☘️Sembilan.

2.3K 145 33
                                    


Hingga hari ini, tepat setelah kejadian teriak-teriak tersebut kemarin. Mereka sama sekali belum memulai pembicaraan. Sepertinya, kedua orang manusia itu tak ada tujuan untuk itu.

Aleta kini sedang mencari-cari cara bagaimana ia harus meminta maaf. Gadis itu sebenarnya ingin meminta maaf kemarin setelah mereka selesai makan, tapi memang, Ano sekarang terlalu sibuk dengan belajarnya. Ia tahu kakaknya pintar, tapi sedari dulu laki-laki itu tak pernah begini. Hanya tepat mulai kemarin ia melihat kakaknya terus berkutat dengan buku-buku belajar dan juga peralatan tulis lengkap.

Mereka memang terlahir dari ayah dan ibu yang pintar. Bahkan keluarga mereka yang sudah tiada pun memang memiliki kebijakan di atas rata-rata. Ia pun begitu.

"Apa aku harus minta maaf walaupun kak Ano lagi belajar?"

"Tapi nantinya ganggu dia,"

"Aduh, gimana nih,"

"Aku enggak mau ganggu dia tapi aku juga mau minta maaf. Gara-gara aku kemaren, kita jadi kayak gini. Arrgghh!!"

Saat sedang enak-enaknya berfikir, suara ketukan pintu kamar membuat pikirannya buyar. Ha? Siapa itu? Kak Ano kah?

Ah, sepertinya benar, siapa lagi jika bukan dia? Tak ada siapapun lagi di sini, ia bahkan tak memiliki janji untuk bertemu teman.

Tapi kenapa kakaknya itu mengetuk pintu? Bukannya kak Ano sedang belajar? Oke, jangan berfikiran seperti itu dulu Aleta, cepat bukakan pintu untuk kakakmu.

Gadis itu akhirnya berjalan menuju pintu dan membukanya. Suasana tiba-tiba mencekam, membuat ia seolah-olah sulit bernapas.

"Laper.., mau martabak dong,"

Suasana disana di buyarkan oleh rengekan pria di hadapannya yang merengek, sungguh, tiba-tiba suasana yang membuat ia sulit bernapas itu seketika berubah dengan suasana seperti biasa. Ah, tapi ia masih terlalu canggung dengan obrolan ini.

"H-ha? Kakak mau m-martab-ak? O-oh, oke, eee, k-kalo gitu akuu beli dulu deh," ia lalu tertawa canggung, Ano hanya terus tersenyum biasa pada Sang adik, tak tahu kenapa, ia seakan lupa dengan kejadian kemarin, mungkin akibat terlalu serius belajar.

Gadis berambut bawah pundak itupun langsung masuk ke kamarnya untuk mengambil uang, ah, uang tabungan mereka masih sangat banyak, berjuta-juta dan bermilyaran untuk di pakai bertahun-tahun lagi. Memudahkan kedua orang itu untuk tak usah bekerja. Tetapi suatu saat nanti, uang mereka pun akan habis, dan mereka harus mencari pekerjaan sebelum uang itu habis.

Omong-omong, ia memotong rambutnya beberapa hari lalu, bersama Karlina. Tidak, Karlina hanya kerimbat, dan ia hanya memotong rambut sebatas pundak, membuat ia semakin imut dan cantik. Apalagi setelah rambutnya di potong, ia sering sekali menguncir kuda rambutnya dengan dua kunciran kanan-kiri. Sungguh, ia semakin digilai mahasiswa di sekolahnya. Ia tak berharap, tapi kenyataannya memang begitu.

Gadis itu keluar setelah memoleskan sedikit liptint di bibirnya. Lalu keluar kamar, ternyata kak Ano masih menunggu.

"Ikut.." rengekan kembali keluar dari mulut kakaknya. Membuat ia canggung kembali.

"A-ah, kakak d-disini dulu aja yy-ya, ak-u cuma be-bentaran kok." Alasan yang cukup Aleta.

"Ikut...!" Rengekan lagi.

"Y-yaudah, ikut ya," gadis itu lalu berjalan mendahului, melangkah cepat untuk menghindari langkah kakaknya. Sungguh, ia seperti buronan sekarang.

"Tata... tunggu..!"

Kak Ano berhasil menangkap lengannya, ah.

Gadis itu kemudian hanya bisa pasrah. Mengapa ia masih canggung? Kakaknya pun sudah tidak secanggun kemarin. Dia heran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Spoiled Big BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang