"Kata orang rumah, kamu dijodohkan?"Langkahnya berhenti lantaran keberadaan pria yang tak diduga kehadirannya ini. Keano, Ryn memanggilnya Bang Ke, terserah jika orang lain mengira dia tak sopan memanggil abang sendiri dengan sebutan bangkai, tapi itu panggilan favoritnya dan si Abang pun tak mempermasalahkan.
"Kapan sampai?" Ryn balik bertanya. Abangnya bekerja di kedutaan besar RI di Seoul, Korea Selatan. Jelas saja kedatangan yang tiba-tiba membuat Ryn heran.
"Tadi pagi. Sudah ke rumah, tapi nggak ada orang. Pram bilang kamu juga sibuk ngehadirin acara-acara TV."
"Oh."
Sebenarnya mereka tidak terlalu akrab; obrolan lebih sering berhenti di pertanyaan basa-basi. Ryn ingat saat dia pulang beberapa bulan lalu. Dia nampak sangat sibuk, selalu memegang ponsel dan membalas pesan. Kegiatan di Kedutaan membuatnya jarang pulang, dan Ryn selalu merasa seperti orang asing di hadapannya.
"Mau dibuatkan minum apa?" tawarnya ketika sampai di unit apartemen.
Bang Ke telah mendudukkan diri dengan nyaman, sempat pula mengambil satu permen mint dari wadah kaca di atas meja.
"Nggak usah. Kamu nggak pandai bikin minuman."
Ryn mencebikkan bibir, tak urung ikut duduk di hadapannya. "Ada apa tiba-tiba pulang?"
"Kebetulan ada urusan di sini, sekalian ngunjungi kamu."
Hening kembali. Untuk beberapa saat, Ryn hanya memerhatikan wajah abangnya yang nampak letih. Jarak usia mereka terpaut 10 tahun. Di usianya yang sudah matang, banyak orang penasaran kenapa Keano masih lajang. Ryn pun begitu, tapi tiap kali menanyakan kehidupan pribadinya, dia hanya menjawab sepintas. Sepertinya dunia kerjanya sangat menyita perhatian sampai mengabaikan hubungan keluarga dan asmara.
"Kenapa nggak nolak sewaktu dijodohkan?"
"Coba kuganti pertanyaannya. Sewaktu papa menghubungi bahwa perusahaan lagi di ujung tanduk, kenapa kamu nggak terlihat peduli, Bang Ke?"
"Bukan nggak peduli, aku cuma nggak sempat untuk ngebahas itu. Lagi pula, aku pikir papa ngga akan kepikiran buat jodohin kamu sama anak konglo demi keamanan bisnis."
"Nyatanya dia begitu. Kamu tau sendiri selama ini papa nggak pernah menaruh rasa peduli padaku. Kamu pun juga. Si Alan juga; selalu bilang sibuk kuliah sampai ngga sempet nanyain kabar keluarganya di sini. Sebenarnya kita ini saudara atau bukan, Bang?"
"Ryn…"
"Tunggu! Jangan beri aku tatapan sok bersalah kayak gitu. Jangan menatap seolah-olah bukan kalian yang salah di sini. Aku sudah cukup baik untuk nggak memberontak saat dipaksa dekat dengan lelaki asing. Jadi kamu ngga usah menasehati perihal sikapku yang kurang berkenan di mata kamu. Satu-satunya hal yang bisa kamu lakukan dan membuatku berterimakasih hanya jika kamu mau menggantikanku untuk menikah dengan keluarga kaya lainnya."
"Mana bisa begitu, Ryn."
"Bisa! Kalau kamu mau, bisa dilakukan, Bang Ke! Banyak konglomerat yang bisa bantu memperkokoh bisnis papa, dengan syarat yang sama; menikah dengan anak mereka sebagai jaminan agar tidak pernah kabur setelah diselamatkan dari kehancuran."
Keano membuang muka, melepas dengusan samar. "Mungkin karena kamu ini seorang aktor makanya pikiranmu begitu. Tapi Ryn, ada cara lain selain menjodohkan anak masing-masing untuk mempertahankan bisnis."
"Apa caranya?"
"Urusan uang, kita bisa bantu papa dengan uang di rekening pribadi."
"Bah! Bagus sekali solusimu." Ryn tertawa sumbang. "Kamu pikir aku belum menawarkan itu? Aku sudah menawarkan bantuan dengan memberikan uang hasil kerjaku untuk menyelamatkan setidaknya satu bisnis keluarga, namun ditolak mentah-mentah karena papa ingin semua bisnisnya selamat, bukan cuma satu saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love for Junaedi
ChickLitSederhananya, Ryn hendak berlibur ke Makassar dan berakhir kena tipu orang. Semua barangnya diambil, lantas dirinya dalam keadaan pingsan dibuang ke Pulau Badi, Sulawesi Selatan. Di sana ia bertemu Junaedi. Pria yang mengaku-ngaku sebagai nelayan it...