12. Kalah

518 58 1
                                    

Azam menghela nafas merasa terbebas begitu Salsa turun dari mobilnya. Memberi tumpangan pada gadis itu bukanlah pilihan yang tepat. Bukannya menjadi pahala, malah menjadi dosa sebab hatinya mengoceh saja sepanjang perjalanan. Meski pun demikian, Azam merasa bersyukur, sebab kehebohan Salsa membuat pikirannya teralihkan meskipun sejenak.

Azam menatap jam di lengan kanannya. Sepertinya Naura dan Fathan sudah pulang saat ini. Azam lantas melajukan mobilnya mengarah ke rumah Naura.

Dalam perjalanan Azam mulai berpikir, apa alasan yang tepat ia sampaikan pada Naura. Kalau Fathan, Azam sama sekali tidak peduli dengan tanggapan pria itu.

Azam menghentikan laju mobilnya di depan pagar rumah Naura. Melihat mobil Fathan masih berada di dalam sana.

Azam turun, berjalan melewati pagar rumah. Langkahnya terhenti begitu mendapati pemandangan yang sama sekali tidak ia harapkan.

Azam melihat Fathan menarik lengan Naura hingga membawa tubuh gadis itu dalam pelukannya.

"Sebentar saja, biarkan seperti ini."

Perasaan Azam terusik dengan permohonan Fathan. Tubuhnya terasa panas. Hatinya pun terasa sakit. Dan lebih sakit lagi saat tidak ada penolakan yang berarti dari Naura.

"Aku suka kamu, Ra ... sejak lama ... dan aku berharap hubungan kita bisa lebih dari sebelumnya."

Azam mengepalkan tangan kuat-kuat. Nafasnya menggebu mendengar apa yang Fathan katakan. Perasaannya hancur. Sejak awal kepulangan Fathan, Azam tau jika pria itu akan menjadi saingannya. Hal itu tampak jelas sebab Fathan terang-terangan menunjukkan perasaannya pada Naura meski tanpa kata. Dan sebagai seorang pria, Azam menyadari hal itu.

Saat ini Fathan sudah melakukan serangan. Meski Azam-lah yang lebih dulu menyatakan perasaan pada Naura. Tapi jika Naura mengharapkan Fathan dalam hidupnya, makan Azam akan tetap kalah. Atau bisa dikatakan sejak awal tidak pernah menang sebab Naura memang tidak mengharapkannya dan dengan terang-terangan menolaknya.

Azam tersenyum miris, merasa kasihan pada dirinya sendiri. Belum apa-apa hati Azam sudah terluka saja. Belum sempat hubungan itu terjalin, patah hati sudah Azam rasakan. Dan setelah melihat tidak ada penolakan dari Naura. Disinilah kekalahan Azam sepertinya.

Azam menghela nafas. Kepalan tangannya kini melemah. Memalingkan wajah, tak sanggup melihat kedekatan itu lebih lama.

Dengan langkah lunglai Azam berbalik, berjalan menghampiri mobilnya. Menahan diri untuk tidak menatap Fathan dan Naura.

Sejak dalam perjalanan hingga tiba di rumah pikiran Azam tak menentu. Berulang kali menghela nafas meredakan sesak di dada namun cara itu sama sekali tak berhasil.

Naura, Fathan, mungkinkah hubungan mereka sudah terjalin sekarang?

"Heh,"

Sudut bibir Azam tertarik ke atas, tersenyum miris mengasihani dirinya sendiri.

Kalah, memang kata yang tepat untuk ditetapkan pada Azam. Dari lama, sejak awal ia bukanlah pemenang. Meski pun begitu, Azam tetap saja ikut masuk dalam perlombaan. Entah apa yang ingin ia buktikan. Berharap situasi akan berubah, begitulah yang Azam pikirkan meski pun tau ia bukanlah pilihan.

"Mas Azam, gendut!" ejek Naura kala itu. "Persis pelampung." Tawa Naura menggema dalam ruangan.

Azam menatap dengan wajah datar. Merasa kesal namun tidak akan melampiaskan kekesalan itu pada Naura. Membiarkan gadis kecil itu tertawa puas, itulah yang ia lakukan.

Melihat tak ada respon dari Azam, Naura mendengus kesal. Menghampiri Azam lalu duduk tepat di sebelahnya.

"Mas Azam, kok, nggak marah?"

PENDAMPING PILIHAN (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang