“Aska, mau kekantin nggak?” tanya Alaska yang tiba-tiba sudah duduk di tempat dudukku.
“Eh ngagetin aja kamu. Emm maaf ya, aku mau ke perpus,” jawabku meminta maaf.
“Yah kamu mah gitu, bentar aja As. Lapar nih,” rayu Alaska.
“Nggak bisa Alaska Leonardo. aku ada janji,” sahutku merapikan buku pelajaran di atas meja.
”Janji sama siapa?” tanyanya.
Tiba-tiba Sisil muncul di sampingku, yang otomatis akan terjadi salah paham disini. Drama pun terjadi di tempat dudukku.
“Aska, ke perpus yuk! aku ada tugas banyak nih, bantuin aku plisss,” rayu Sisil sambil bergelayut di lenganku.
“Ooh ada janji sama dia?”
“Bukan!” selaku cepat sebelum terjadi peperangan besar.
“Janji apaan? Aku baru ngajak,” sahut Sisil.Ponselku bergetar karena notif dari Naga, isinya dia memberi tahu jika dia sudah sampai di koridor perpus.
“Udah ah, yuk ke perpus!” ajakku. Sedangkan Sisil dengan Alaska masih saja saling menyalahkan. Sisil baru sadar jika aku sudah hilang keluar kelas.
“Eh woy, tunggu! Main tinggal aja sih?”
“Berisik deh,” cercah Alaska. mereka pun mengikutiku. Setengah berlari sepertinya, terdengar langkah mereka sedikit berderap.
“Tungguin!” pinta Sisil menarik lenganku. Tubuhku tertarik mundur.
“Adududuh iya iya, lagian ribut mulu. Nggak capek apa?” kataku kesal.
“Alaska tuh main tuduh aja!” sambil melempar keras lenganku karena kesal.
“Aduh!” aku mengerutkan alis kesal.
“Eh kok aku? Kan tadi cuma tanya! Baperan amat sih!” Alasaka turut mengerutkan alisnya.
“Ribut aja lagi!” aku meninggalkan Sisil dan Alaska bertengkar di depan kelas.“Siang Aska, lama banget sih?” kata Naga sambil merangkul pundakku lantas mengajak berjalan.
“Hey! masih disekolah oy. Jangan pacaran disini!” sahut Alaska yang tiba-tiba sudah ada di sampingku.
“Eh anak ini sensi banget perasaan. kamu cemburu ya? Kamu suka pacarku ya? Ngikut pacarku mulu lagi!” sahut Naga tidak terima sembari mempercepat langkah.
“Sejak kapan kamu berani bilang Aska pacarmu? Manggil sayang langsung aja nggak pernah,” Cercah Alaska sedikit menyindir.
“Sayang, mending jalannya dipercepat lagi. Nanti keburu masuk lagi,” balas Naga dengan menekankan kata “Sayang.”
Sepertinya keadaan mulai memanas disini. Entah bagaimana nanti jika dilanjutkan. Harus dipisah sekarang atau pertempuran sengit akan pecah.“Eh udah, kalian berantem mulu, nggak Sisil sama Alaska, Alaska sama Naga abis itu Sisil yang berantem sama Naga. Dih udah kek!” kesalku.
Aku melepas rangkulan tangan Naga lalu meninggalkan mereka menuju rak buku psikologi. Setelah cukup puas bertatapan sengit mereka mengikuti. Sisil mengambil buku Biologi, Alaska menghampiriku, dan Naga mengambil buku bahasa inggris. Mereka duduk dahulu karena ada teman yang bertanya tempat buku ekonomi. Terasa menjadi petugas perpustakaan kalau seperti ini :D. Setelah selesai, aku menghampiri mereka. Ternyata mereka sedang berbincang. Aku pikir mereka sudah membaik.
“Aska, sini duduk sama aku, ajarin bahasa inggris. Kamu paham kan?” ajak Naga menepuk kursi di sampingnya.
“Sama aku aja sini, kan sama Psikologinya,”
“Eiitts enggak, Aska duduk sama aku karena sesama cewek. Kalian duduk sesama cowok!” elak Sisil.
“Laah, apa salahnya duduk sama pacarku?” tanya Naga sok bingung.
“Nggak usah pacaran di perpus!” sentak Sisil geram.
“Emang yang pacaran siapa? Sama-sama belajar gini!”
“Eh udah dong, berantem jangan di perpus! aku tinggal duduk sama Tio nih!” bisikku menunjuk kearah Tio yang sedang duduk sendirian.“Eeh jangan, jangan!” ucap mereka bersamaan. Semua orang yang berada di perpustakaan menoleh kesal. Mereka menatapku yang belum juga duduk. Malu sebenarnya, tetapi aku memcoba tetap stay cool. Melemparkan senyum pada semua orang dan meminta maaf.
“Yaudah. Naga, kamu baca dulu aja, nanti kalau ada yang nggak paham bisa tanya. Kalau bisa, padahal nyatanya kamu yang pintar bahasa inggris,” kataku yang menurutku agak janggal. Seharusya aku yang bertanya tentang bahasa inggris padanya. Dia sangat pandai dalam hal ini.
“Ke kamu kan?” tanya Naga menarikku agar cepat duduk.
“Penjaga perpus!” sela Alaska dengan nada sinisnya.
“Ngikut aja kamu!” sahut Naga tidak terima dengan kalimat sinis dari Alaska.
“Hey udah!” geramku.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Story
Romance"Mungkin jika aku tidak melakukannya, aku tidak akan pernah tahu kesalahanku dimana," batinku. "Dengan ini aku mengerti, apa itu cinta dalam definisi pribadiku." Aku tersenyum tulus lantas menyimpan kembali laptopku.