8. Kopi pahit dan Api unggun : "Menarik!"

2.4K 157 62
                                    

8. Kopi pahit dan Api unggun

Sudah hampir pukul dua pagi, rapat kerja telah selesai sejak sejam yang lalu dan akan dilanjutkan besok pagi setelah sarapan. Sayangnya gadis dengan sweater rajut berwarna navy itu belum berniat tidur

Dengan pencahayaan beberapa lampu taman, Felicia berjalan menyusuri lapangan yang sepi, menatap tenda-tenda yang terpasang rapi dengan penghuni yang sudah terlelap, meski pikirannya tidak sedang memikirkan tenda-tenda itu. Matanya sudah cukup mengantuk tapi ia terlalu takut untuk memejamkan mata karena kenangan lama itu bisa saja kembali seperti malam-malam sebelumnya.

Tujuannya adalah dapur gedung yang cukup besar untuk berada di tengah hutan pinus. Dapur gedung itu sejak siang tadi sudah menjadi dapur umum untuk kegiatan Raker ini hingga selesai. Bukan karena lapar, hanya saja ia butuh sesuatu untuk membuatnya terjaga. Secangkir kopi pahit.

"Kopi pahit lagi?" Tegur seseorang yang sangat Felicia kenali suaranya. Kemudian membalikkan tubuhnya, bersandar pada meja dapur, menatap sosok cowok yang berdiri dihadapannya—sambil mendekatkan gelas kopinya, menghirup aromanya.

"Apa akhir-akhir ini kamu sering seperti ini lagi?"

Felicia menyesap kopi pahitnya. Sensasi yang sama, pahit, tapi lebih baik. Dan masih tidak ada jawaban yang keluar dari bibirnya.

Varrel yang sadar apa jawaban dari pertanyaannya hanya bisa menghembuskan nafas berat.

"Mungkin kamu sudah butuh bantuan obat tidur?" Katanya dengan berat. Hatinya sakit kalau Cia harus ketergantungan obat tidur, tapi hatinya lebih sakit lagi mengetahui kebiasaan lama Cia muncul kembali :  minum kopi pahit untuk membuatnya terjaga, karena itu berarti gadis yang terlihat tenang dihadapannya ini sedang tidak baik-baik saja.

Lagi-lagi Felicia tidak memanggapi ucapannya. Membuat Varrel mau tidak mau membuat keputusannya. "Setelah kegiatan ini kamu perlu terapi lagi."

Kali ini Felicia langsung merespon dengan gelengan kepala. "Cia gak butuh kak!"

"Tapi mimpi buruk kamu datang lagi kan?"

"Cia mulai terbiasa ...."

Mendengar kalimat gadis yang baru saja menyelesaikan tegukan terakhirnya itu, Varrel langsung menarik tubuh Cia ke dalam dekapannya yang hangat. Gadis yang mendapat pelukan tiba-tiba itu hampir kehilangan kendali atas dirinya, untunglah aroma parfum Varrel membuatnya sadar kalau pelukan itu tidak berbahaya.

"Apa yang harus aku lakuin untuk kamu Cia?" Tanya Varrel dengan nada lirih.

Beberapa detik tidak ada respon dari gadis dalam dekapannya, Varrel tahu gadis itu sedang mempertahankan topengnya, yang sayangnya luluh juga beberapa saat kemudian. Kini gadis itu menangis tanpa suara dalam pelukannya, bahunya bergetar.

"Aku takut ...,"

"Kamu aman, ada aku." Varrel mengusap bahu bergetar itu.

"Aku kangen mereka ...." lanjutnya seperti meracau. Dan kedua kalimat itu terus terulang. Mimpi buruk memang menakutkan, tetapi lebih menakutkan lagi mimpi buruk itu muncul bahkan saat dirinya tidak tertidur sama sekali.

Cukup lama mereka dalam posisi itu, setelah merasa tangis Felicia sudah berhenti, Varrel melepaskan pelukannya. Sedikit berjongkok menatap wajah Felicia yang sangat kacau, meski tetap saja wajah itu terlihat cantik.

"Kamu istirahat di mobil aku, di sana ada selimut dan bantal."

Felicia hanya mengangguk. Berjalan meninggalkan dapur itu ditemani oleh Varrel. Setidaknya di mobil Varrel tidak ada siapapun dan jauh dari jangkauan siapapun jika saja mimpi itu kembali dan membuatnya hilang kendali.

Felicia QueennaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang