Bab 4

30 3 2
                                    

Huma benar-benar tak bisa berkata-kata. Shila terbaring tak sadarkan diri di atas tempat tidurnya. Saat Huma dan Aru bertengkar di pantai, Shila sedang menjemur bunga-bunga untuk dijadikan teh di halaman belakang dekat dapur. Alan yang kebetulan datang dan tak menemukan siapapun di dalam rumah kemudian menemukannya sudah pingsan dengan tanda gigitan ular di pergelangan kakinya.

"Ular itu berbisa sepertinya cukup berbahaya sampai membuatnya pingsan. Aku sudah berusaha mengeluarkan bisanya, tapi sepertinya itu sudah menyebar ke seluruh tubuh Shila."

"Dia akan siuman kan? Dia tidak akan mati kan?"

"Entah, aku tidak tahu ular jenis apa yang menggigitnya. Jika bisanya tidak mematikan, dia mungkin akan siuman beberapa jam lagi."

"Kumohon selamatkan dia."

Alan kemudian menuliskkan sesuatu di secarik kertas. "Aru, bisa kau tolong pergi ke toko obat di balai kesehatan kota? Berikan ini pada petugas disana. Obat ini harus segera Shila minum ketika dia sadar nanti."

Tanpa banyak bicara, Aru pun bergegas pergi. Jarak menuju balai kesehatan cukup jauh karena berada di pusat kota. Butuh waktu paling cepat tiga puluh menit dengan menaiki kuda. Sementara itu Huma yang sedang duduk disamping Shila masih tak bisa tenang.

"Apa dia sudah lama menjadi pelayan anda?"

"Dia menjadi pelayanku sejak aku berumur 12 tahun. Saat itu dia berumur 14 tahun."

"Selisih umur kalian tidak jauh. Tidak heran anda menganggapnya teman."

"Sepanjang waktu dia bekerja untukku. Selama ini aku belum pernah melihatnya setidakberdaya ini. Aku tidak ingin kehilangan dia. Hanya dia satu-satunya yang kupercaya saat ini."

"Anda masih belum bisa percaya pada Aru?"

Huma terdiam. Tentu tidak. Dia tidak punya satupun alasan untuk percaya pada Aru. Lupakan tentang bagaimana pemuda itu menolongnya saat ritual ataupun saat dirinya hampir terbawa arus ombak, semua itu memang sudah tugasnya. Melindungi Huma adalah perintah Yang Mulia. Soal tulus atau tidaknya, siapa yang tahu.

"Aku tidak sengaja mendengar pertengkaran kalian tadi."

"Kau mengetahuinya?"

"Tentu. Aku pamannya. Aku melihat bocah itu tumbuh dewasa. Hanya aku dan Raja yang mengetahui siapa Aru sebenarnya. Dan sekarang anda tahu dia."

"Yang Mulia tahu?"

"Menurut anda bagaimana mungkin Yang Mulia bisa mempercayakan anda pada sembarang orang? Setelah anda menerima ancaman hukuman pengasingan, Aru membuktikan dirinya sendiri dengan meneteskan darahnya pada berlian hitam di depan Raja ketika dia diangkat jadi prajurit di istana, itu semua agar dia diizinkan untuk menjadi pelindung anda."

"Dia membiarkanku terancam sendirian sementara dia menyembunyikan identitasnya. Kau pikir dengan menjadi pengawalku cukup untuk menebus penderitaanku bertahun-tahun?"

"Aku paham anda menganggapnya egois. Tapi tahukah mengapa Aru melakukan itu? Tahukah anda mengapa Aru bersikeras ingin menjadi prajurit walaupun keluarga kami bisa memberikannya banyak warisan? Anda terlalu cepat menuduhnya, Putri. Anda bahkan tidak tahu bagaimana kerasnya dia berusaha agar bisa menjangkaumu."

Huma terdiam.

"Dengan status anda dan kedudukan ayah anda, anda bisa bertahan hidup dengan sangat terhormat. Anda bahkan diadopsi dan diangkat menjadi keluarga kerajaan. Anda dipuja dan semua orang menganggap anda dewi. Sementara Aru, dia bahkan tak diperbolehkan memakai nama Raneem di belakang namanya. Dia hanya putra dari seorang Raneem biasa, dan bukan dari pernikahan yang sah. Tak ada yang tahu kalau dia bagian dari klan itu. Dia dan ibunya hidup sebagai sebuah rahasia. Sementara anda dipanggil sebagai tuan putri, Aru hanya akan dipanggil anak haram jika orang-orang mengetahui tentang ini. Bisa anda pahami itu?"

CHRONICLES OF NATHA : THE LAST RANEEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang