44| Krisan Putih [THE END]

997 178 110
                                    

Terdapat adegan kekerasan, kriminal penggunaan senjata berbahaya yang tidak diperkenankan/dilarang untuk dilakukan sembarangan. Trims

❄️❄️❄️

       Siapa yang tidak panik diberikan kabar membahayakan tentang kondisi keadaan rumah dalam keadaan rumah tersebut kosong. Jordan masih terus berkabar dengan Adi. Sampai posisinya sekarang tiba lebih cepat dari biasanya di depan rumah.

       Tetapi...sepanjang mata memandang. Tidak ada Adi ataupun manusia di depan pagarnya. Sekarang, malah nomor ponsel Adi tidak bisa dihubungi. Jordan menutupi hidungnya setelah keluar dari mobil, karena mencium aroma gas menyengat menyeruak cepat-cepat jari-jarinya lincah menekan angka-angka sandi rumahnya. Ingin memeriksa sendiri apa yang terjadi di dalam rumahnya.

       Hari kemenangan bagi seseorang yang tidak Jordan ketahui. Terlebih setelah Jordan masuk melintasi pintu utama rumahnya.

       Bukan main terkejut melihat siapa yang ada di dalam rumahnya, sosok pria tinggi yang tidak asing untuknya. Sibuk menarik jari telunjuk memeriksa debu di perabotan hias yang mengisi meja-mejanya. Berkeliling dari kamar satu ke lainnya melihat keadaan di dalam rumahnya.

       Mendadak Jordan menoleh ke belakang karena pintu rumah dikunci dari dalam.

       Puluhan orang tiba-tiba keluar dari dalam kamar di lantai 1. Jordan terkepung di tengah seorang diri. Mereka tidak muncul dengan tangan kosong. Di setiap tangan membawa pipa besi tipis panjang dan ringan setinggi pinggang digenggam erat.

       "Bos...." Satu orang memberitahukan Rama dengan dagunya mengarah pada posisi kedatangan Jordan.

       "Wah sudah datang rupanya. Lebih cepat dari dugaan saya. Selamat datang pak Jordan. Sambutan saya istimewa, ini khusus untuk Anda."

       "Brengsek." Jordan membentuk kuda-kuda ingin memukul wajah Rama, tapi barisan di depannya. Pria-pria penjaga Rama yang bertubuh tinggi, kekar dan lebih besar darinya menghalangi sambil memainkan tongkat besi. Mereka semakin mendekat. Jordan akhirnya mengambil langkah mundur teratur.

        Jordan perlu cara strategis dan tidak asal-asalan.

       "Saya tau tubuh Rachel bisa dibeli. Dia bayar Anda dengan tubuhnya kan?"

       "Jangan berani bicara tentang Rachel dengan mulut Anda."

       "Mulut saya adalah hak saya pak. Tentunya Anda mengetahuinya. Anda kan berwawasan. Tapi Anda bodoh karena bersusah payah membela wanita murahan seperti Rachel. Sayang sekali, sekarang taruhannya nyawa."

       Penuturan buruk Rama tentang istrinya membuat Jordan murka detik ini juga. Tanpa memberikan pernyataan lain, emosi di wajah Jordan sudah meluap-luap.

       Satu persatu orang diberikan pukulan keras oleh Jordan. Tiga orang berhasil tumbang, tersungkur di tangan Jordan, tetapi keadaan ini menyulitkan Jordan. Dari segi jumlah Jordan kalah telak,

      dan kondisi terdesak seperti ini Jordan tidak bisa mengawasi semua lawannya. Dirinya tidak menggunakan media alat perlawanan, berbanding terbalik dengan pihak lawan.

        Sampai terjadi hal dimana seseorang mengincar tengkuk belakangnya, dan tubuh bagian belakangnya untuk dipukul. Tindakan itu berhasil dilakukan. Sekarang semua pria berkerumun memukul keras tubuh Jordan menggunakan batang besi sampai berkali-kali. Sampai Jordan linglung dan tersungkur kesakitan.

      Pukulan demi pukulan keras Jordan terima dari atas kepala sampai bagian kaki. Darah mengalir deras keluar dari mana-mana di bagian tubuhnya yang memar dan kulitnya sobek, basah dan hangat. Warna keramik lantainya menjadi merah pekat dan bau anyir.

 Warna keramik lantainya menjadi merah pekat dan bau anyir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❄️❄️❄️

Dua jam kemudian...

       Rachel menjatuhkan piring makan. Matanya turun ke bawah pecahan yang berserakan di pinggir kaki. "Lo kenapaaaa sih? Tadi gelas, sekarang piring. Jangan melamun makanya."

       Olive keluar dari kamar mandi belum selesai membersihkan wajahnya, justru berganti menampilkan wajah super panik. Setelah menemukan serpihan kaca di kaki Rachel.

       "Astaga, awas kaki lo. Jangan sampe keinjek."

       "Tadi gue yakin pegang kuat piringnya Liv. Ini jatuh sendiri."

        "Kalau di pegang bener. Ya gak akan jatuh Chel."

        "Perasaan gue gak enak Liv."

Mamah Liana ia calling...

        "Tuh...urus hp lo bunyiiii."

         Suara bising dari nada dering ponsel Rachel membuat kaget si pemilik ponsel. Kedua kakinya spontan berjinjit-jinjit menghindar dari pecahan kaca. Berlari terbirit-birit menjangkau ponsel begitu saja. Sebelum panggilan berhenti.

         "Ya mah."

          Liana belum bersuara. Rachel mendengar samar-samar di ujung sambungan suara terisak lirih.

         "Mamah kenapa?" Nada tinggi Rachel membuat Olive menoleh.

         "Kamu yang kuat dan sabar." Sekarang kalimat Liana memiliki intonasi lemah, lalu menangis tersedu-sedu.

      "Mamah dimana. Aku kesana ya."

      "Mamah siapa heyyyy?" Olive membawa sapu dan kain pel karena penasaran. Sejak kapan Rachel akur dengan mamahnya sendiri...tidak mungkin. Olive berganti posisi berdiri di samping Rachel, tapi Rachel tidak mengawasinya, tidak menggubrisnya.

       "Jordan meninggal di rumah, perkiraannya sekitar jam tiga siang, tadi pak RT disana yang telepon mamah, kasih kabar. Badan Jordan luka-luka. Di lantai basah sama darahnya." Liana menyambung tangisannya di sela pembicaraan.

      "Apa!"

      "Hah."

       "Apa mah?" Seketika dunia Rachel runtuh. Telinganya yakin mendengar jelas. Tapi hati dan perasaannya denial. Kedua kaki Rachel mendadak lemas tidak berdaya. Pegangan sapu dan tongkat kain pel di lepas Olive sampai jatuh membentur lantai. Menolong Rachel yang terduduk di lantai.

       "Jordan meninggal sayang. Kamu tunggu di rumah mamah aja ya. Papah gak mau Jordan diotopsi. Jadi mayat Jordan langsung dibawa setelah dari rumah sakit dibersihkan." Di ujung sambungan suara tarikan dari hidung Liana yang sembab berusaha menghilangkan cairan yang menggangu jalannya untuk menghirup udara, cara bicaranya menjadi sumbang, sudah tidak jelas.

       "Lo kenapa Chel." Olive melihat Rachel menatap kosong lurus ke depan, membiarkan ponsel di lantai dan panggilan yang masih berjalan.

       "Mamah Liana itu siapa?"

NICOTINE | RoséKook [Lokal] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang