Bab 9⚠️

1.1K 74 1
                                    

Nana hampir tidak bisa menarik napas sebelum ciuman itu menyingkirkan segalanya kecuali tekanan kasar ke bibirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nana hampir tidak bisa menarik napas sebelum ciuman itu menyingkirkan segalanya kecuali tekanan kasar ke bibirnya. Tidak ada keraguan, tidak ada kesempatan untuk menahan diri, dan kepasrahan telah membuat bibirnya menerima saat ia merekahkannya di bawah kendali bibir Jeno. Ia mengerang karena desakan lidah Jeno dan menikmatinya dalam pelukan erat Jeno.

Jeno mengetahui yang sebenarnya dan tetap saja kembali.

Mulutnya meluncur di atas mulut Nana, panas dan lapar.

Jeno kembali karena Jeno menginginkannya sama seperti Nana menginginkan dirinya. Bukan karena rasa bersalah atau kewajiban yang tidak pada tempatnya. Namun karena rasa saling tertarik.

Rasa panas mendesis di sepanjang pembuluh darah Nana, meluncur ke perutnya dan membuat tubuhnya sensitif. Benaknya hanya dipenuhi pengalaman yang menggoda ini, membuat jemarinya tergelitik dan merasa nyeri karena menginginkan sentuhan.

Napas mereka keluar masuk di sela-sela bibir secara bergantian dan begitu intim. Gerakan membelai dan memutar yang hangat dan basah, menarik Nana lebih dalam hingga memasuki dan membuka lubang hampa di dalam jiwanya. Yang bertahan. Lalu terlepas, dan kembali terulang. Setelah bertahun-tahun tanpa keintiman, Nana menggigil ketika merasakan sensualitas ini. Merasakan rahimnya mengencang karena membutuhkan lebih.

Membutuhkan Jeno.

Nana menginginkan Jeno. Menginginkan kekukuhan dan hasrat pria itu untuk menembus dirinya secara utuh, memasuki setiap sel tubuhnya.

Tangan Nana bergerak tak berdaya di antara tubuh mereka, menggapai kain kemeja Jeno, mencengkeram bahu dan leher Jeno, lalu merenggut rambutnya yang tebal.

Jeno melepaskan ciuman dan menyusurkan kecupan di rahang Nana hingga ke kulit lembut di bawahnya. Gesekan gigi Jeno menyengat hingga ke pusat tubuh Nana dan ia mengerang menikmati sensasi ini. Terpana karena tubuhnya yang berkhianat menyerah begitu saja setelah bertahun-tahun menolak untuk bangkit.

“Apakah kau tahu,” geram Jeno di leher Nana, getaran suaranya mengirimkan rasa menggigil yang menjalar dengan cepat di kulitnya, “betapa salahnya dirimu tidak memberitahuku sudah berapa lama kau tidak melakukannya?”

Mata Nana tertutup rapat, ia tidak ingin memikirkannya. Juga tidak ingin Jeno memikirkannya. “Jeno, aku minta maaf.”

“Kau pasti pernah.” Lidah Jeno menyusuri sepanjang leher Nana dengan belaian pelan dan disengaja, membuat pinggulnya menyentuh pinggul Jeno.

Embusan panas napas Jeno memunculkan jejak lembap dan Nana mengerang di bawah jilatan sensual itu.

“Kau tidak mengerti.” Dekapan Jeno semakin erat saat umpatan pelan tercetus di titik denyut nadi Nana. “Responsmu… Aku tidak akan menahan diri. Aku bahkan tidak tahu caranya. Dan caraku menginginkanmu…”

Satu lagi geraman berat terbisik di telinga Nana. “Kau di atas meja. Regangkan kakimu.”

Jantung Nana berhenti berdetak dan kulitnya meremang dari ujung rambut hingga ujung kaki.

the S before EX [NOMIN] [GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang