— VERY HARD TO ERASE ALL PRECIOUS MEMORIES —
Itu bohong—jika kami mengatakan bahwa tidak cukup tertarik dengan apa yang dinyatakan Suho kemarin.
Seseorang sangat mirip dengan Jun? Siapa peduli? Toh, itu orang lain. Itu bukanlah Kim Jun yang kami kenal. Begitulah sederhananya reaksi kami hari itu bisa digambarkan.
Padahal aku tahu ... bahwa di dalam, kami pasti memikirkan hal yang sama; siapa dia? Apa ada hubungannya? Apakah semirip itu? Orang seperti apa dia?
Hanya tak satu pun dari kami berkeinginan menunjukkan sikap semacam itu.
"Sudah selesai bicara dengan Moa?" kata Taehan, mendadak memunculkan diri di depanku. Aku sempat tersentak karena kejutan itu. Mengeratkan ponsel pada genggamanku sebab barusan aku memang menerima panggilan telepon.
"Kau mengejutkanku! Hentikan kebiasaanmu itu!" Aku mendorong Taehan dari hadapan, berjalan melewatinya, tiba-tiba merasa agak sebal. "Tumben kau cepat datang menjemput."
Sudah jadi kebiasaan Taehan; menyempatkan datang ke kantor penerbit setiap aku punya pekerjaan di sana. Padahal aku tahu dia juga sangat sibuk, makanya aku pasti sangat menghargai semua usahanya itu.
"Tentu saja. Aku tahu kau tidak suka menunggu."
Aku menahan senyum. "Bagus kalau begitu."
"Jadi, apa kata Moa? Apa dia perlu kita memutuskan tanggal seminar dengan cepat?"
"Tidak juga. Dia hanya bertanya di telepon. Well, mungkin karena setelah yang terakhir kali aku tidak pernah memberikannya kabar lebih lanjut."
Taehan mendahuluiku sebab kami sudah tiba di mobilnya. Membukakan pintu untukku masuk. "Hum, dia pasti butuh lebih cepat meskipun tidak bilang. Kita harus cepat beri tahu yang lain agar bisa menentukan tanggal juga."
Aku mengangguk. "Setuju."
Taehan memutari mobilnya gesit, masuk ke kursi kemudi dan menyalakan mesin. Oh, padahal ini masih pagi. Tetapi tampaknya aku sudah membuat lelaki itu kerepotan karena dia jadi harus berkendara ke kantor penerbit yang berjarak cukup jauh dari rumahnya ini, hanya agar kami bisa pergi ke kampus bersama.
"Oke, kita berangkat sekarang?" Taehan meletakkan dua tangan pada stir mobil. Menatapku sambil mengulum senyuman manis khasnya. Tiba-tiba saja arah pandangannya itu turun pada bagian leherku. Perasaanku langsung berubah tidak enak karenanya.
Sebenarnya pagi ini ... aku iseng mengenakan kembali kalung huruf KJ yang kumiliki sejak SMA dahulu. Sebab, aku merindukan dia.
Ini pasti pengaruh dari omongan Suho juga kemarin.
"Aku melihat seorang dengan rupa persis seperti Jun. Benar-benar Jun kita sewaktu SMA tiga tahun yang lalu."
"Namanya Kwon Jinwoo."
Aku kontan menghadap depan. Buru-buru memakai seatbelt dan membawa sebagian rambut panjangku terjuntai ke depan. Aku memasukkan kalung perak itu ke dalam bajuku dengan cepat. "I-iya. Kita langsung berangkat saja. Takutnya nanti kau malah telat."
Taehan sempat terdiam untuk beberapa sekon, membuatku tanpa sadar meneguk saliva sendiri dengan susah. Kedua tanganku di paha pun lantas meremat rok begitu saja.
"Aku takkan telat," katanya. "Jadwalku pagi ini masih setengah jam lagi."
"Oh, begitu."
Ponsel Taehan berdering saat itu juga. Membuat si pemilik langsung merogoh saku celananya dan sekilas melihat pada layar untuk mengecek siapa yang memanggilnya. Oh, boleh aku jujur? Aku bersyukur, telepon itu menyelamatkanku dari suasana yang setegang barusan!
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Can't We Just Leave The Monster With Me? | TXT
Fanfiction𝐂𝐀𝐍'𝐓 𝐖𝐄 𝐉𝐔𝐒𝐓 𝐋𝐄𝐀𝐕𝐄 𝐓𝐇𝐄 𝐌𝐎𝐍𝐒𝐓𝐄𝐑 𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄? (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟐) Tak pernah sekali pun Kim Valda menduganya. Pasca kembali ke kehidupan normal selama hampir tiga tahun, ia justru mendapatkan lagi mimpi soal misi misterius ters...