UL ~ D

1.4K 216 5
                                    

Untuk sesaat Armando bungkam. Menatap lama wanita yang kini membeku memandangi ubin lantai. "Tak masalah. Aku juga bukan perjaka."

"Mr. Thompson ..."

"Panggil aku Ando. Please ..."

Keduanya kembali saling menatap. Entah mata Stacy yang salah ia seolah melihat ada kesedihan di dalam manik biru itu. Tentu saja pria itu kecewa mengetahui kenyataan dirinya -- pikir Stacy.

"Ando?"

Armando mengangguk, "Nanti kau akan menjadi bagian terpenting. Kau harus memanggilku Ando. Panggilan khusus untuk orang terdekatku."

Bahkan nama panggilan saja kenapa tidak berubah setelah otakmu rusak sepuluh tahun.

"Aku bukan pria kuno yang mengutamakan keperawanan. Aku pria bebas yang suka petualangan. Jadi tidak akan menuntutmu dalam urusan picisan itu." Armando mendekat. "Bagaimana jawabanmu. Aku tidak mau lama berbasa-basi. Kau setuju, bangunan ini akan bertahan?"

Stacy membuang pandangan. Benar-benar pria licik yang sangat arogan. "Aku setuju."

"Memang itu jawaban yang harus kau jawab sejak tadi," sahutnya pongah.

Stacy mendengus. "Apa ada perjanjiannya?"

"Kau hanya harus setia selama menjadi istriku."

"Sampai berapa lama?"

"Selamanya," jawab Armando cepat penuh keseriusan.

Tubuh Stacy menegang. "Ti-tidak bisa begitu!"

"Kenapa? Kita sama-sama terjebak dalam posisi sulit." kedua alis Armando terangkat.

"Kau senang berpetualang ranjang. Tidak akan mampu membina rumah tangga selamanya," ejek Stacy.

"Selama itu denganmu. Kurasa aku akan sanggup," balas Armando menangkup kedua pipi putih Stacy. Netra birunya meredup, menatap lekat wajah Stacy yang balas menatapnya. "Aku akan berkomitmen dalam pernikahan kita. Promise."

Kedua mata Stacy seakan terhipnotis. Kata-kata yang dilontarkan Armando terdengar penuh kesungguhan. Jangan sampai ia terjebak oleh bualan itu.

"Kecuali kau mendoakan Nenekku cepat mati untuk bisa lepas dari ikatan itu."

"Aku tidak pernah berpikir sepicik itu," sanggah Stacy tak terima.

"Syukurlah," balas Armando acuh.

"Apa sikapmu seperti ini sejak amnesia?" Stacy memicingkan mata.

Armando mengendikkan bahu. "Entahlah. Aku merasa biasa saja. Meski memori lama hilang aku tetap bergairah melanjutkan hidup."

"Benar. Tak ada gunanya mengingat kenangan lama sekalipun kau memiliki kesalahan fatal tak termaafkan," kekeh Stacy menyindir.

"Kau?" Armando menatap penuh tanya pada Stacy yang tampak acuh.

"Apa boleh aku punya permintaan?" Stacy mengalihkan bahasan.

"Tentu. Selama itu menguntungkanku."

Cih, benar-benar bastard sialan!

"Selama status resmi masih mengikat kita, kau tidak boleh mengumbar benihmu sembarangan. Aku menjunjung tinggi kesetiaan. Jika kau ingkar dan aku mengetahuinya, kita harus berpisah dengan syarat bangunan ini tetap berdiri kokoh tanpa ada peruntuhan lagi. Bagaimana?"

Stacy sengaja memberi syarat itu. Ia yakin jika Armando tidak akan mungkin memegang komitmen penuh tentang kesetiaan. Cepat atau lambat pria ini akan berpetualang kembali menjelajahi wanita-wanita yang mampu mengimbangi fantasi liarnya. Jika itu terjadi, sisa hidup Stacy akan aman terbebas dari belenggunya.

"Tawaran menguntungkan." Armando menyeringai.

"Ten-tu saja." Stacy merutuki kegugupan yang tak bisa dienyahkan.

"Kau sudah menjadi istriku sudah sepatutnya menyediakan tampungan benih untukku."

"Apa?!" pekik Stacy merasa dijebak.

"Boleh aku pertegas lagi mengenai pernikahan kita?"

Kepala Stacy mengangguk kaku.

"Kita menikah secara hukum dan agama, tentu saja itu adalah hal yang sah di mata Tuhan. Aku suamimu, berhak atas seluruh tubuhmu. Jangan kau pikir kita menikah kontrak tanpa adanya skinship. Nenek butuh keturunan dariku. Kita menikah selayaknya pasangan normal yang saling mencinta. Termasuk dengan hubungan intim," bisik Armando tepat di telinga Stacy yang punggungnya menegang. "Aku janji, selama kau belum nyaman dengan keberadaanku, kita tidak akan melakukannya."

"Benarkah?" bola mata cokelat Stacy tampak berbinar.

"Aku bukan pendusta dalam urusan kenyamanan wanita. Tapi saat kau mulai luluh dan terbiasa dengan kehadiranku, kita akan melakukannya lagi, lagi dan lagi. Kali ini kau pasti akan menjerit puas di bawahku." Armando tersenyum penuh maksud.

Wajah Stacy memerah. Menghidari dari tatapan cabul pria laknat di depannya. "Aku butuh surat perjanjian agar kau tidak menipuku."

"Tenang saja. Semua yang kau sebutkan tadi akan tercantum lengkap di lembaran yang akan kita tandatangani besok."

"Terima kasih," ucap Stacy lega.

"Masih ada yang ingin kau tambahi lagi mengenai kesepakatan kita?"

"Sudah cukup."

"Baiklah. Kalau begitu ..." Armando meraih jemari tangan kanan Stacy untuk masuk dalam genggamannya. Sebelum wanita itu menolak ia telah menguncinya. "Sekarang kita temui Nenekku untuk meminta restu. Tak sampai akhir bulan kita harus segera menikah."

Lidah Stacy terasa kelu untuk mengeluarkan protes. Nyatanya ia memilih menuruti Armando memasuki roda empat mewah menuju kediaman mewah bak istana.

.
.
.

Cerita sudah lengkap di aplikasi KaryaKarsa

Tersedia juga versi pdf price 40k
Minat hubungi kontak WA 085691083305

Unlimited Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang