Chapter 1

4.7K 341 29
                                    

Suara hiruk pikuk ramai lapangan kota di sore hari menenggelamkan Nanon di antara ratusan pengunjung. Pria manis yang berprofesi sebagai editor buku di salah satu perusahaan penerbit itu menggenggam erat tangan pria tampan di sebelahnya.

"Lihat, pesawatnya udah mulai buat formasi." Ujar lelaki di samping Nanon.

Nanon mendongakkan kepalanya. Tampak beberapa pesawat tempur yang terbang sambil membuat formasi dengan teknik aerobaticnya.

"Dia sangat hebat." Gumam lelaki di samping Nanon.

Si pria manis menoleh. "Iya, Ohm. Dia benar-benar membuat papa dan mama bangga. Harusnya." Ada gurat kecewa yang kentara lewat ucapan Nanon.

Ohm mengelus puncak kepala Nanon. "Mereka pasti bangga punya kalian."

Nanon menarik nafas panjang. Menatap kumpulan pesawat yang sudah mulai mendarat. "Kita ke cafe aja. Mereka bilang langsung janjian di sana, kan kemarin?"

Yang diajak bicara mengangguk. Menggandeng tangan Nanon ke arah cafe yang masih ada di sekitar area lapangan terbang.





....






Nanon bertemu dengan Ohm lima tahun lalu ketika mereka sama-sama jadi mahasiswa baru di universitasnya. Pernah ada di kelas yang sama membuat benih cinta tumbuh di antara keduanya.

Akhirnya keduanya berpacaran di tahun ke tiga mereka kenal. Bahkan beberapa bulan ini mereka memutuskan untuk menyewa rumah bersama layaknya pasangan suami istri setelah Nanon mempunyai pekerjaan sendiri.

Ngomong-ngomong masalah pekerjaan, Nanon sudah lulus kuliah setengah tahun lalu. Jangan ragukan keenceran otak dan kerajinannya. Sedangkan sang kekasih, sekarang masih berkutat dengan skripsinya yang lama tak jua dapat acc sang dosen pembimbing.

Ohm adalah mahasiswa perantauan yang hidup bermodalkan uang kiriman orang tuanya yang kaya di kampung. Sedangkan Nanon adalah anak broken home yang terbiasa hidup sendiri semenjak sekolah menengah atas. Ayahnya dipenjara seumur hidup karena melakukan korupsi dengan jumlah yang tak bisa dibilang sedikit. Sedangkan ibunya sudah menikah lagi dan bahagia dengan keluarga barunya tanpa pernah berusaha mengingat tentang Nanon.

Nanon tak sendiri. Ada kakaknya yang selama ini membiayai hidupnya. Si manis juga tinggal di rumah sang kakak. Namun empat tahun yang lalu kakaknya menikah dan punya anak. Sehingga Nanon memilih untuk sekarang ini lebih baik dia tinggal sendiri dengan kekasihnya. Bukan kakak atau kakak iparnya keberatan, mereka orang yang sangat baik. Hanya Nanon yang merasa tak enak hati saja dengan mereka.





....






Nanon dan Ohm sudah bersama dengan kakak ipar dan ponakan Nanon di cafe yang mereka maksud sekarang. Keempat orang itu menunggu kakak Nanon yang sedang menuju ke cafe.

"Nath makannya kok belepotan?" Nanon mengusap pipi kemerahan sang keponakan dengan tissu.

Nathanael West Vihokratana, atau yang disapa Nath tersenyum dengan pipi menggembung lucu.

"Makannya pelan-pelan, sayang." New, ibu si bocah lelaki memperingatkan. Sedangkan si anak kecil malah tak peduli dan kembali beralih pada es krim cokelatnya.

"Kak Tay masih lama, kak?" Ohm yang bertanya.

New mengedikkan bahu. "Nggak tau. Tadi katanya habis pertunjukan langsung mau ke sini."

"Mungkin lagi di jalan. Tungguin aja." Nanon menyahut.

Sesuai perkataan Nanon, tak lama seorang pria berseragam oranye khas penerbang milik tentara angkatan udara berlari tergopoh ke arah meja mereka.

"Hah.. hh.. maaf.. aku ambil mobil duluhh..."

"Duduk dulu, yah." New memberi ruang di kursi sebelahnya.

Tay, yang baru datang langsung duduk setelah mengecup pipi istri dan anaknya. Tipe suami idaman.

"Congrats, kak. Tadi itu sangat menawan." Ohm berucap bangga pada kakak kandung kekasihnya tersebut.

Tay tersenyum. Meminum lemon tea dari gelas istrinya. "Untung tadi nggak mendung, jadi acaranya lancar. Kami juga nggak kesulitan melakukan aerobatic."

"Setelah ini kita langsung pulang?" Tanya New pada yang lain.

"Makan dulu aja baru pulang. Aku lagi mals masak, kak. Capek tadi baru ngedit satu novel penuh." Nanon cemberut mengadu.

"Baik, baik. Setelah itu kita pulang. Ohm, kamu bawa motor kan?" Tanya Tay.

Yang ditanya mengangguk. "Bawa kok, kak."

"Bagus. Kami nggak bisa nganter kalian dulu soalnya. Nath minta mampir beli tas baru yang ada lampunya." Tambah Tay lagi.

Ohm dan Nanon hanya mengangguk. Tak ada lagi obrolan di antara mereka karena pesanan mereka datang dan kelimanya disibukkan dengan hidangan di hadapan masing-masing.





....






"Ohm, gimana kelanjutan kabar skripsi kamu?" Tanya Nanon saat keduanya tengah bersantai menonton televisi.

Si manis meletakkan sebuah nampan yang berisi dua cangkir jasmine tea hangat di atas meja di hadapan mereka.

Ohm mengerang frustasi. "Nggak tau lah, Non. Pak Bonsak makin bikin kesel aja. Sampai sekarang judul yang aku ajuin belum ada yang diterima."

Nanon mengernyit. "Masa? Padahal dulu waktu denganku aku cuma dua kali ajuin judul langsung di-acc aja."

"Si old man itu memang suka pilih kasih." Decih Ohm setelah menyesap tehnya.

"Hillih. Kamu aja yang otaknya nggak nyampe."

Si lelaki tampan cemberut. Bibirnya sudah maju beberapa senti. "Iya, iya.. yang udah lulus. Apalah aku yang hidup aja numpang sama kamu."

Tiba-tiba diam melingkupi. Nanon takut salah bicara kalau sudah begini. Ohm itu sensitifnya sudah macam anak perawan sedang PMS kalau merasa tersinggung.

"Lalu rencana kamu selanjutnya apa?" Tanya Nanon yang kini menyenderkan kepalanya ke pundak sang kekasih.

Tangan Ohm bergerak mengelus rambut tebal dan lembut milik sang kekasih. "Apa aku putus kuliah aja terus cari kerja dan nikah sama kamu?"

Kalimat tersebut membuat Nanon sedikit terlonjak. Si pemuda berdimple langsung duduk tegak di sebelah kekasihnya. Memandang tajam sang pujaan hati.

"Kamu tau kan kalau aku nggak suka kita bahas itu?" Desis Nanon.

Ohm yang sadar sudah berkata salah langsung berusaha mencairkan lagi suasana tegang di antara mereka. "Bukan gitu maksudku, yang. Aku cuma bilang..."

"Kalau cuma akan berakhir saling menyakiti, buat apa kita menikah?" Ucapan Ohm dipotong begitu saja.

Si tampan ingin kembali berargumen, tapi melihat tatapan sendu di mata Nanon niatnya kembali urung.

"Aku nggak mau kaya mama dan papa yang menikah dan berakhir saling menyakiti, saling melukai. Udah ratusan kali kan aku bilang sama kamu. Kalau kamu nggak bisa dengan prinsip hidup bebas aku, kamu bisa pergi."

"Non.."

"Aku akan selalu sama kamu selama kamu nggak ngekang aku dalam pernikahan. Lebih baik begini tanpa saling terluka dan menyakiti daripada menikah tapi sama-sama tersakiti."

Ohm tahu Nanon mengalami trauma pada ikatan pernikahan karena kejadian buruk yang menimpa keluarganya. Padahal kakaknya sendiri pun kini sudah bahagia dengan pernikahannya, tapi Nanon tidak. Nanon tak menerima pernikahan untuk dirinya dengan alasan apapun.

Aku selalu coba terima prinsip kamu yang ini. Tapi apa keluargaku juga bisa? -batin Ohm






Bersambung...






Kasarnya yang dilakukan OhmNon ini, ya kumpul kebo. Dan dalam cerita ini masyarakat belum bisa menerima hubungan 'intim' seperti mereka tanpa ikatan pernikahan di dalamnya.

Tanggapannya sayang???

Vote sama komen jangan lupa

Sorry for typo and thankyou 😉

THE DECISION (OhmNon Vers.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang