Lebah kecil menyukai bunga. Karena bersama bunga, lebah bisa menciptakan hal-hal manis seumur hidupnya.
Dua kalimat di pembuka surat itu membuat Huma mengingat-ingat sesuatu. Itu adalah kata-kata yang Jundan ucapkan saat terakhir kali Huma menemui Jundan sebelum pergi dari istana. Itu hanya dua kalimat biasa yang asal Jundan ucapkan, tapi Huma mengingatnya dengan baik. Ia pun terkejut, justru dua kalimat itulah yang bisa membuatnya yakin bahwa surat yang ia terima adalah benar-benar dari Jundan.
Bagaimana kabarmu? Kau makan dengan baik kan disana? Aku sudah mencari tau siapa orang yang ditugaskan untuk pergi dan menjagamu. Karena itu aku bisa langsung menebak dimana kamu sekarang. Apa orang itu baik padamu? Kau jangan khawatir, tidak ada yang tahu kalau aku berhasil menemukanmu. Orang yang mengirim surat tadi adalah orang kepercayaanku. Kita bisa bertukar surat lewat dia.
Kau tahu bagaimana tulisan tanganku dan dua kalimat pembuka di surat ini kan? Kakak pikir itu cukup untuk membuat mu yakin bahwa surat ini benar-benar dariku. Kakak minta maaf tidak bisa melindungimu hari itu, ini penyesalan kakak. Tapi kau jangan khawatir, kakak akan mencari cara untuk membuktikan bahwa kau tidak bersalah. Kau percaya kakak kan?
Kumohon katakan sesuatu dan balas surat ini. Aku ingin selalu tahu kalau kau baik-baik saja disana. Kakak merindukanmu.
Huma membaca surat itu sendirian di dalam kamar. Perasaannya campur aduk. Ia kesal karena kembali teringat pada hari-hari itu. Dimulai pada hari dimana Prabu Tama tewas, dan hari-hari selanjutnya yang menyakitkan. Ia juga kembali teringat fitnah yang ditujukan padanya dan orang-orang yang mengkhianatinya. Tapi untungnya masih ada hal membahagiakan yang tak ingin Huma sia-siakan, Kebaikan kakak keduanya—Jundan.
Huma sama sekali tak menyangka Jundan bisa menemukannya secepat ini. Kakaknya itu adalah satu-satunya orang yang masih Huma percaya penuh di istana.
Disini rumahnya nyaman, aku suka.
Disini ada kebun teh dan ladang bunga-bunga yang luas, aku suka.
Disini ada pantai, aku suka.
Dia pandai memasak, aku suka.
Dia pandai membuat parfum, aku suka.
Dia bahkan bisa membuat pewarna bibir yang tidak terasa pahit katanya, aku suka.
Kak, aku rasa pengasingan ini tidak menjadi hal yang buruk.
Aku baik-baik saja dan mulai merasa nyaman disini.
Padahal baru beberapa hari tapi sudah banyak sekali yang ingin aku ceritakan.
Jangan terlalu mengkhawatirkan aku dan cepatlah sembuh, Kak.
Lalu nanti datanglah kesini dan menikmati semua ketentraman ini bersama-sama.
Surat yang sudah Huma lipat dan masukkan ke dalam amplop kecil itu kemudian dimasukkan ke dalam amplop kecil. Ia juga memasang segel lilin yang diberi stempel bermotif ombak yang ia pinjam dari Aru.
"Jangan mengintip isi suratnya!" ujar Huma begitu menyerahkan surat itu pada Aru.
Ari tertawa kecil. "Mana aku berani," ujarnya sambil menerima surat itu lalu pergi untuk menyerahkannya pada si pengantar surat.
Huma tersipu. Dia tak mengatakan apapun lagi dan hanya melihat Aru berjalan menjauh membawa suratnya. Dia juga paham dan yakin bahwa Aru tidak akan melakukan itu. Huma hanya sedikit basa-basi agar tidak terlalu terkesan memerintah pada Aru. Karena perlahan tapi pasti, Huma ingin meleburkan hubungan tuan-pengawal menjadi teman, sahabat, saudara satu klan, dan mungkin lebih dekat dari itu.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
CHRONICLES OF NATHA : THE LAST RANEEM
Fantasy[SPIN OFF CHRONICLES OF NATHA : NATHA DAN PUTRI YANG SEMBUNYI (SUDAH TERBIT)] Tentang Huma selama tinggal di Desa Labuan.