Nathan menggelengkan kepalanya kuat, berharap ini hanyalah mimpi yang akan segera berakhir.
Kakinya lemas, rasanya ia ingin pingsan di sini karena sangat terkejut melihat kondisi sahabat pacarnya itu.
"Gak, gua harus kuat," gumam Nathan sambil merogoh sakunya, mengambil ponsel sebelum teringat bahwa ponselnya mati karena baterainya habis.
"Anjim, gua harus minta tolong siapa ini?" tanyanya kebingungan sambil melihat jalanan yang benar-benar sepi.
Tatapan Nathan beralih ke arah pohon di mana tadi ia melihat sekilas ada orang yang berlari di situ. "Apa jangan-jangan orang tadi pelakunya?"
•
•
•Seorang pemuda tengah mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang. Sesekali ia menggumamkan musik yang ia dengar melalui headsetnya. Ia baru saja pulang dari rumah bibinya yang terletak lumayan jauh dari rumahnya.
"Tumben sepi," gumamnya lalu melirik jam tangan yang dikenakannya. "Padahal baru jam setengah sepuluh."
Ia kembali fokus ke jalanan, sampai fokusnya teralihkan ke samping kiri jalan di mana terdapat mobil berhenti yang sangat ia kenali siapa pemilik mobil tersebut.
"Ini kan mobilnya Nathan," gumamnya tepat ketika berhenti di belakang mobil tersebut.
Nathan yang mendengar suara motor berhenti menoleh ke arah jalanan. "KEVIN!"
Kevin menoleh ke arah rumah kosong tersebut, ia sedikit terkejut ketika melihat Nathan berdiri di sana sambil melambaikan tangan ke arahnya.
"SINI!"
Kevin segera turun dari motornya dan menghampiri Nathan. Walaupun gelap, Kevin masih bisa melihat ekspresi terkejut Nathan dan seperti habis menangis.
"Lu kenapa? Dan... Kenapa ada di sini?"
"Ri-Rion Vin." Nathan kembali berlinang air mata. Kevin yang melihat itu heran.
"Eh, lu kenapa sih? Rion kenapa?" tanya Kevin penasaran.
Nathan diam, ia langsung menunjuk ke arah Orion yang tergeletak tak bernyawa.
Kevin mengikuti arah tunjuk Nathan. "ORION!"
Kevin segera berlari mendekati tubuh Orion. Ia terduduk lemas, tidak menyangka kalau orang dengan kondisi perutnya yang terbuka lebar itu adalah sahabatnya.
Kevin menoleh ke arah Nathan lalu berteriak, "KOK BISA KAYAK GINI?!"
"Mana gua tau," jawab Nathan lirih namun masih bisa didengar oleh Kevin.
Kevin berdiri, menghampiri Nathan dengan perasaan marah. Tanpa aba-aba, ia langsung menarik kerah baju Nathan. "PASTI LU KAN YANG BUNUH RION?!"
Nathan yang sebelumnya sedih kini tersulut emosi ketika Kevin menuduhnya sembarangan sambil menarik kerah bajunya. Tak terima dengan perlakuan Kevin barusan, ia langsung mendorong dada Kevin dengan sekuat tenaga, sampai-sampai Kevin jatuh ke tanah.
"JAGA MULUT LO! GA USAH NUDUH SEMBARANGAN!"
Kevin berdiri. "Halah, mana ada sih maling yang mau ngaku." Ia bersiap melayangkan tinjunya ke wajah Nathan. Namun, dengan sigap Nathan memegang tangan Kevin.
"Denger, gua ga mau berantem sama lu. Daripada buang-buang waktu dengan nuduh gua sembarangan, mending sekarang lu telpon polisi buat ngevakuasi mayat Rion," kata Nathan sambil melepaskan tangan Kevin. "Hp gua mati soalnya," lanjutnya.
Kevin menggeleng. "Jangan."
Nathan mengernyit heran. "Jangan apa?"
"Jangan telpon polisi, kita sembunyiin aja mayatnya Rion."
Lagi-lagi Nathan mengernyit heran. Tidak mengerti dengan cara berpikir Kevin. "Kenapa?"
"Emang lu mau dijadiin tersangka pembunuhan Rion?"
Nathan yang baru sadar sesuatu menatap Kevin dengan tatapan penuh selidik. "Ooh, sekarang gua tau apa alasan lu buat minta nyembunyiin mayatnya Rion."
"Maksudnya?"
"Lu yang ngebunuh Rion kan?! Lu orang yang tadi lari di balik pohon dan pura-pura dateng dari arah sana biar seolah-olah lu baru tau kejadian ini terus nuduh gua karena gua yang pertama nemuin mayatnya Rion?! Iya kan?!"
"Apaan sih, kok jadi nuduh gua?!"
"Emang gitu kan kenyataannya."
"Heh! Jangan asal ngomong ya!" Kevin kembali menarik kerah baju Nathan. Namun Nathan hanya menanggapinya dengan senyuman. "Mau berantem lagi? Hayu."
Setelahnya, Nathan langsung menonjok pipi Kevin, membuat Kevin terhuyung ke belakang.
Kevin menatap Nathan dengan tatapan penuh amarah. Ia tidak boleh kalah dengan Nathan.
"STOP!"
Kevin yang akan membalas tonjokan Nathan seketika berhenti ketika mendengar suara barusan. "Rendra?"
"Lu kok di sini?" tanya Nathan.
Rendra memutar bola mata malas. "Kalian lupa? Gua kan jam segini biasanya baru pulang dari cafe dan selalu lewat jalan ini. Terus kalian apa-apaan coba berantem di sini?"
Setiap harinya, setiap jam lima sore sampai jam setengah sepuluh malam Rendra berada di cafe untuk membantu kakaknya -Anne- mengurus cafe milik mereka berdua. Namun hari ini ia tidak pulang bersama Anne karena dari jam tujuh malam kakaknya itu pamit pergi ke rumah temannya.
"Rion meninggal Ren," kata Kevin. "Dan," Kevin menunjuk Nathan. "Dia pelakunya," lanjutnya.
Nathan mendelik. "Dia pelakunya! Dia malah nyuruh buat nyembunyiin mayatnya Rion!"
"Ri-Rion meninggal? Maksud kalian apa?"
Nathan dan Kevin kompak menunjuk mayat Rion.
Bagaikan disambar petir di siang bolong, Rendra sangat terkejut melihat kondisi sahabatnya itu. Ia menutup mulutnya, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. "K-KOK BISA?!"
Air mata mulai mengalir di pipi Rendra. Dengan cepat ia mengeluarkan hpnya dari tas selempangnya.
Melihat itu, Kevin melotot. "HEH MAU NGAPAIN LU?!" tanya Kevin. Ia berusaha merebut hp Rendra. Namun ternyata Rendra lebih gesit, ia mengangkat tinggi-tinggi hpnya.
"Diem lu! Ini hp gua!" Rendra segera menelpon polisi untuk memberitahu kalau ada pembunuhan di sini, tidak peduli dengan larangan Kevin untuk tidak melaporkan kasus ini ke polisi.
Selesai menghubungi polisi, Rendra menghubungi teman-temannya untuk datang ke mari.
"Lu goblok apa gimana sih?! Kenapa lapor polisi?!" teriak Kevin yang tangannya ditahan oleh Nathan supaya tidak bisa mengganggu Rendra yang sedang menghubungi polisi.
Rendra menatap Kevin tajam. "Kalo bukan lu pelakunya ga usah heboh gitu kali."
•~•~•~•
To be continue

KAMU SEDANG MEMBACA
Murder
Mystery / ThrillerBerhati-hatilah, karena beberapa dari mereka, berbahaya. "Kalian pembunuh."