Lamunan kosong,menatap lurus ke depan. Seolah mencari-cari hal yang belum pasti terjadi. Tingkahnya yang membuat Haikal terus memikirkannya. Tapi belum mampu memastikan kata"iya" dihatinya.
Memikirkan hal yang paling penting, dalam hidupnya antara keinginan dan kerelaan.
"Hei. Lamun aja."Jo membuyar lamunanku.
"Ehhh kamu Jo, ganggu aja."
"Mikirin apa sih. Setelah kamu pulang dari kota Prabumulih kemarin. Kamu selalu termenung. Emang apa sih yang kamu pikirkan kal."Senyum mengejek.
Belum sempat di jawab Haikal. Jo langsung menimpali, "apa jangan-jangan kamu memikirkan syinta lagi yaa. Itukan cinta pertamamu. Senyum mengejek."terus menyudutkan haikal.
"Tidak Jo. Emang aku banyak pikiran akhir-akhir ini."
"Ayolah kal. Kamu tak pernah seperti ini, kalau bukan soal cinta. Jujurlah, kamu lagi memikirkan siapa sih."
Tingkah yang ditunjukkan Haikal, memang berbeda akhir-akhir ini. Setiap meeting pasti tidak fokus, apalagi tuntutan ibu yang ingin segera Haikal menikahi wanita berparas teduh itu.
"Sudahlah Jo, aku ingin sendiri, jika waktunya tiba. Akanku kasih tau.kok."
"Ok...ok..., Aku lanjut kerja dulu." Menyenggol lengan Haikal, Jo pun pergi.
Dreekkk...drekkk...
Suara ponsel berdering, hingga beberapa kali suara itu memekik telinga Haikal. Dilihat nama yang tertera di awal layar, tersebutlah nama orang yang pernah singgah di hatinya.
Yaaa, itu "syinta". Perjalanan cinta, yang tak pernah tertera langsung dari mulutnya, membuat hati yang masih menyimpan rasa. Membeku dalam selimut restu sang ibu.
Perinsip Haikal, memang tak ingin berpacaran. Dia tau hal itu hanya percuma jika terus menentang perintah sang kuasa. Haikal hanya mampu menyimpan dan menjadi pendengar yang baik untuk seseorang yang ia cintai. Syinta.
"Yaa, Assalamualaikum, syinta. Ada apa nih. Terkejut aku, tiba-tiba kamu telpon setelah beberapa bulan tidak ada kabar." Senyum tipis.
"Waa'alaikumusalam, hai kal. Alhamdulillah kamu baik-baik aja. Hmmm... Maaf yaaa aku baru telpon kamu. Kemarin-kemarin kan aku memang sibuk banget dengan usahaku di Jogja."
"Ohhh. Gitu yaa. Jadi ada apa nih."
"Kamu gak sibukkan, malam ini. Aku mau ngajak kamu buka bareng di cafe. Gimana?"
"Haaaa, ya Allah. Kenapa hati ini masih berdegub kencang. Baiklah kal, kamu harus memilih, kuat...kuat...., katakan iya atau enggak."Suara hati Haikal menguatkan.
"Kal...halo gimana. Kamu mau di cafe mana?. Kan dah lama nih, aku mau ngobrol-ngobrol. Kal..."
"Ehhhh, iya. Hmmm maaf tadi mikir sebentar, hmmm ok. Gimana, kalau kita pergi ke garden caffe & resto. Di prabu. Aku yakin kamu pasti suka tempatnya."
"Ok... Kalau gitu, aku langsung ke caffe kamu siang ini, biar bisa langsung pergi, juga gak terlambat waktu buka puasanya."Mematikan telpon.
Tak sempat mengucap salam. Haikal, menjawab "waa'alaikumusalam syinta." Yaa syinta terlalu sibuk dalam model dan kegiatan sosial lainnya.
Kali kedua aku, ke sana. Dan aku akan memastikan antara keduanya. Siapa yang harus ku pilih.
"Jo aku pergi dulu yaaa, kamu jaga cafe yaa."
"Siap bos, aman."
Haikal tak sempat untuk mengatakan tadi di telpon, haikal ingin langsung jemput syinta aja, di rumahnya. Karena kalau ketahuan jo, bisa berabe. Akan diejek terus sampai lebaran, atau bisa terdengar langsung oleh mama tentang aku dan syinta. Sebab jo yang tak mampu menahan ejekannya kepadaku.
Terimakasih sudah mampir di ceritaku. Jangan lupa banytu follow and subscribe ceritanya yaa😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Tugas rahasia azri
General FictionIbu berubah sejak kehilangan papa, sedang aku hanya mampu tegar dan diam dalam menghadapi segala kenyataan. lalu kini, ibu juga menyusul papa. sementara aku sendiri, masih dalam diamku. yang meronta-ronta dihati. namun, ibu memberiku pengawal sej...