6.

698 77 20
                                    

Naura menatap Azam yang tampak tenang mengendarai mobilnya, seolah keberadaan Naura bukanlah apa-apa. Berbeda dengan Naura saat ini. Jantungnya terus berdegup cepat seakan ingin lepas dari peredaran. Keberadaan Azam benar-benar tidak baik untuk jantungnya. Dan entah mengapa bisa demikian. Segalanya terjadi begitu saja, berubah begitu saja tanpa bisa Naura hindari. Azam terasa berbeda setelah menyampaikan niatnya, ia bukan lagi pria yang sama yang dulu Naura kenal.

"Kamu mau makan apa nanti?" tanya Azam setelah kesunyian menemani keduanya beberapa saat. Azam menatap Naura yang tampak tercengang menatapnya. "Ah, aku lupa kalau kamu sudah makan." Azam melanjutkan.

Naura memalingkan wajah menatap keluar jendela. Tampaknya Azam tidak menyadari jika sejak tadi Naura tengah sibuk menatapnya. Namun hal itu tetap saja membuat Naura malu.

"Mas, cuma bertanya, Ra ... masa begitu saja marah."

Jantung Naura semakin berdegup cepat. Azam kembali menuturkan dirinya sebagai 'Mas' pada Naura. Namun perasaan Naura kali ini terasa berbeda. Sebutan itu terdengar sangat intim ditelinga Naura, membuat perasaannya terasa melayang. Meski malu mengutarakan, namun Naura sangat rindu dengan Azam yang menyebutkan dirinya dengan sebutan 'Mas'.

"Ra."

"Aku nggak marah, Mas!" sambut Naura pada Azam.

Azam tersentak mendengar suara keras Naura. "Enggak marah tapi bicaranya seperti itu?" ucapnya lalu geleng-geleng kepala.

Naura merengut, menekuk wajahnya memalingkan muka. Naura tidak suka cara Azam menggodanya. Hal itu membuat Naura semakin tambah malu saja.

"Okey, kalau kamu nggak mau Mas bicara. Mas, akan diam." Azam kembali fokus menatap jalanan setelah ucapan terakhirnya.

Naura diam saja, membiarkan Azam memikirkan apa yang ingin ia pikirkan. Biarlah pria itu berpikiran kalau Naura tengah marah atau pun merajuk sekarang. Setidaknya dengan cara itu Naura dapat menghindari Azam, meski tak sepenuhnya bisa ia hindari. Saat ini Naura hanya ingin menikmati debaran di dada yang tak kunjung berhenti. Menikmati bayangan Azam yang terlihat dari jendela kaca mobil.

Beberapa menit berlalu terasa cukup lama. Kini keduanya tiba di sebuah restoran bergaya klasik. Naura tidak asing dengan restoran itu, sebab ia dan teman-temannya sudah biasanya makan atau sekedar nongkrong sambil minum-minum di tempat itu.

Naura menatap Azam turun dari mobilnya, begitu tiba di tempat parkir. Tersentak begitu tangan terangkat meraih knop pintu mobil namun pintu mobil itu lebih dulu terbuka.

Naura tercengang sedangkan Azam menyipitkan mata tersenyum padanya. Mempersilahkan Naura untuk keluar dari dalam mobil lalu menutup pintu mobil kembali.

Naura membiarkan, bahkan mengikut saja begitu Azam membawanya masuk ke dalam restoran dan mendudukkan di sebuah kursi yang ia pilih.

Tanpa sebuah sapaan atau bahkan sekedar aba-aba, seorang pelayan datang menghampiri meja tempat dimana Azam dan Naura duduk. Memberikan menu makanan lalu memegang buku dan pulpen yang pelayan itu sediakan untuk mencatat segala menu pesanan. Azam mulai melihat menu makanan dan mulai memilih menu yang menggugah seleranya.

Azam mendesah, tidak ada yang menarik seleranya saat ini. Meski pun begitu, Azam tidak akan menyia-nyiakan waktu bersama Naura.

"Yang biasa aja, deh, Nay." Azam mengulurkan menu makanan pada pelayannya, yang langsung diterima oleh wanita itu. "Minumnya?" Azam tampak berpikir.

"Cappucino?" tanya pelayan itu pada Azam.

Azam tersenyum seraya menjentikkan jarinya ke arah pelayan itu. "Pas ... cappucino, seperti biasa." Azam membeo.

PENDAMPING PILIHAN (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang