— I DON'T KNOW WHO LOVES ME, AND I DON'T CARE THOUGH —
Aku pasti terlalu takut untuk membayangkan apa pun sampai aku terbujur di posisiku sekaku saat ini. Hanya meneguk ludah sendiri, lantas menyaksikan bagaimana Jang Taehan berjalan menuju depan rumahku dengan sepasang mata menatap nyalang—wah, aku bisa rasakan amarah yang menyala-nyala itu.
Serius, Taehan selalu menyeramkan ketika cemburu, apalagi marah.
Taehan pada awalnya hanya menatapku, menyiratkan; kenapa bertemu dengannya lagi? Kenapa dia bisa tahu alamatmu? Apakah kalian sudah dekat? Dan lain-lain yang bisa mencekikku secara tidak langsung—sebelum aku refleks bersuara, "orang ini mengikuti Kak Beomin sampai ke sini, katanya ada urusan dengannya, tapi keadan Kak Beomin sedang tidak memungkinkan."
Taehan lantas memandang kepada pemuda jangkung yang masih terdiam kebingungan dengan situasi kami, menatap menyelidik dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku sangat tahu bahwa Taehan pun paham, betapa sosok Kwon Jinwoo akan selalu membuat kami hilang fokus karena kemiripannya dengan Kim Jun yang kami cintai. Barangkali Taehan juga ingin memeluknya, melepas rindu—sebelum sepenuhnya sadar bahwa yang di depannya adalah manusia yang berbeda. "Apa perlumu dengan Beomin?" tanyanya mengintimidasi.
Wah, ini gila. Dua manusia kutub dipertemukan—rasanya seperti menunggu detik terakhir hitung mundur sebuah bom.
"Kucing," jawab Jinwoo singkat. Memberi jeda di kalimatnya. "Dia mantan pekerja yang menjaga kucing peliharaan kekasihku. Aku ingin dia jelaskan padaku detail ciri-ciri kucing yang dihilangkannya."
Taehan terlihat nyaris mengumpat. Like, wth? Cuma perkara kucing sampai mengikuti orang seperti penguntit?
"Dia sedang dalam kondisi tak bisa ditemui. Aku akan berikan nomor ponselnya yang bisa kau hubungi nanti." Taehan langusng merogoh sakunya untuk meraih ponsel, menggeser posisi membelakangiku bagai memberi limit interaksi saja. Lelaki itu selalu begini; praktis dan benci bertele-tele.
Taehan tak lama membuka telapak tangan, meminta ponsel Jinwoo. "Kemarikan ponselmu. Akan kumasukkan nomornya."
Aku sekilas memandang ke Taehan, ragu apakah benar soal memberikan nomor Beomin ke sembarangan orang yang bahkan belum dikenalnya, tetapi Taehan hanya balas anggukan singkat. Yakin dengan apa yang dilakukannya.
Taehan menyodorkan ponsel hitam itu pada sang empu ketika selesai dengan urusannya. "Sudah kumasukkan. Namanya Cha Beom In. Sekarang kau bisa pergi."
Kwon Jinwoo mengangkat kepala, terperangah dengan sikap Taehan. Bagaikan dia itu adalah parasit yang harus selalu dihindari. Dia kemudian menerima ponsel dan mengantonginya. "Terima kasih," desisnya dengan tatapan tak suka. Balik badan dan menjauh dari sana. Aku dan Taehan masih diam memperhatikan bagaimana lelaki itu menyeberangi jalan dan mencapai mobil Sportage hitam yang rupanya terpakir di persimpangan.
"Taehan." Aku angkat suara, dan Taehan langsung menghadap padaku.
"Hm?"
"Apa kau tidak terlalu kasar dengannya?"
"Bagiku biasa saja. Aku memperlakukan semua orang sama."
"Kau biasanya tidak sejauh ini, Tae." Aku tahu kau menyimpannya. Rasa tidak sukamu akan eksistensi seorang yang mengingatkan kita dengan masa lalu. "Kau tidak bisa bersikap begitu padanya, hanya karena dia—"
"Valda, sudah kubilang tak ada yang salah," potong Taehan dengan senyum kecil. "Aku akan masuk sebentar untuk mengambil Beomin, lalu pergi. Jaga dirimu selama sendirian di rumah. Mengerti?" katanya, sebelum berlalu masuk. Aku lantas menyusul guna menunjukkan kamar dimana aku mengurung Beomin.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Can't We Just Leave The Monster With Me? | TXT
Fanfiction𝐂𝐀𝐍'𝐓 𝐖𝐄 𝐉𝐔𝐒𝐓 𝐋𝐄𝐀𝐕𝐄 𝐓𝐇𝐄 𝐌𝐎𝐍𝐒𝐓𝐄𝐑 𝐀𝐋𝐈𝐕𝐄? (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟐) Tak pernah sekali pun Kim Valda menduganya. Pasca kembali ke kehidupan normal selama hampir tiga tahun, ia justru mendapatkan lagi mimpi soal misi misterius ters...