Bab 1

82 9 9
                                    


Kereta kuda yang dikemudikan Aru berjalan lamban saat melewati hutan dengan jalan yang agak berbatu. Ia tak ingin kereta itu berguncang terlalu keras dan membuat seseorang yang ada di dalam kereta itu tak nyaman.

Malam itu sudah larut tapi Aru tak ingin berhenti hanya dengan alasan dirinya lelah. Ia harus terus melaju. Perjalanan yang ia tempuh sejak tadi sore mungkin akan memakan waktu sampai dua atau tiga hari. Dan mungkin akan butuh waktu lebih lama lagi karena Aru tidak mengambil rute jalur utama. Ia memilih untuk melewati jalan-jalan kecil yang tak banyak dilalui orang. Hal itu dilakukannya demi keamanan seseorang yang ada di dalam keretanya.

"Aru, berhenti!" ujar seseorang dari dalam kereta. "Dia siuman."

Aru tidak bisa menutupi dirinya bahwa ia sangat senang. Pemuda itu langsung memberhentikan kereta kuda dan bergegas masuk ke dalam kereta. Dilihatnya gadis yang sedari siang terbaring tak sadarkan diri itu mulai membuka mata. Tangannya bergerak seperti tengah mencari sesuatu untuk di raih. Shila yang duduk disampingnya kemudian menggenggam tangannya yang sedingin es. Aru merasa lega melihatnya, sampai ia tak mampu berkata-kata lagi.

"Putri, ini Shila. Aku disini," ujar Shila lirih.

Bibir gadis itu kering dan pucat itu berkedut menahan haru, ia mulai meneteskan air mata. Ia itu masih terlihat lesu tapi tangannya menggenggam tangan Shila dengan begitu kuat. Ia terlihat berusaha untuk bangkit, Shila pun membantunya untuk bisa duduk. Shila juga memberinya segelas air untuk diminum. Gadis itu belum minum sedikitpun sejak tadi pagi, sejak ia melakukan ritual yang yang gagal dan membuatnya tak sadarkan diri.

Sementara itu Aru masih tak bisa berkata apa-apa. Perasaannya campur aduk antara bahagia, sedih, dan khawatir melihat seseorang yang begitu berharga baginya itu. Gadis itu sudah minum dua gelas air tapi Aru tahu itu tak mungkin cukup untuk membuatnya membaik. Gadis itu masih terus mengerutkan dahinya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Bahkan beberapa kali ia mencengkram kepalanya sendiri sambil meringis kesakitan. Beruntung Shila sempat membawa beberapa obat Pereda nyeri yang sudah disiapkan tabib istana sesaat sebelum mereka pergi. Obat itu akan meringankan rasa sakit kepala untuk sementara.

"Putri Huma butuh istirahat, malam ini kita berhenti dulu saja. Besok pagi kita akan lanjutkan perjalanan," ujar Aru pada Shila.

Gadis bernama Huma itu tertegun. Aru yang sedari tadi bergeming membuat Huma tak menyadari keberadaannya. Ia pun memalingkan pandangannya pada pemuda yang suaranya terdengar asing itu. Ia menyipitkan matanya untuk memperjelas pandangannya. Malam itu begitu gelap dan hanya ada satu lentera di dalam kereta. Terlalu redup untuk bisa melihat apapun. Ditambah pandangan Huma memang masih buram. Ia tak bisa melihat wajah siapapun dengan jelas. Untungnya ia bisa mengenali Shila karena suaranya yang sudah akrab di telinga Huma.

"Siapa kau?" tanya Huma dengan suara paraunya.

"Saya prajurit yang ditugaskan untuk melindungi Anda. Nama saya Aru."

Huma terlihat berpikir beberapa saat. Ia mengingatnya sekilas, prajurit itu membawanya pergi dari pelataran istana sesaat sebelum Huma tak sadarkan diri. Huma masih belum bisa melihat wajahnya dengan jelas. Cara bicaranya yang lembut pada Huma pun tak cukup untuk membuat Huma mempercayainya. Mungkin memang benar pemuda itu adalah prajurit Nooria, tapi itu tak menjamin bahwa Huma aman bersamanya. Di istana ia tak bisa percaya lagi pada orang terdekatnya, orang yang tadinya sangat Huma percaya. Ia bahkan hampir mati karena percaya pada kakaknya sendiri. Mustahil kini Huma bisa percaya pada orang asing begitu saja.

"Kau akan membawaku kemana?"

Aru terdiam sejenak. Ia bisa melihat rasa takut yang dirasakan Huma tapi ia tak keberatan. Wajar bagi Huma untuk mewaspadai semua orang. Dan memang lebih baik begitu. "Ke tempat yang aman," jawabnya. Tempat dimana aku bisa menjagamu tanpa mengekang kebebasanmu. Tempat dimana kau bisa dicintai dengan tulus dan hidup bahagia. Tempat dimana tak ada seorangpun bisa menyakitimu lagi.

CHRONICLES OF NATHA : THE LAST RANEEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang