"Cinta adalah sesuatu yang tidak pernah bisa dipahami sepenuhnya. Cinta adalah sesuatu paling lancang. Cinta masuk tanpa permisi, dan bersemayam begitu saja di hati."
Almayra baru saja keluar dari mushola sekolah dengan menenteng mukena. Gadis itu baru saja menunaikan sholat sunnah duha. Beberapa yang Almayra ketahui, bahwa dengan shalat duha bisa memperlancar rezeki.
"Abis sholat apa?"
Almayra yang tengah mengikat tali sepatu dibuat terlonjak kaget dengan suara pria yang tiba-tiba tertangkap oleh indera pendengarnya.
Almayra mendongak—mencoba memastikan bahwa suara itu adalah milik Samudra."Senior … habis sholat duha," jawab Almayra.
"Jam segini sholat apa?" Tanya Samudra.
"Duha."
"Duha?"
"Sam. Lo ngapain di sini?" tanya Al yang datang begitu saja seraya merangkul Samudra.
"Kepo."
Al beralih menatap Almayra yang senantiasa menundukkan pandangannya. Walaupun begitu … Al masih bisa mengenalinya.
"Almayra 'kan? Anak kelas 11 yang ikut campur urusan geng kita waktu itu?" tanya Al.
Samudra langsung menyikut perut Al agak keras. Dia memang tidak bisa menyaring kata-katanya sedikitpun. Walau memang Samudra pun sama begitu.
"Jangan gitu lo. Udah ah ayok ke kelas," ujar Samudra seraya menarik tangan Al. "Jangan lupa nanti ya." Lanjutnya.
***
"Ada apa?" tanya Almayra ketika melihat Riska dan Arsya tengah bercerita dengan raut wajah yang terlihat sedih.
Almayra lantas menghampiri kedua sahabatnya itu. Jarang sekali Riska dan Arsya terlihat mellow seperti itu.
"Arsya. Dia … mau pindah sekolah," jawab Riska.
Almayra membelalakkan matanya. "Kenapa pindah, Arsya?" tanya Almayra.
"Papa sama mama gue ada pekerjaan di luar kota. Dan kita terpaksa harus pindah," jawab Arsya.
"Ya udah, nggak papa. Mungkin Allah punya rencana di kota baru nanti. Kita tetep jaga silaturahmi aja ya, jangan sampai putus," tutur Almayra.
"Sulit buat gue jauh dari lo, Almayra. Entah ikatan macam apa yang mengikat hati gue sama lo. Apa benar hanya ikatan persahabatan? Desiran di hati, dan rasa bahagia itu, apa pantas disebut ikatan persahabatan? Maafin gue Almayra. Dengan lancangnya gue udah jatuh cinta dan meminta lo dalam setiap do'a gue," batin Arsya melirih. Matanya enggan menatap yang lain, selain Almayra. Ia ingin segala hal tentang Almayra tetap bersemayam di hati dan pikirannya.
"Arsya … enggak perlu sedih. Kan kamu masih bisa main ke rumah aku atau Riska. Sejauh apa pun kita nanti, kita tetep sahabat," ucap Almayra ketika melihat betapa sendunya mata Arsya.
"Semoga Allah kembali mempertemukan kita. Dalam waktu yang tepat dan takdir yang mengikat. Maaf ya Allah, jika dengan lancangnya aku menduakan-Mu di hatiku. Tapi hamba pun tidak tahu perasaan macam apa yang hinggap di hati ini. Tolong jaga hati hamba, agar tidak terlalu banyak berharap kepada manusia," batin Almayra.
Mereka saling mencintai. Namun, tidak ada yang berani berkata demikian, karena mereka tahu cinta yang semu itu bisa menjadi dosa. Cukup memendamnya sendiri dalam hati, dan berdoa semoga kelak Allah mempersatukan cinta keduanya. Mereka yakin, Allah adalah yang maha mengetahui segala isi hati umatnya.
Kini … cukuplah kedekatan itu bernama persahabatan. Karena memang mereka adalah sahabat. Hingga entah kapan, dan tanpa permisi, cinta hadir dalam persahabatan itu.
***
Di bawah pohon rindang di taman, semilir angin sejak menerpa setiap insan yang ada di sana. Almayra nampak serius mengajari Samudra mengaji. Sungguh pemandangan yang sangat menyejukkan mata dan hati.
Tak jarang Samudra mencuri-curi pandang pada Almayra yang terlalu fokus mengajarinya."Sodaqollahul 'adzim," ucap Almayra diikuti oleh Samudra.
"Alhamdulillah. Almayra pergi dulu ya?" ujar Almayra.
"Diam dulu di sini. Buat beberapa menit aja," jawab Samudra.
"Apa di mata lo gue ini manusia hina?" tanya Samudra.
Almayra menggeleng cepat. "Astagfirullah. Almayra tidak pernah berfikir hal seperti itu. Kenapa Almayra harus memandang senior hina? Tidak ada alasan," jawab Almayra.
Samudra memejamkan matanya, tangannya berada di dada kirinya. Ia tersenyum, merasakan sesuatu yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Sebuah debaran yang tidak pernah Samudra rasakan sebelumnya.
"Apa pacaran itu enggak boleh?" Tanya Samudra.
"Iya. Sebaiknya dihindari. Toh enggak membawa dampak positif juga," jawab Almayra.
"Kenapa harus dihindari?"
"Karena bisa mendekatkan pada zina."
"Tapi kalo terlanjur cinta?" tanya Samudra.
"Pergi ke orang tuanya. Minta restu, langsung ta'aruf atau nikah," jawab Almayra.
"Kalo ceweknya enggak mau?" tanya Samudra.
"Berarti belum saatnya. Atau mungkin memang bukan jodoh," jawab Almayra. "Sebentar lagi waktunya masuk kelas. Almayra permisi, assalamualaikum," lanjutnya.
Almayra berdiri, lalu melangkah begitu saja.
"Wa'alaikumsalam bidadari gue," jawab Samudra.
Deg!
Almayra menghentikan langkahnya, ia beralih membalikkan badannya dan menatap Samudra dalam persekian detik. Sedangkan Samudra hanya tersenyum, sebuah senyuman paling tulus yang Almayra lihat dari seorang Samudra.
Almayra kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas. Ia tidak mau terlalu memikirkan ucapan Samudra. Nanti dirinya yang kesulitan menghadapi hatinya sendiri.
"Lo adalah wanita terbaik buat gue. Wanita yang enggak pernah mempertanyakan soal harta ataupun derajat keluarga gue. Lo adalah wanita paling tulus yang pernah gue temui, bahkan lebih tulus dari ibu gue sendiri. Semoga, lo memang wanita yang ditakdirkan buat gue. Buat membimbing gue, melengkapi segala kekurangan gue. Lo adalah semoga yang selalu gue semogakan," batin Samudra.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Holding On [Novelet] TAMAT
Teen FictionBagaimana jika kamu berada di sebuah posisi, dimana kamu harus memilih antara taat atau cinta? Terjebak dalam segitiga cinta adalah sesuatu hal yang sangat rumit. Harus memilih satu hati, dan mengabaikan hati yang lainnya.