Clara Adelin

60 13 10
                                    

Menghalo! Ini chapter pertama dari story ini. Ku harap kalian memaklumi kalau ceritanya agak monoton.

Ya, aku bikin awal cerita ini seringan mungkin. Karena masih orientasi, aku gak mau terlalu berlebihan atau gimana.

Happy reading💗

•••°°°•••

Hari ini suasana cukup baik untuk melepas lelah di ruang 'bau buku' setelah 3 jam mendengarkan penjelasan rumus-rumus matematika. Perpustakaan adalah pelarian terbaik bagi seorang Clara Adelin. Suasana tenang, sunyi dan damai membuat gadis bermata coklat itu menyukainya. Entah sejak kapan, dia merasa seperti ada energi yang membuatnya bahagia ketika mencium aroma buku.

Drttt drttt
Posel gadis itu bergetar membuatnya sedikit terkejut. Ara merogoh ponselnya yang sedari tadi ada di saku bajunya. Ia dapat melihat jelas, di layar itu tertulis nama kontak seseorang yang paling ia kesal, 'Cleo'.

"Huh, ganggu!" Ara menekan tombol hijau yang ada di layar ponselnya.

"Perpus!" ketus Ara yang langsung mematikan ponselnya. Ia tak memberi celah sedikit pun untuk Cleo menjawab atau bertanya.

Gadis itu menghembuskan nafas kasar. Ara pun mematikan ponselnya lalu beranjak dari tempat ia duduk untuk mencari buku yang hari ini akan ia baca.

"Ah ketemu!" Ara pun langsung mencoba mengambil buku yang ia cari dengan berjinjit.

"Dikit lagi, dikit lagi." Guman Ara yang masih berjinjit untuk mengambil buku itu.

"Ayo Ra ayo dikit lagi." Ara mencoba menyemangati tubuhnya. Ia berfikir dengan cara itu pasti akan berhasil.

Ara tak sadar, sedari tadi ada Cleo yang menatapnya dari belakang. Cleo mencoba untuk menahan tawanya ketika melihat Ara yang berjinjit-jinjit di depannya.

"Makannya kalo tumbuh itu ke atas!" Kata Cleo dengan nada mengejek.

Ara tersentak mendengar suara yang sangat familiar di telinganya. Ara menoleh dan mendapati Cleo yang mulai mendekatinya.

Cleo pun mengambil buku yang Ara incar tadi dengan mudah. Ya wajar saja mudah, tubuh Leo sangatlah tinggi. 178 cm, hampir mendekati 180.

"Nih bonsai!" Leo menyodorkan buku yang ia ambil tadi kepada Ara.

Ara pun mengendus kesal lalu mengambil buku itu dengan kasar. Ia pun langsung duduk kembali di tempat yang ia tempati tadi. Leo pun mengikutinya dengan tenang.

Ara membuka buku itu dengan sangat manis. Pelan-pelan dan hati-hati. Katanya, kalau membuka buku itu jangan kasar-kasar kalau tidak ingin bukunya cepat rusak. Apalagi buku perpustakaan, kalau rusak ya uang keluar.

Leo menatap gadis di depannya dengan lekat. Ia merasa bingung, kenapa dia bisa mendapatkan kembaran yang 180° berbeda dengan dirinya.

"Gak bosen apa baca buku terus?" Tanya Leo serius.

Ara hanya menggeleng cepat dengan mata yang masih menatap buku tersebut. Ia membaca dengan teliti, kata demi kata ia pahami.

Leo menghembuskan nafas kasar. Hanya itu saja responnya? Geleng-geleng?

"Gini ya, kata Papa, kalau ada yang bicara itu di tatap lawan bicaranya. Jangan nunduk doang, apa lagi diem aja sambil geleng-geleng." Jelas Leo.

Namun, lagi-lagi Ara hanya diam sambil terus membaca buku. Ketika dia membaca, ia memang tidak bisa di ajak bicara.

"Nih otak gak capek apa?" Leo mengetuk-ngetuk jidat Ara yang lumayan lebar alias jenong dengan telunjuk tangan kanannya.

Ara pun langsung menghentikan kegiatan membacanya. Dia merasa menyesal telah memberi tahu Leo bahwa dia ada di perpustakaan. Keberadaan Leo hanya membuat kepalanya semakin panas. Padahal niat Ara tadi pergi kesini untuk menenangkan pikiran setelah pelajaran matematika.

"Apa tujuan Tuan Muda Cleo datang kesini?" Tanya Ara dengan nada serius. Leo yang mendengar ucapan itu langsung mengembangkan senyumnya yang sangat kece. Senyuman maut yang bisa membuat para cewek SMA Aksara terpesona. Kecuali Ara.

"Saya datang kesini untuk melakukan sebuah diskusi penting bersama Nona Muda Clara." Jawab Leo dengan nada yang ikut-ikutan serius.

Ara manggut-manggut mendengar jawaban Leo. Ia seolah paham apa yang akan Leo bicarakan. Ara menutup bukunya. Ia pun langsung fokus kepada cowok yang ada di depannya itu.

"Jadi? Pelajaran apa lagi yang mau lo contek dari gue?" Tanya Ara yang menekankan kata 'contek'.

"Sialan!" Umpat Leo. Ia rasanya seperti tertangkap basah ketika Ara bertanya seperti itu.

Ara tersenyum puas melihat reaksi Leo tadi. Ia merasa menang. Ya memang dari dulu, Leo selalu saja nyontek-nyontek-nyontek. Memang benar kata orang, Leo dan Ara memang tidak cocok di beri predikat sebagai kembaran. Mereka benar-benar berbeda jauh.

Leo yang memiliki postur tubuh tinggi 178cm, sedangkan Ara hanya 159cm. Ara yang sangat pintar dan mendapat juara umum pertama di sekolah, sedangkan Leo sering masuk BK karena membolos. Ara yang tidak pernah pacaran, sedangkan Leo sangatlah buaya.

"Jadi, mau nyontek apa sayangku?' kata Ara dengan nada mengejek.

"Gelay!"

Ara tertawa puas. Tawanya sangat kencang hingga seisi perpustakaan menoleh kepadanya. Leo yang sadar akan hal itu langsung berpura-pura membaca buku yang Ara baca tadi.

"Wah langsung jadi rajin baca ya," kata Ara yang masih cekikikan.

Ara sepertinya lupa dia sedang ada di dalam ruangan anti-berisik. Ia terus-menerus tertawa. Ya mungkin kata orang sekarang 'bengek'.

"HEI KAMU YANG KETAWA DI POJOK DEKAT JENDELA!"

Damn!
Ara seketika langsung bungkam. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Bodoh, rasanya sangat bodoh tertawa di dalam perpustakaan sekeras itu.

"CEPAT IKUT SAYA KE RUANG BK!" ucap penjaga perpustakaan dengan sorot mata yang sangat tajam.

"Baik pak" ucap gadis itu sopan.

Ara pun berdiri lalu berjalan menghampiri penjaga perpustakaan sambil menundukkan kepalanya.

"Duh Ra! Kenapa seceroboh ini!" Batin gadis itu mulai berdialog.

Loh bukannya itu si juara umum?

Bisa-bisanya dia ketawa kayak tadi di perpus.

Jadi bener ya kalo dia ini pinter nyogok guru? Masa orang pinter gak inget tata tertib perpustakaan.

Mampus lo! Makannya jangan sok-sokan nyogok guru deh. Ketauan kan sekarang.

Banyak bisikkan-bisikkan dari beberapa siswa yang ada di perpustakaan yang dapat Ara dengar. Ara tetap tak memperdulikan ucapan mereka. Ia merasa biasa saja mendengarkannya walaupun ada sedikit rasa pedih di hatinya.

Leo tak tinggal diam mendengar ucapan-ucapan sampah yang dilontarkan siswa di situ. Ia merasa tak terima jika kembarannya di gosipkan yang tidak-tidak.

"Pak, saya ikut. Saya yang bikin Ara ketawa." Leo langsung berdiri dari tempat duduknya. Para siswa pun langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan bingung.

"Ya sudah cepat ke ruang BK." Ucap Pak Damar mengiyakan ucapan Leo tadi.

Wah gila, Leo ngebela keknya.

Aduh babang Leo kenapa harus belain si centil sih! Biarin aja padahal.

TBC

Hai semuanya! Jangan lupa vote cerita ini ya. Satu vote kalian sangat berharga buat aku.

So, hope u like it and have a nice day💗

Juni, 2021

Luka (L)Ara [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang