"Ta, jangan diemin aku dong. Aku minta maaf, aku gak akan ngulangin omongan aku tadi..." Ano seberusaha mungkin membujuk adiknya agar tidak marah lagi, tetapi semua sia-sia. Dia menyesal telah berkata seperti tadi.
Flashback on.
"Aku mau ngomong sesuatu." Ano memulai pembicaraan sesaat setelah mereka duduk dimeja makan sebelum adiknya memasak makan siang.
"Ngomong apa?"
"Aku... minta maaf, karena gak bisa ngurusin kamu setelah Ayah-Bunda meninggal. Harusnya aku yang ngurusin kamu karena disini aku yang bertugas sebagai Kakak, tapi ini malah kamu, aku minta maaf... aku janji bakal-" belum selesai ia berbicara, Aleta memotongnya.
"Cukup, aku nggak mau denger." Tegas Aleta saat tahu akan mengarah kemana pembicaraan ini.
"Aku ngaku, aku ngerepotin kamu. Aku ngaku, aku buat kamu lelah ngurus-"
"Cukup Kak! Aku bilang aku nggak mau denger!!" Lagi-lagi perkataannya dipotong.
"Aku marah sama Kakak!"
Lalu Aleta berjalan menuju kompor didapur dengan perasaan jengkel dan langkah berdentum-dentum.
Flashback off.
Aleta hanya melirik kakaknya sebentar, lalu kembali memasak. Tidak menghiraukan Kakaknya yang sedang mengemis-ngemis meminta permintaan maaf darinya.
Ano yang melihat itu, langsung mengambil pisau dapur yang tajam yang juga sering melukai tangannya karena kecerobohannya sendiri.
Lalu mulai menggores tangannya menggunakan benda berbahaya itu. Mencoba membuat Aleta menatap padanya dan kembali berbicara dengannya. Meringis saat merasakan benda tajam itu melukai telapak tangannya. Kemudian menangis.
Tidak, dia menangis bukan karena sakit, tapi karena sedih akibat adiknya tidak mau memaafkannya yang juga akibat dirinya yang memancing emosi seorang Aleta.
Aleta yang mendengar Isak tangis dibelakangnya pun langsung menoleh. Betapa terkejut dirinya saat melihat Sang Kakak yang menangis karena mencoba melukai tangannya sendiri.
"Kak! Astaga, Kakak apa-apaan sih?! Kan tangannya jadi luka!" Aleta langsung saja mematikan api kompor dan meraih telapak tangan Kakaknya. Segera dia memarahi Kakaknya habis-habisan. Kenapa Ano melakukan ini?
Ano berusaha menahan perih, tidak, ini tidak sebanding jika dirinya di diami Sang adik. Rasanya lebih sakit ketimbang luka terkena pisau.
"Ayo!" Aleta menarik tangan Sang kakak. Tetapi ditahan,"Kak! Jangan rewel! Cepet kita obatin lukanya, nanti tambah parah. Aku nggak mau Kakak sakit lagi!" Pernyataan Aleta sama sekali tak digubris olehnya.
Ano memeluknya, erat, bahkan sangat erat. Dia tidak mau Aleta kembali mendiaminya, sungguh, dia tidak sanggup, bagai mau mati rasanya.
Aleta membiarkan Ano memeluknya, tanpa membalasnya. Membiarkan kaos biru dan apron memasaknya dipenuhi darah Sang Kakak.
"Maaf, hiks... Jangan marah, aku gak sanggup, hiks... Kakak enggak akan ngulangin lagi..." Parau Ano dipenuhi permohonan. Memeluk adiknya semakin erat seperti takut kehilangan.
"Iya-iya, aku nggak akan marah lagi. Udah jangan nangis. Aku sedih." Akhirnya Aleta berbicara lagi dengannya, dan suara lembut yang seperti biasanya.
Aleta membalas pelukan Sang Kakak, mengeratkannya. Mengelus punggung lebar itu dan menciumi pucuk kepala Sang Kakak tercinta. Aleta tadi tidak benar-benar marah, dia hanya sedikit memberi hukuman untuk Ano agar tidak mengulangi ucapannya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spoiled Big Brother
Teen FictionBolehkah kita memanjakan Kakak sendiri? Perkenalkan, Sang adik yang sangat memanjakan Kakak laki-laki satu-satunya. Aleta Sabara, seorang gadis mungil yang cantik. Mempunyai satu Kakak laki-laki yang bernama Ano Sabara. Dia sendiri sangat sering mem...