Bella yang masih terjaga di depan tv sambil memainkan hpnya itu terkejut ketika membaca pesan grup dari Rendra yang mengatakan kalau Rion dibunuh.
Bella sontak berdiri, membuat toples berisi pilus yang sebelumnya diletakkan di pahanya itu jatuh berserakan di lantai.
"Ah bodo amat."
Bella segera berlari ke arah kamar Gladys dan Sharen untuk memberitahu tentang Rion karena ia yakin kalau mereka berdua sudah tidur.
TOK TOK TOK!!!
TOK TOK TOK!!!
Pintu kamar diketuk dengan barbar oleh Bella. Berharap kedua temannya itu bangun.
"GLADYS! SHAREN! BANGUUUN!"
Cklek!
Nice. Gladys keluar sambil mengucek-ucek matanya. "Ada apa sih? Gua baruuu aja merem."
"Tidur mulu, temen lu mati!"
Gladys membelalakkan matanya, begitupun dengan Sharen yang baru saja keluar kamarnya dan mendengar ucapan Bella.
"SIAPA?!" tanya mereka bersamaan.
"Rion."
"WHAT?!"
Cklek!
Ketiganya langsung menoleh ke arah pintu utama. Menampilkan Gwyneth yang sedang memegangi lututunya sambil mengatur napas. Keringatnya bercucuran, seperti orang yang habis lari.
"Lu kenapa Neth?" tanya Bella.
Gwyneth masih mengatur napasnya, sebelum menjawab, "Gapapa, gua... Ke kamar dulu," pamitnya lalu berjalan ke arah kamarnya.
Namun ucapan Bella membuat Gwyneth menghentikan langkahnya. "Rion dibunuh."
"APA?!"
Sedetik kemudian Gwyneth meneteskan air mata. Ia menggelengkan kepalanya. "Ngga, lu pasti bohong kan?!"
"Serius Neth! Coba baca grup!" jawab Bella.
"Ayo kita ke sana!" kata Gladys tidak sabaran.
Dan tanpa banyak bicara lagi merekapun segera menuju tempat yang dimaksud Rendra.
•
•
•Malam ini menjadi malam yang penuh dengan air mata. Teman-teman Rion yang baru sampai di tempat kejadian itu langsung histeris melihat mayat Rion yang mengenaskan.
"Bisa jelasin ini kenapa?" tanya Javier ketika mengetahui kalau Nathan yang pertama menemukan mayat Rion.
"Tadi mobil gua mogok di depan rumah ini, terus ga lama gua denger sesuatu di samping rumah. Gua penasaran, gua jalan ke samping rumah ini dan ternyata udah ada Rion dengan kondisi kaya gitu. Oh iya, sebelum gua liat Rion, gua kaya liat orang pake baju serba item lari dari satu pohon ke pohon lain, kaya berusaha sembunyi gitu. Terus ga lama Kevin dateng, dan lu tau apa kata dia? Dia malah nyuruh nyembunyiin mayatnya Rion daripada lapor ke polisi. Kan gua jadi curiga," jelas Nathan sambil melipat tangannya di dada dan melirik Kevin sejenak.
Kevin yang mendengar itu melotot. "Maksud gua bukan gitu!"
"Hilih bicit."
Kevin yang akan menyerang Nathan lagi keburu ditahan oleh Rendra. "STOP VIN!"
"Iya, kalo ga salah santai aja kali," kata Nathan lagi.
Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi datang. Terlihat tiga orang polisi keluar dari mobil tersebut.
Teman-teman Rion memberikan ruang agar polisi bisa lewat.
Kedua polisi itu segera mengevakuasi mayat Rion, sedangkan satu polisi lainnya, sebut saja namanya Pak Suga, bertanya pada mereka semua. "Ada yang bisa memberikan penjelasan di kantor polisi?"
Semuanya kompak menatap Nathan. Nathan yang ditatap seperti itu menghela napas. "Iya Pak saya bisa."
"Hhh, bagus deh dia mati."
Semuanya terkejut mendengar Sharen yang berbicara seperti itu. Pak Suga langsung menunjuk Sharen. "Kamu, juga ikut ke kantor polisi."
"Kevin juga Pak." Nathan menunjuk Kevin. "Dia patut dicurigai karena dia yang usul untuk menyembunyikan mayat Rion."
•
•
•Nathan sudah selesai menceritakan bagaimana ia bisa menemukan mayat Rion. Kini giliran Pak Suga bertanya pada Kevin.
"Kenapa kamu usul untuk menyembunyikan mayat Rion daripada lapor polisi?"
"Y-yaa takut aja Pak, takut kalau nanti kami dituduh yang bunuh Rion."
"Kalau bukan kamu ya tidak usah takut." Pak Suga memicingkan matanya lalu mendekatkan kepalanya ke arah Kevin. "Kecuali kalau kamu memang pembunuhnya."
Kevin melotot, ia menggelengkan kepalanya cepat. "Bukan saya Pak!"
Pak Suga kembali ke posisi semula, lalu menatap Sharen. "Kamu, maksudnya apa berbicara seperti tadi?"
"Simple saja Pak, karena saya tidak suka Rion."
"Kenapa?"
"Karena dia lemah Pak, Orion selalu diam saja ketika dibully. Walaupun dia bisu, tapi fisiknya sehat, harusnya dia melawan pembully itu. Setiap saya melihat dia dibully, emosi saya selalu sulit untuk terkendali. Maka dari itu saya tidak suka Orion."
•
•
•Setelah kembali dari kantor polisi, ketiganya menuju dorm Blackpearl untuk berkumpul di sana dengan teman-temannya yang lain.
"To the point aja," kata Gwyneth sambil menatap Sharen. "Lu kalo ga suka Rion jangan sampe kaya gini dong, lu tau ga sesakit apa gua ditinggalin Rion?! Kalo bener-bener ga mau ngeliat Rion, lu tinggal jauhin Rion aja! Ga usah sampe ngebunuh tolol!"
Sharen tersulut emosi, namun ia berusaha menjawab ucapan Gwyneth dengan tenang. "Gua emang ga suka Rion, tapi gua juga punya hati, bahkan gua aja ga kepikiran buat ngebunuh Rion. Dan lu pikun apa gimana? Rion dibunuhnya malem-malem dan sejak menginjakkan kaki di dorm ini, gua ga keluar dorm sama sekali. Malah lu yang keluar dorm dan pas balik udah ngos-ngosan kaya yang abis lari--"
Sharen menjeda ucapannya, ia tersadar sesuatu. "Oooh apa jangan-jangan lu ya yang bunuh Rion?! Lu sengaja keluar malem buat ngebunuh Rion dan pulangnya ngos-ngosan karena aksi lu diliat orang, iya kan?!"
Plak!
Semua yang ada di sana terkejut. Sementara Sharen memegangi pipinya yang barusan ditampar sambil menyeringai ke arah Gwyneth.
"Apa? Bener kan?" kata Sharen menantang. "Hahaha, di sini ada psikopat guys," lanjutnya.
Ray segera menahan tangan Gwyneth yang akan kembali menampar Sharen.
"Kalian berdua bisa tenang dulu ga sih?" sahut Gamma yang greget melihat adu mulut antara Gwyneth dan Sharen.
"Daripada saling tuduh, mending kita selidiki bareng-bareng siapa yang udah ngebunuh Rion," kata Javier menengahi.
Namun balasan Nando barusan membuat semuanya terkejut. "Hah buat apa, kan udah ditangani polisi, bikin pusing aja."
•~•~•~•
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Murder
Mystery / ThrillerBerhati-hatilah, karena beberapa dari mereka, berbahaya. "Kalian pembunuh."