembali menutup pintu yang mengakibatkan kaki kananku terjepit. Sialan !

Aku buru-buru menarik kaki ku dari pintu dan membiarkan pintu itu ditutup. Untung aku pakai converse, apa jadinya jari kaki ku kalo pakai sandal jepit.

"Eh, kunti kepala pocong! Awas aja lo, kalau kita ketemu lagi. Gue bakalan ngejambak abis rambut lo itu sampai gundul !!!" teriakku sambil menggedor-gedor pintu dengan kaki.

Akhirnya aku kembali dengan gondok, dongkol dan jengkel yang gak berkesudahan. Cowok sialan itu sukses buat aku bete sore ini.

"Uangnya ditaruh di meja kasir ya, Dek." Perintah Bunda begitu aku memasuki toko.

YOU'VE GOT ME FROM FIRSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang